Monday, October 13, 2008

The Dip

Jumat minggu lalu menjadi hari yang sedikit menegangkan. Setelah puas berlibur selama Lebaran, ternyata urat syaraf harus langsung tegang. Bagaimana tidak, nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS terus mengalami depresiasi hingga sempat menembus batas psikologis Rp.10,000 per dollar AS. Beberapa rekan sesama pengusaha IT terang-terang-an menyatakan kekhawatirannya. Apalagi bagi mereka yang fokus bermain di penjualan hardware. Kenaikan nilai tukar Dollar jelas akan mempengaruhi harga jual produk mereka. Bahkan diantara teman saya ada yang sudah terlanjur memegang kontrak pembelian dari customer dengan nilai Rupiah. Bisa dibayangkan, kenaikan dollar seperti ini jelas memunculkan potensi kerugian yang tidak sedikit.

Berita menegangkan dari Pasar Uang tadi dilengkapi dengan kondisi yang setali tiga uang di Pasar Modal. Bursa Efek Indonesia minggu lalu di suspensi oleh otoritas karena didera aksi jual hingga Indeks Harga Saham Gabungan mengalami kejatuhan hingga lebih dari 10%. Mau tidak mau, dua kejadian tadi menyisakan sebuah pertanyaan besar: Apakah kita diambang krisis ekonomi?

Saya kembali terkenang dengan masa-masa krisis sepuluh tahun lalu. Krisis ekonomi berkepanjangan yang dipicu oleh krisis moneter, dan akhirnya merembet ke krisis politik dan krisis multi dimensi, yang bahkan hingga hari ini belum tuntas kita atasi. Terbayang kembali masa-masa sepuluh tahun lalu yang dipenuhi dengan berita penutupan bank, perusahaan yang gulung tikar, dan PHK besar-besar-an. Kembali pertanyaan besar tadi mengganggu pikiran saya: Akankah kita dihantam krisis kembali? Haruskah terjadi gelombang PHK lagi? Dan yang lebih penting lagi, dapatkah usaha-usaha kecil dan menengah, seperti usaha saya, terus bertahan? Haruskah usaha-usaha kecil dan menengah yang beberapa tahun lalu mulai bermekaran di Republik ini harus terhempas oleh badai krisis?

Padahal beberapa tahun ini, benar-benar merupakan tahun keemasan bagi kami pelaku usaha kecil. Usahawan-usahawan muda bermunculan dengan semangat dan gairah baru. Iklim usaha yang kondusif. Situasi politik relatif stabil, suku bunga terjaga dalam level yang rendah, dan nilai tukar Rupiah tidak sangat fluktuatif. Meski harga BBM sempat mengalami kenaikan, namun secara umum bisnis berjalan dengan baik. Dan kemudian, terjadilah krisis keuangan di pusat ekonomi dunia, Amerika Serikat. Krisis yang mau tidak mau akan dirasakan dampaknya oleh semua pelaku ekonomi di planet ini.

Ibarat sedang berjalan melintasi dataran yang landai dan nyaman, dan tiba-tiba di depan ternyata ada sebuah jurang besar menghadang. Rupanya inilah moment yang oleh Seth Godin disebut sebagai fenomena sebuah “cekungan” (The Dip). Sebuah moment yang akan menentukan, apakah kita akan berhenti, atau bertahan. The Dip adalah sebuah batas, yang akan menentukan, apakah kita akan menjadi yang terbaik, atau menjadi yang kebanyakan, berhenti dan meratap di tepian The Dip.

Bagaimana jika krisis ekonomi benar-benar terjadi? Bahkan dengan tingkat yang sama atau lebih parah dari krisis sebelumnya? Akankah saya berhenti atau bertahan? Kalau saya pribadi, ternyata ada lebih banyak alasan untuk maju terus melewati The Dip, seberapa dalam pun cekungan ini nanti akan terjadi.

Alasan Pertama: Semua pihak akan mengalami Krisis. Bukan hanya kita sendirian yang akan menghadapi krisis. Kalau krisis hanya kita alami sendirian, sementara kompetitor tidak mengalami, maka ini akan memberikan advantage bagi kompetitor kita. Krisis ekonomi global tidak akan menyisakan ruangan bagi siapapun. Ibarat hujan besar yang mengguyur sebuah permainan sepakbola dan membuat seluruh pemain di lapangan menjadi basah. Semua pemain akan menghadapi tantangan yang sama. Dalam posisi seperti ini, tidak ada pihak yang akan menjadi lebih unggul karena krisis. Kecuali kalau kita memutuskan berhenti atau melambat karena krisis, maka sama artinya dengan memberikan advantage bagi kompetitor kita.

Alasan Kedua: Dampak Krisis paling dirasakan oleh mereka yang besar. Pengalaman selama Krisis 1998, justru para pemain besar-lah yang akan merasakan dampak krisis dengan lebih berat. Perusahaan-perusahaan besar, memiliki transaksi-transaksi, hutang-piutang, termasuk pinjaman-pinjaman, menggunakan mata uang asing dalam jumlah besar. Mereka adalah pihak-pihak pertama yang akan merasakan dampak dari fluktuasi nilai tukar mata uang. Mereka juga sangat tidak fleksibel dalam melakukan langkah-langkah penghematan. Untuk menyusun ulang budget, ada langkah-langkah birokratis yang harus dilalui. Demikian juga dalam membuat keputusan dalam reorganisasi, keputusan melakukan diversifikasi produk, pasar, dsb. bukanlah keputusan-keputusan yang bisa dibuat dalam waktu cepat. Usaha kecil, sebaliknya, sangat fleksibel. Reorganisasi, ganti produk, bahkan ganti pasar, diputuskan sendiri oleh owner dan bisa langsung diimplementasikan saat itu juga. Tidak heran, di era Krisis pada masa lalu, sektor usaha informal seperti industri rumah tangga dan para penjual lapak di kaki lima, justru mampu bertahan. Fleksibilitas yang menjadi advantage usaha kecil inilah yang akan saya manfaatkan sebaik-baiknya.

Alasan Ketiga: Krisis selalu memunculkan peluang. Jika produk atau jasa yang kita tawarkan adalah sebuah kebutuhan, maka sebenarnya pasar tidak akan pernah pergi meninggalkan kita. Hanya pergeseran-pergeseran yang akan terjadi. Dari kacamata usaha, peluang-nya bisa jadi sama manis nya. Orang yang biasa membeli baju seharga Rp. 1 juta, pada saat krisis, mungkin akan turun kelas membeli baju seharga Rp. 100 ribu. Ini peluang bagi mereka yg menjual baju seharga 100 ribu. Mereka yg biasa memakai parfum asli, mungkin akan mencari parfum refill. Yang biasa memakai mobil, mungkin akan membeli motor, yang biasa makan di resto mungkin akan mencari kafe tenda pinggir jalan, yang biasa nonton di bioskop, mungkin akan menyewa DVD, yang biasa liburan di luar negeri, mungkin akan memilih liburan di dalam negeri yang tidak kalah eksotis. Dan seterusnya.

Pergeseran-pergeseran ini yang membuat saya yakin, The Dip yang akan membentang di depan kita akan dapat kita lewati. Pasti melewatinya tidak dengan mudah. Namun bukan sesuatu yang mustahil. Dan ketika Anda kelak berhasil melewatui The Dip, dan berdiri di seberang sana, Anda telah membuktikan diri bahwa Anda sudah menjadi yang lebih baik. Bahkan mungkin yang terbaik di bidang yang Anda tekuni. (FR).

2 comments:

Kreditmart said...

Salam Sahabat Selalu

Deni Sutisna said...

mas minta ijin link blognya ya....tulisannya inspiratif sekali...terimakasih