Sunday, June 24, 2007

Something Happened On the Way To Heaven

Judul di atas adalah judul lagu Phil Collins, yang dinyanyikan di era solo karirnya setelah keluar dari supergrup Genesis. Kalau Anda terbiasa mendengarkan lagu-lagu Genesis pada masa Phil Collins masih menjadi drummer dengan lead vocal Peter Gabriel, mungkin Anda kurang suka lagu yang sedikit groovy tadi. Tapi memang harus diakui kemampuan Phil Collins untuk beradaptasi dengan selera pasar dan merangkul generasi yang lebih muda. Termasuk dalam lagu bertemakan cinta yang judulnya saya pinjam ini, Phil Collins mampu mengungkapkan dengan sangat baik, betapa dalam hidup kadang bisa saja terjadi bahwa segala sesuatu yang tampaknya berjalan dengan sangat baik, tiba-tiba berubah menjadi buruk. Perumpamaanya bagaikan perjalanan yang indah menuju surga. Namun tiba-tiba sesuatu terjadi, dan kita batal pergi ke surga. Dan tinggal kita merenung dan menyenandungkan lagu Phil Collins tadi, " how can something so good, go so bad … how can something so right, go so wrong …"

Dalam bisnis hal demikian juga seringkali terjadi. Paling tidak saya pernah mengalaminya. Ketika pertama kali terjun ke dunia bisnis. Saya memulai dengan mulus dan sempurna. Saya dan tim saya sudah memiliki impian yang luar biasa, kami sudah share impian kita dengan orang-orang terdekat , dan memperoleh dukungan yang luar biasa dari orang-orang tercinta. Modal uang yang tidak sedikit sudah disiapkan, rencana yang sangat matang sudah disusun dengan berbagai skenario, dan relasi bisnis sudah siap mendukung. Kami pun langsung take action. Kami menyewa kantor yang mahal, dan merekrut karyawan, dan langsung menggeber berbagai event dan seminar untuk memperoleh awareness. Keanggotaan club bisnis yang mahal juga kami jalani untuk berpromosi. Bahkan, event kami selalu memperoleh eksposure yang luar biasa dari koran dan majalah bisnis. Waktu itu tiada hari kami lalui tanpa seminar dan presentasi ke berbagai perusahaan besar. Selalu tampil berjas dan berdasi, menggelar berbagai seminar, segala tepuk tangan, wawancara, sorot kamera dan jepretan foto, membuat hati ini melambung, serasa "melayang menuju surga". Penjualan sepertinya akan melampaui rencana, dan keuntungan yang besar sudah membayang di depan mata. Kemudian "something happened on the way to heaven". Ada beberapa faktor regulasi baru yang akan menghambat penggunaan produk kami oleh prospek-prospek kami. Satu demi satu mereka pun menunda dan membatalkan untuk menggunakan produk kami. Bisa Anda tebak selanjutnya. Gak jadi deh ke surga nya … hahaha.

Dalam berbagai skalanya, "something happened on the way to heaven", mungkin juga pernah Anda alami. Entah itu bisnis yang semula bagus tiba-tiba memburuk, hubungan percintaan yang baik-baik saja, namun tiba-tiba memburuk, atau project yang sedang Anda kerjakan, yang semula sempurna, namun tiba-tiba berantakan. Jika Anda mengalaminya, menurut saya ada tiga hal yang bisa Anda lakukan:

Menerima Kenyataan.

Hal yang paling sulit adalah menerima kenyataan, bahwa apa yang sudah direncanakan tidak akan berjalan. Sehingga kadang kita malah membuang-buang waktu dan tenaga untuk mencoba membalik keadaan. Disini kita harus dapat berpikir jernih dan jujur. Kalau memang kapal sedang tenggelam, maka terima kenyataan bahwa kapal sedang tenggelam, bukan berpura-pura bahwa kapalnya baik-baik saja, dan terus dipaksa berlayar. Ini sangat penting, karena hanya dengan menerima kenyataan, maka kemudian kita bisa menentukan tindakan yang benar. Misalnya kapalnya sedikit lagi akan tenggelam, ya kita cepat-cepat menyelamatkan diri, bukan memaksa mengembangkan layar.

Menerima juga berarti tidak mengutuki apa yang sudah terjadi. Apalagi terjebak dalam frustrasi atau bahkan sampai ingin bunuh diri, aduh … amit-amit. Segala sesuatu terjadi pasti ada purpose nya. Mungkin saja, "perjalanan ke surga" Anda yang sekarang tertunda karena Tuhan sedang menyiapkan surga yang lebih besar lagi. Atau, mungkin ada pelajaran bagus yang harus Anda pelajari dalam perjalanan yang gagal kali ini, sehingga perjalanan-perjalanan Anda berikutnya akan lebih mudah dan menyenangkan.

Menerima berbeda dengan menyerah. Dalam hal ini kita menerima apa yang sudah terjadi. Karena percuma jika batin Anda terus memberontak atas apa yang sudah terjadi. Mau berteriak-teriak dan membenturkan kepala di tembok juga, apa yang sudah terjadi tidak akan bisa direvisi lagi. Kita hanya bisa berikhtiar, soal hasil adalah urusan Tuhan. Ini yang kita terima. Namun bukan berarti kemudian kita tidak melakukan usaha apa-apa lagi.

Dengan menolak, mungkin Anda akan meratapi atau menangisi kenyataan. Namun dengan menerima kenyataan, Anda bisa mulai tersenyum.

Ambil Manfaatnya.

Jika sesuatu yang tidak Anda kehendaki bisa menimpa bisnis Anda yang semula tampak begitu baik, artinya ada sesuatu yang tidak Anda pikirkan sebelumnya. Dan ini adalah hal baru yang bisa Anda pelajari. Dengan demikian, justru ketika menghadapi peristiwa yang tidak dikehendaki, maka Anda sedang dalam proses untuk menjadi semakin baik dan semakin baik. Tentu saja ini akan terjadi jika Anda mau jujur mengevaluasi hal-hal apa yang masih harus diperbaiki. Termasuk jujur menerima jika ternyata diri Anda sendirilah yang harus diperbaiki.

Pada dasarnya kita dapat mengambil manfaat yang baik dari setiap hal yang semula kita anggap buruk. Ketika menghadapi penjualan yang sepi, Anda bisa belajar untuk memiliki teknik promosi dan penjualan yang lebih baik. Ketika biaya operasional membengkak dan profit Anda sangat sedikit, Anda bisa belajar banyak dalam hal efisiensi. Ketika Anda kesulitan uang kas, pada dasarnya Anda bisa belajar berhemat … hehehe.

Lebih bagus lagi jika Anda mampu merubah hal yang semula Anda anggap buruk, menjadi sesuatu yang baik. Misalnya, seorang pembalap yang mengalami kecelakaan, daripada meratapi nasibnya, dia dapat menulis buku yang bagus tentang safety dalam balapan. Pengusaha yang nyaris bangkrut karena krisis moneter, mungkin bisa menjadi pembicara yang baik dalam hal menghadpai krisis keuangan. Saya juga pernah menghadapi hal semacam ini. Ketika pusing mencari jalan keluar membayar tagihan sewa ruang kantor yang menumpuk, saya mendapat ide untuk menawarkan barter biaya sewa dengan software yang kami buat.

Ini Belum Berakhir.

Yang terakhir, Anda harus ingat, bahwa tidak bisa melanjutkan "perjalanan ke surga" hari ini, bukan beratrti Anda tidak akan pernah bisa ke surga. Pernah nyaris bangkrut itu tidak berarti Anda selamanya akan bangkrut, belum laku itu tidak berarti bahwa produk Anda selamanya tidak akan laku. Salalu ada kesempatan berikutnya yang Anda dapat manfaatkan. Mundur selangkah tidak apa-apa, asal jangan lupa jujur melakukan evaluasi atas apa yang telah Anda lakukan, melakukan perbaikan, dan coba lagi.

Kalau kata lagunya Lenny Kravitz: It ain't over till its over! (FR)

Thursday, June 07, 2007

Kyai Tanpa Sarung

Anda pasti tahu Bob Sadino. Salah seorang figur pengusaha sukses di Indonesia yang mengawali karirnya dengan berjualan telur secara door-to-door, kemudian menjadi pelopor dalam industri peternakan unggas dan makanan olahan, hingga berhasil membangun kerajaan bisnisnya hingga saat ini. Kemarin saya diundang oleh Pak Budi Utoyo (Leha-Leha Spa), Pak Nyoman Londen (Edola Burger) dan Pak Dodi Mawardi (penulis) untuk berbincang-bincang langsung dengan Om Bob. Sebuah kesempatan langka buat saya pribadi, karena sudah sejak lama saya mengagumi salah satu fenomena bisnis Indonesia ini.

Jika Anda bertemu dan berdialog langsung dengan beliau, dan berharap akan memperoleh tips-tips bisnis instan a la Brad Sugars, besar kemungkinan Anda akan kecewa. Justru seluruh pola pikir Anda akan dijungkir-balik kan, dikocok-kocok, dibuyarkan, dan Anda pulang dalam kebingungan. Saya pun demikian. Namun, di perjalanan pulang, saya merenung, dan ternyata banyak hal yang semula tidak masuk akal, berhasil saya rangkai dalam otak saya menjadi sesuatu yang justru luar biasa jernih dan masuk akal. Betul-betul seperti berdialog dengan seorang Sufi. Nah, Anda tidak perlu ikut kebingungan, berikut catatan pertemuan saya dengan Om Bob, dari sudut pandang dan kesimpulan saya:

Menjadi Goblok

Betul, Anda tidak salah baca. Untuk menjadi pengusaha yang baik, Anda justru harus goblok. Ini bahasa beliau sendiri yang cara bertuturnya sangat khas orang "jalanan". Sekilas terdengar kasar dan mengada-ada. Bahkan Om Bob terkenal dengan ucapan beliau yang kemudian pernah dibukukan: "Kalau Mau Kaya, Ngapain Sekolah?". Ya, seolah-olah beliau sangat anti sekolah, anti belajar, anti membaca dan sebagainya. Padahal, di rumahnya, saya lihat rak buku beliau yang jauh lebih padat dari rak buku saya, jelas beliau makhluk pembelajar. Namun yang membedakan adalah, beliau lebih berorientasi pada tindakan dan belajar langsung dari kehidupan, bukan dari sekolah.

Dan kalau dicermati, justru "menjadi goblok" ini memiliki filosofi yang sangat mendalam. Dengan menjadi goblok, maka Anda sebenarnya selalu dalam posisi mengesampingkan "Mr. I Know" Anda dan terus belajar dan terus maju. Sebaliknya, mereka yang masuk kategori "orang pintar" kadang memiliki beberapa kelemahan yang akan menghambat proses menjadi pengusaha, misalnya:

  • Terlalu menggunakan logika, sehingga tidak berani bermimpi besar. Orang pintar mengandalkan logika, sehingga hanya berani bermimpi dalam batas logika mereka. Sementara orang goblok akan bermimpi jauh melampaui logika mereka.
  • Terlalu banyak menganalisis. Orang pintar melakukan berbagai perhitungan untung rugi dari berbagai metoda dan scenario, sehingga malah tidak berani segera mengambil tindakan. Orang goblok, sebaliknya mengambil keputusan dengan cepat dan berani, dan akan belajar dari kesalahan.
  • Orang pintar karena tahu banyak hal, cenderung ingin mengerjakan semuanya sendiri. Sebaliknya, orang goblok, karena keterbatasannya akan berpikir untuk melakukan rekrutmen dan delegasi kewenangan. Ini yang menyebabkan banyak orang pintar ketika memulai bisnis gagal membentuk tim, karena ingin berada di semua lini.
  • Orang pintar mengandalkan pengetahuan dan informasi dari masa lalu. Ibarat makanan, informasi di masa lalu sudah menjadi basi, sehingga kadang malah meracuni. Orang goblok justru selalu menggali informasi yang segar dan relevan dengan apa yang sedang dikerjakan sekarang.

Manusia Tanpa Tujuan dan Tanpa Rencana

Nah, pasti Anda makin melotot, masa tanpa tujuan? Betul, berulangkali beliau mengatakan bahwa beliau tidak punya rencana dan tidak punya tujuan. Wah, bagaimana bisa? Bukankah selama ini kita diajarkan untuk memiliki tujuan yang jelas dan rencana yang detil untuk mencapai tujuan tersebut? Bagaimana mungkin usaha yang demikian besar dikembangkan tanpa rencana dan tujuan? Ya demikian kenyataannya, menurut Om Bob. Beliau tidak pernah terbebani oleh rencana dan tujuan.

Ada dua kata kunci yang saya tangkap dari Om Bob dalam menjalani hidup tanpa tujuan yang beliau istilahkan "mengalir" tadi. Pertama adalah: Proses. Dengan tidak berpaku kepada tujuan, maka kita akan lebih mengikuti prosesnya, menekuninya, dan memberikan yang terbaik. Kedua adalah: Enjoyment. Om Bob menekankan pada "kenikmatan" mengikuti prosesnya. Pahit dan getirnya menjalani proses, nikmati saja.

Prinsip ini sesuai benar dengan prinsip "goal free living" yang pernah ditulis Stephen Saphiro dalam bukunya yang terkenal itu. Dengan membebaskan diri dari tujuan yang kaku, kita malah akan selalu dapat melihat berbagai kesempatan dan peluang yang kadang tiba-tiba hadir dalam perjalanan kita. Orang-orang yang "goalaholic", seringkali melewatkan berbagai peluang dalam perjalanan hidup mereka karena terpaku pada "tujuan" mereka. Isn't that interesting?

Bebas dari Tiga Belenggu

Ada tiga belenggu yang menurut Om Bob dapat menghambat kita: Pertama: Belenggu Rasa Takut. Ini belenggu yang sangat kuat mencengkeram kita, seperti takut gagal, takut miskin, takut ditolak, dsb. Ini faktor penghambat yang sangat kuat dan harus dipatahkan. Kedua: Belenggu Harapan. Kadang kita berharap terlalu banyak, sehingga malah menjadi belenggu bagi diri sendiri. Belum-belum sudah berharap banyak, dan akhirnya kecewa karena harapan nya tidak tercapai. Dengan membebaskan diri dari harapan, maka Anda akan bebas dari kekecewaan. Menurut saya ini prinsip "detachment" (tidak melekat pada hasil) yang juga sangat dianjurkan oleh Deepak Chopra. Dan ketiga: Belenggu Jalan Pikiran. Ini yang sering menghinggapi "anak sekolahan", yang terbelenggu oleh jalan pikirannya sendiri, sementara realitas di kehidupan masyarakat jauh dari teori yang pernah dipelajari.

Modal Jadi Pengusaha

Dalam kesempatan kemarin, Om Bob membagi-bagikan modal kepada kami semua untuk menjadi pengusaha. Bukan, bukan modal duit. Modal untuk menjadi pengusaha menurut beliau bukanlah sekedar modal yang tangible seperti uang, barang, dsb. Namun justru ada 5 modal yang meskipun intangible namun sangat penting untuk dimiliki semua Pengusaha:

  • Kemauan. Untuk menjadi pengusaha syaratnya sungguh simple. Anda mau. Kalau Anda tidak memiliki kemauan yang tulus dan kuat untuk menjadi pengusaha, maka lupakan bahwa Anda akan menjadi pengusaha.
  • Tekad atau Determinasi. Yaitu tekad yang sangat kuat dan bulat, yang tidak akan tergoyahkan oleh keadaan apapun, untuk menjadi pengusaha.
  • Keberanian mengambil peluang. Menjadi pengusaha berarti berani ambil tindakan ketika peluang lewat didepan mata.
  • Tahan Banting dan Tidak Cengeng. Om Bob melukiskan bahwa, kesuksesan hanyalah titik kecil diatas gunung "kegagalan" atau penderitaan. Bagi beliau gagal itu baik, karena dengan gagal kita belajar dan menjadi lebih baik. Maka, seorang pengusaha harus tahan banting, dan tidak ada tempat untuk cengeng.
  • Bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa. Ini yang sangat sering beliau ingatkan, bahwa kita harus selalu mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan YME. Syukuri segala yang telah dicapai selama ini.

Dari Hitam Putih menuju Ikhlas

Menurut saya, Om Bob ternyata adalah seorang spiritualis dengan tingkat pemahaman yang sudah melampaui kebanyakan orang. Beliau menyandarkan hidupnya total kepada Allah SWT. Menurut beliau, manusia tumbuh melalui beberapa tahap: Tahap pertama adalah tahap "hitam putih", dimana kita mengandalkan logika semata. Selalu berpikir dalam kacamata hitam atau putih, benar atau salah, dan 2 + 2 selalu 4. Tahap kedua adalah tahap "kearifan" atau "kebijaksanaan", dimana kita sudah bisa memberi makna dibalik yang hitam putih tadi. Bahwa dibalik hitam, kadang ada putihnya, pada sesuatu yg putih, kadang ada hitamnya. Nah, tahap yang ketiga adalah tahap "kosong", atau "total surrender", atau ikhlas. Dimana kita percaya sepenuhnya bahwa semua sudah diatur oleh Tuhan YME. Nah, silakan dinilai sendiri Anda nyampai tahap yang mana?

Dari sini kita paham. Mengapa beliau tidak punya rencana? Karena beliau memiliki Sang "master planner". Dan mengapa beliau tidak punya tujuan? Karena beliau tahu bahwa hidup beliau Tuhan yang menentukan. Karena yakin, maka beliau ikhlas menjalani kehidupan ini. Bahwa kemudian beliau memetik hasil seperti sekarang, semata hanyalah akibat dari tindakan yang terus menerus beliau lakukan.

Anda setuju? Kata Om Bob, terserah Anda untuk setuju atau tidak. Beliau memang tidak pernah memaksa orang sepaham dengan beliau. Menurut saya, beliau adalah contoh manusia yang sudah mencapai tahap "total surrender" tadi. Tidak berlebihan, jika atas usul salah seorang rekan, kami yang hadir kemarin sepakat bahwa Bapak Haji Bob Sadino ini pantas dijuluki sebagai "Kyai Tanpa Sarung". (FR)