Thursday, November 15, 2007

Inersia

Pernahkah Anda mendorong mobil yang mogok? Kebetulan saya pernah. Berat sekali pada awalnya. Baru setelah mobil mulai bergerak, akan terasa ringan. Fenomena ini dijelaskan oleh Sir Isaac Newton dalam konsep "inertia" yang merupakan bagian penting dari hukum Newton tentang gerak. Apakah itu inersia? Karena saya bukan fisikawan, secara gampang saja, konsep inersia dapat dipahami dalam kalimat sebagai berikut: "bahwa benda yang diam akan cenderung diam, dan benda yang bergerak akan cenderung bergerak". Jadi sebuah benda yang dalam keadaan diam, akan cenderung mempertahankan keadaan diamnya. Itulah kenapa sebuah mobil yang diam memerlukan gaya yang lebih besar untuk dapat bergerak, dibanding ketika mobil tersebut sudah bergerak. Dan karena inersia juga,maka ketika Anda sedang melaju di jalan tol dengan kecepatan tinggi dan melakukan pengereman mendadak, maka tubuh Anda akan terdorong ke depan, karena tubuh Anda yang sedang bergerak maju akan cenderung mempertahankan gerak maju.

Apa hubungannya dengan bisnis? Ternyata, konsep inersia tersebut tidak hanya berlaku untuk benda dan gerak benda, namun juga dapat dianalogikan kedalam bisnis dan gerak bisnis:

Deperlukan "gaya" untuk dapat membuat bisnis yang diam mulai bergerak.

Ini bukan gaya dalam pengertian "style", namun gaya yang dalam bahasa Inggrisnya disebut "force". Ketika Anda memulai bisnis dari nol, maka usaha Anda dapat diibaratkan seperti sebuah benda diam. Yang sesuai hukum Newton, akan mempertahankan keadaan diamnya. Seperti halnya mendorong mobil dalam keadaan diam tadi. Makanya Anda tidak perlu heran, pada tahap awal bisnis, memang dibutuhkan force yang besar untuk membuat bisnis Anda mulai bergerak. Demikan juga Anda yang sudah memiliki bisnis yang sudah bergerak dengan kecepatan yang bagus, harus dijaga jangan sampai bisnis mengalami perlambatan atau bahkan berhenti. Karena, nantinya akan butuh gaya yang besar untuk membuatnya bergerak kembali.

Percepatan bisnis Anda dipengaruhi oleh besarnya "massa" bisnis Anda.

Dalam pengalaman keseharian, jelas lebih sulit mendorong truk dibanding motor misalnya. Karena massa truk yang lebih besar, maka dibutuhkan gaya yang lebih besar untuk membuat truk bergerak atau berubah kecepatannya. Demikian juga, semakin besar bisnis Anda, perlu gaya yang lebih besar untuk membuat bisnis Anda yang semula diam menjadi bergerak, ataupun membuat bisnis mengalami percepatan (perubahan kecepatan). "Gaya" tadi kalau dalam bisnis dapat berupa sumber daya manusia, waktu, modal, dsb.

Inilah kenapa dalam berbisnis selain mempertahankan kecepatan kita juga harus menjaga "massa" atau ukuran bisnis kita. Ketika bisnis Anda sudah bergerak, maka dengan ukuran bisnis yang semakin besar, Anda akan memperoleh percepatan yang lebih baik. Tidak salah makanya jika Anda melakukan eskpansi atau penambahan ukuran bisnis Anda, ketika sudah memperoleh kecepatan yang bagus. Sebaliknya, ketika bisnis Anda terhenti, untuk mempermudah agar bergerak kembali, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengurangi "massa" nya terlebih dahulu, supaya gaya yang diperlukan untuk membuat bisnis Anda bergerak kembali tidak terlalu besar.

Gerak bisnis Anda adalah resultant dari beberapa gaya yang mempengaruhi bisnis Anda.

Ketika Anda melempar sebuah bola ke depan, mengapa bola tidak terus bergerak lurus ke depan, namun bergerak melengkung dan jatuh ke bumi? Jawabannya karena selain terpengaruh gaya dorong lemparan yang Anda lakukan, bola juga terpengaruh gaya gravitasi yang menarik bola ke bumi. Demikian sebuah mobil yang dipasang rem tangan, akan sulit sekali di dorong, karena selain gaya dorong yang berlaku, ada gaya gesek dari rem tangan yang sangat kuat. Mungkin Anda merasa sudah memberikan "gaya dorong" yang sangat kuat kepada bisnis Anda, namun bisnis Anda masih tidak mau bergerak. Maka Anda harus memeriksa, mungkin ada "gaya-gaya" lain yang mempengaruhi bisnis Anda. Yang bisa jadi bahkan berlawanan dengan gaya dorong Anda. Seperti halnya gaya gesek rem tangan tadi.

Saya bahkan sempat mengalaminya. Dulu saya pernah mati-matian berjualan sebuah software online trading yang sangat bagus. Namun, bisnis saya tidak dapat bergerak, karena regulasi pada waktu itu tidak memungkinkan software yang saya jual untuk segera digunakan. "Gaya" yang saya berikan dalam bentuk modal, tenaga kerja, infrastruktur dan waktu, kalah dengan gaya gesek dari regulasi yang lebih kuat. Namun hal ini tidak selalu dalam pengertian negative. Misalnya, pengalaman saya belakangan dalam menjual software tools untuk membantu perusahaan menerapkan pengelolaan infrastruktur IT. Meskipun "gaya" yang saya kerahkan tidak sebesar sebelumnya, namun hasilnya justru jauh lebih baik. Usaha saya menggelinding dengan mudah. Ini karena ada faktor "gaya" lain yang positif, yaitu semakin banyaknya perusahaan yang menerapkan "best practice" pengelolaan IT, baik karena regulasi, ataupun dalam rangka good governance. Ini mirip mendorong mobil di jalanan menurun, menjadi ringan karena dibantu gaya gravitasi. Mungkin Anda punya contoh lain?

Dalam keadaan bergerak, bisnis Anda akan sulit berhenti.

Bisnis yang sudah jalan akan cenderung berjalan, kecuali ada gaya yang membuatnya berhenti. Ketika sebuah mobil sudah melaju kencang, sekalipun Anda matikan mesinnya, akan terus berjalan. Tentu saja hingga ada gaya yang membuatnya berhenti, misalnya gaya gesekan dari roda, gesekan rem, dsb. Makanya ketika bisnis sudah berjalan dengan baik, sebetulnya memiliki momentum untuk melaju dengan lancar. Dengan demikian tugas kita sebagai pemilik bisnis sesungguhnya adalah memastikan bahwa tidak ada gaya yang dapat memperlambat atau menghentikan laju bisnis kita. Contohnya, suatu ketika bisnis Anda kebanjiran order, tapi ternyata Anda tidak punya SDM yang cukup, atau Anda tidak mampu membeli bahan baku karena modal kerja Anda habis untuk investasi aktiva tetap, dsb. Dalam hal ini, akibat pengelolaan sumberdaya yang tidak sejalan dengan percepatan usaha, maka usaha yang sedang berjalan bagus tiba-tiba seperti direm mendadak.

Terakhir, pelajaran yang paling penting untuk diingat adalah, bagi Anda yang masih diam belum berani mencoba berbisnis. Ingat prinsip inersia. Semakin Anda diam, semakin berat nanti Anda untuk menggerakkan bisnis Anda. Dan ketika Anda sudah mencoba, maka gerak sekecil apapun akan membuat gerak bisnis berikutnya menjadi lebih mudah. (FR)

Tuesday, November 13, 2007

Detachment

"Habis Gue …. " Demikian ungkap salah seorang teman saya sambil tertunduk lesu. Maklum, usaha nya sedang mengalami banyak cobaan. Saya bertanya, "Yang habis, Lu apa bisnis Lu?". Teman tadi langsung menjawab galak "Apa beda nya … !!". Ya, apa beda nya? Bagi seorang pengusaha, apalagi kelas pemula seperti kami, memang sulit memisahkan antara kami sebagai pemilik bisnis, dengan bisnis yang kami kelola. Bisnis yang kami bangun adalah mimpi yang dari nol kami perjuangkan mati-matian. Kami bukan hanya sebagai pemilik, namun juga sekaligus tenaga penjualan, bagian delivery, pelayanan pelanggan, hingga bagian keuangan. Dari bangun tidur sampai tidur lagi hanya bisnis ini yang kita pikirkan dan kerjakan. Bagaimana mungkin memisahkan kami dengan bisnis kami?

Demikian melekatnya sang pemilik bisnis kepada usahanya. Umumnya yang paling gampang dilihat adalah, uang bisnis adalah uang pemilik, utang bisnis pun adalah utang pemilik. Makanya tidak heran, ketika usaha nya sedang sehat pemilik ikut sehat, namun sebaliknya ketika usahanya sakit, pemiliknya ikutan sakit. Nah ini yang jadi sedikit merepotkan. Karena memang yang namanya bisnis, fluktuasi sering terjadi. Akhirnya, jika maksud menjalankan bisnis sendiri adalah untuk mencapai kebebasan waktu, kebebasan keuangan, bebas dari stress pekerjaan, dsb. Akhirnya malah tidak bebas waktu, tidak bebas keuangan, bahkan hidup menjadi "stress-full".

Tentu bukan hal seperti itu yang kita inginkan. Bisnis seharusnya justru mencerahkan dan membawa kebahagiaan. Dalam hal ini ada satu prinsip dasar dalam mengelola bisnis dengan bebas-stress yang sering dilupakan, yaitu prinsip "bebas dari keterikatan" (detachment).

Anda Bukan Bisnis Anda

Ini prinsip dasar yang harus Anda pegang. Bahwa Anda bukanlah bisnis Anda. Anda juga bukan pekerjaan Anda. Mengidentifikasikan diri Anda dengan bisnis atau pekerjaan Anda seperti mengidentifikasikan pemain sepak bola dengan seragam tim-nya. Seragam tim bisa berganti-ganti, namun seorang pemain bola yang baik akan selalu menjadi pemain bola yang baik. Demikian pula diri Anda yang sejati adalah mulia, bahagia dan berkelimpahan. Bisnis hanyalah salah satu sarana untuk mengalami keberlimpahan Anda. Bisnis bisa naik dan turun, bisa rame bisa sepi, bisa datang dan pergi. Namun diri Anda yang sejatinya selalu berbahagia dan berkelimpahan itu, tidak akan pernah tergoyahkan.

Lihatlah para konglomerat yang bisnisnya babak-belur selama krisis moneter. Bisnisnya bisa bangkrut, disita bank, dilikuidasi, dsb. Namun mereka tidak pernah "habis". Karena mereka bukanlah bisnis mereka. Mereka sudah mengenali diri mereka yang sejati. Yang tidak tergoyahkan, dan mampu bangkit memulai bisnis yang lain lagi.

Menjaga Jarak

Menjaga jarak dengan bisnis Anda merupakan dasar untuk selalu bersikap obyektif. Karena sangat terlibat dan melekat dengan bisnis, seringkali kita sebagai pemilik usaha sulit bersikap obyektif terutama ketika masalah membelit bisnis kita. Misalnya, jumlah hutang yang sudah tidak masuk akal dibanding dengan hasil usaha, kita justifikasi dengan "kalau mau sukses ya harus berani berhutang". Dan ketika masalah terjadi, tiba-tiba saja kita tidak sanggup lagi mengurai benang kusut, dari mana mulai nya dan bagaimana nanti ujungnya. Karena subyektif, biasanya yang dikemukakan adalah opini dan ungkapan emosional. Misalnya, bahwa "ini perlu untuk usaha", "kalau mau sukses ya harus siap berkorban", dsb. Dan bukan fakta-fakta obyektif yang dapat menyelamatkan usaha Anda. Bahkan ada teman saya yang nyata-nyata usaha nya merugi dan aktifitasnya menggerus cash-flow setiap bulan, masih melakukan hal yang sama tanpa upaya perbaikan. "This is my way ...!" demikian kalau diingatkan.

Dengan menjaga jarak, kita mengamati usaha kita sebagai orang lain. Bayangkan saja kita adalah orang lain yang sedang melihat fakta-fakta usaha secara obyektif. Berapa revenue nya, berapa besar cost nya, berapa profit nya, berapa kewajiban hutangnya, berapa prospek yang datang per bulan, berapa customer yang dapat di tangani per bulan, dst. Dari fakta-fakta obyektif tadi akan lebih mudah bagi kita untuk merencanakan perubahan, pertumbuhan usaha, ataupun penyelesaian masalah.

It's Just a Business

Pada akhirnya, ... ini hanya bisnis kok. Hanya alat bagi kita untuk memberi dan menerima di dunia yang fana ini. Anda tidak perlu meratapi ketika ia pergi. Tidak perlu juga pongah dan menepuk dada ketika dia datang. Mirip permainan. Tidak perlu nangis garuk-garuk aspal kalau kalah, tidak perlu juga terbahak-bahak sampai lemas kalau menang. Hanya bisnis saja. Jadi kalah atau menang bersikap biasa-biasa saja. Hari ini kalah, besok masih bisa menang di permainan yg lain. Bisnis adalah permainan yang luar biasa mengasyikkan, apalagi jika dijalani dengan prinsip yang bebas stress. Jadi, tunggu apa lagi: Ayo main yang bagus !! (FR).