Wednesday, July 18, 2007

LOA Semudah 1,2,3

Banyak teman yang mengatakan pada saya, bahwa mereka umumnya sudah pernah mengalami sendiri berjalannya hukum Law of Attraction (LOA). Bahwa pikiran dan perasaan Anda, akan menarik hal-hal yang berkesuaian kedalam hidup Anda. Likes attract likes. Ini mungkin banyak yang sudah pernah mengalami. Dari sekedar Anda ingat seorang teman, tiba-tiba teman tadi menelpon. Hingga pada saat Anda berniat menjalankan bisnis, tiba-tiba ada kesempatan bisnis yang datang tidak terduga. Namun, hampir semua umumnya terjadi di luar kesadaran. Sementara untuk "menggunakan" LOA secara sadar, kelihatannya masih agak sulit.

Padahal menerapkan Law of Attraction (LOA) secara sadar, ternyata semudah 1,2,3. Paling tidak begitu kata Michael J. Losier. Beliau ini pengarang buku "Law of Attraction" (2006), yang pemikiran-pemikirannya banyak terinspirasi oleh Jerry dan Ester Hicks. Tidak hanya Losier, konsep yang diajarkan Joe Vitale pun banyak yang mirip dengan konsep dari Ester Hicks. Bahkan di Indonesia banyak praktisi LOA, pengajar, dan motivator yang sering mengajarkan ini. Namun sayangnya, karena buku dan tulisan yang banyak beredar di Indonesia jarang menyebut referensi nya dari mana, maka ketika ada beberapa detil yang hilang, jadi sedikit membingungkan. Selain itu, banyak teman saya yang mengalami kesulitan melakukan teknik-teknik visualisasi canggih seperti yang sering diajarkan. Saya juga begitu. Saya termasuk orang yang lebih mudah menulis daripada bervisualisasi. Jadi kadang niatnya saja bervisualisasi, tapi ujung-ujungnya malah ketiduran.

Nah, akan saya coba sampaikan 3 langkah mudah menerapkan LOA menurut Michael J. Losier, yang menurut saya cukup lengkap namun sederhana. Anda yang sudah mencoba LOA secara sadar silakan membandingkan dengan praktek Anda. Tiga langkah ini oleh Michael J. Losier disebut sebagai "Deliberate Attraction". Maksudnya proses attraction yang kita lakukan secara sadar. Ah, jangan kepanjangan, mari kita mulai saja.

Satu.

Kalau Anda pernah nonton film the Secret, Anda pasti ingat wajah Pak Tua Bob Proctor, yang dengan muka serius bertanya: "what do you really want?" Di sampul DVD asli nya bahkan ada selembar kertas kosong, dimana Bob meminta kita menuliskan, apa sebetulnya yang kita mau. Memang langkah awal ini penting. Michael J. Losier menyebut langkah pertama ini sebagai langkah mengidentifikasikan hasrat kita (identify your desire). Mengidentifikasikan apa yang sebetulnya kita inginkan. Nah, ini yang gampang-gampang susah. Biasanya ketika ditanya "jadi sebetulnya kamu mau apa?", mulut langsung terkunci, pikiran jadi blank. Atau sebaliknya, nyerocos tanpa henti dari A sampai Z, sampai gak jelas mau apa. Nah, supaya jelas gunakanlah "clarity through contrast worksheet".

Caranya? Pertama, tentukan dulu di "prominent area" apa Anda ingin identifikasikan hasrat Anda ini. Misalnya, dalam area karir, keuangan, kesehatan, keluarga atau asmara juga boleh, kalau mau. Katakan Anda akan membuat worksheet untuk keuangan, maka ambil selembar kertas, tulis judulnya: Kondisi Keuangan Idealku. Ini contoh saja, Anda bisa kreatif sedikit lah. Misalnya kalau soal asmara, tulis saja: Pacar Idealku, dsb.

Di bawah judul, buat tabel dua kolom. Kolom sebelah kiri sebut saja kolom "contrast". Di kolom ini cantumkan hal-hal yang Anda tidak mau terjadi. Karena manusia memang aneh. Ketika disuruh mengungkapkan hal-hal yang gak disukai biasanya lebih gampang. Tuliskan satu item untuk satu baris. Misalnya kalau dalam hal keuangan: 1. Selalu kekurangan uang, 2. Penghasilan pas-pas an, 3. Penghasilan gak naik-naik, 4. Cuma mengandalkan penghasilan dari satu sumber, 5. Penghasilan tidak cukup untuk menyekolahkan anak di sekolah terbaik, dst. Gampang kan? Sounds familiar? Hehehe … maaf ya, saya gak maksud nyinidir siapa2. Tuliskan sebanyak yang Anda mau.

Kemudian, baca setiap item. Dan kemudian tanyakan: "Jadi, apa yang kamu inginkan? Nah, lalu tulis jawabannya di kolom sebelah kanan, kita sebut saja kolom "clarity". Misalnya item 1: "Selalu kekurangan uang". Ini tidak Anda inginkan, jadi tanyakan: "Jadi, apa yang kamu inginkan?", nah tulis jawaban Anda, misalnya: "Selalu memiliki uang dalam jumlah yang stabil dan melimpah". Jawaban ini yang kita tulis di kolom clarity, dan kemudian jangan lupa coret kalimat di kolom contrast. Selesai satu item, ulangi untuk setiap item yang sudah Anda tulis.

Akhir dari langkah pertama ini, Anda akan memiliki daftar apa yang sebetulnya Anda inginkan. Anda bisa membuat beberapa worksheet sesuai prominent area yang sedang ingin Anda kerjakan.

Dua.

Nah, setelah jelas keinginan Anda. Langkah ke dua adalah memberi perhatian dan perasaan atas keinginan tadi, sehingga vibrasi nya akan semakin kuat. Michael J. Losier termasuk yang skeptis dengan efektifitas afirmasi tradisional, sehingga menganjurkan untuk memodifikasi. Alternatifnya? Dengan membuat "Desire statement". Nah, ambil kertas kosong lagi. Hehehe … saya lupa mengingatkan ya, Anda harus sediakan alat tulis dan kertas banyak2. Kemudian tulis desire statement Anda dalam tiga bagian. Alinea pertama, adalah opening sentence, tuliskan: "Saya sedang dalam proses menarik segala sesuatu yang perlu saya lakukan, ketahui, dan miliki untuk menarik …."Nah, titik2 nya silakan diisi sesuai judul prominent area yang sedang Anda kerjakan. Misalnya, dari contoh di atas adalah "situasi keuangan ideal saya".

Bagian kedua adalah batang tubuh (body) desire statement itu sendiri. Disini Anda mulai berikan perhatian dan perasaan. Anda tuliskan kembali poin-poin keinginan yang sudah Anda identifikasikan di clarity through contrast worksheet, kedalam kalimat-kalimat positif yang penuh emosi. Caranya dengan menggunakan kata-kata seperti: "Saya sangat senang, bahwa …", "Saya sangat bahagia dan bersemangat, mengetahui bahwa …". Dan semacam itu. Contoh? Misalnya: "Saya sangat bahagia dan bersemangat bahwa kondisi keuangan ideal saya memungkinkan saya selalu memiliki uang dalam jumlah yang stabil dan melimpah", dsb. Rasakan emosi nya sewaktu Anda menuliskan. Apalagi kalau sudah menyangkut keluarga. Misalnya, "Saya sangat berbahagia dan penuh semangat, bahwa kondisi keuangan ideal saya memungkinkan saya menyekolahkan anak saya di sekolah yang terbaik …". Bagian ini bisa terdiri dari beberapa alinea sesuai jumlah desire yang sudah Anda identifikasikan.

Bagian ketiga adalah penutup. Tuliskan satu alinea yang menjadi closing sentence, misalnya: "Law of Attraction bekerja dan menggerakkan apa yang perlu terjadi untuk terwujudnya hasrat saya". Oh ya, ini contoh saja dari Michael Losier. Anda mungkin kurang sreg dengan bunyi kalimatnya. Menurut saya, ya Anda harus sreg dengan apa yang Anda tuliskan, jadi silakan dimodifikasi sendiri. Point nya adalah memberi perhatian dan perasaan pada point2 yang sudah Anda identifikasikan.

Tiga.

Bagian ketiga adalah "allowing". Ya meskipun Anda memiliki hasrat yang membara, namun jika disertai dengan keraguan yang kuat, sama saja anda tidak membiarkan LOA bekerja. Umumnya yang membatasi adalah keraguan bahwa apa yang sudah Anda tulis akan ditarik kedalam hidup Anda. Tapi tenang, karena sekali lagi Losier memberikan kita cara praktis. Nah, kalau Anda masih punya cukup persediaan kertas, ambil selembar lagi, dan siaplah menulis "allowing statement". Tujuannya adalah menyingkirkan keraguan Anda.

Caranya? Pertama biarkan keraguan Anda muncul melalui pernyataan "tapi …" dan "karena …". Biasanya setelah membaca Desire Statament Anda muncul berbagai keraguan, tuliskan saja. Misalnya, keragan Anda adalah: "Tapi … saya saat ini tidak punya uang sama sekali, karena … saya nyaris bangkrut …". Tulis. Berapapun banyaknya keraguan Anda, tulis semua. Paling tidak selesai latihan ini, Anda jadi lebih pandai menulis, hehehe … Kemudian, atas pernyataan yang sudah Anda tulis, sampaikan pertanyaan: "Adakah di dunia ini orang yang (dalam kondisi seperti Anda), namun bisa mencapai (kondisi ideal Anda)?". Misalnya dalam contoh ini, maka pertanyaannya adalah: "Adakah di dunia ini, orang yang nyaris bangkrut, namun kemudian bisa memiliki kondisi keuangan yang stabil dan berlimpah?". Ingat baik-baik, apakah ada orang yang seperti itu. Saya yakin pasti ada. Nah, Jawab pertanyaan tadi secara tertulis. Misalnya, "Di dunia ini, banyak sekali orang yang pernah hampir bangkrut, namun bisa bangkit dan memiliki keuangan yang berlimpah …". Anda akan rasakan bahwa keraguan Anda tidak beralasan sama sekali, karena ada orang lain yang pernah dalam kondisi seperti Anda namun bisa mewujudkan hasrat yang Anda inginkan.

Demikian beberapa latihan yang pernah saya baca dari buku Law of Attraction nya Michael J. Losier. Tentu tidak sampai disitu saja, ada beberapa latihan praktis lagi yang akan semakin memperkuat vibrasi untuk menarik yang Anda inginkan. Misalnya dengan membuat "book of proof", dimana Anda catat semua kejadian yang menjadi bukti bahwa LOA yang Anda niatkan terjadi. Kemudian membuat "appreciation and gratitude statement", dimana setiap hari Anda menulis jurnal yang isinya rasa syukur dan apresiasi Anda atas kejadian-kejadian positif yang mulai terjadi pada diri Anda. Sekecil apapun.

Relatif mudah bukan? Nah kini Anda siap mencoba membuktikan LOA secara sadar. Selamat mencoba. (FR)

Tuesday, July 17, 2007

Menghadirkan Kebahagiaan

Wahai Anda para pencari kebahagiaan, ada ucapan tiga orang yang ingin saya kutip, dan mohon Anda baca dan renungkan baik-baik:

"Sekarang saya jauh lebih baik, secara fisik, finansial, mental dan hampir dalam segala hal …" (JW)

"Sebuah pengalaman yang luar biasa …" (MB)

"Saya belum pernah bisa menghargai orang lain seperti yang saya rasakan sekarang …" (CR)

Ucapan-ucapan yang luar biasa bukan? Ucapan yang pantas diucapkan oleh orang-orang yang telah mencapai puncak kebahagiaan. Anda mau menjadi seperti mereka? Jika saya katakan bahwa mereka bertiga mengucapkan kalimat di atas selepas mengikuti sebuah pelatihan, Anda mau mengikuti pelatihan tadi? Mau … ? Wah, banyak yang langsung menganggukkan kepala.

OK, mungkin perlu sedikit dijelaskan tentang siapa yang mengucapkan kutipan di atas. JW, adalah Jim Wright, mantan anggota House of Representative Amerika Serikat yang dipaksa mundur secara tidak hormat karena melanggar kode etik, MB adalah Moreese Bickham, mantan napi, kutipan diatas adalah ucapan selepas masa tahanannya, dan CR adalah Christopher Reeves, sang Superman yang mengucapkan kalimat di atas setelah terkena lumpuh. Semua mengucapkan ucapan di atas setelah menjalani "pelatihan" yang sangat berat dalam hidupnya. Nah, Anda mau mengikuti "pelatihan kebahagiaan" seperti mereka? Gak mau? Hehehe … kok sekarang gak mau?

Ya, Anda mungkin serentak menggelengkan kepala. Sekaligus mungkin jadi penasaran bagaimana mungkin orang dapat mengucapkan hal-hal yang demikian luar biasa, justru setelah mengalami musibah. Sementara Anda mungkin sudah mengikuti puluhan pelatihan motivasi dan melahap ratusan buku self help, dan belum mampu mengucapkan kalimat-kalimat seperti di atas.

Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Tapi apakah kebahagiaan itu? Apakah pengertiaan kebahagiaan menurut "seorang" Lori dan Reba Schapel, pasangan kembar siam yang sangat berbahagia dan mampu berprestasi, yang hingga dewasa tidak pernah bersedia menjalani operasi pemisahan, sama dengan kebahagiaan seorang Paris Hilton yang rupawan dan mewarisi kerajaan bisnis Hilton, namun masih harus repot dengan urusan penggunaan obat terlarang?

Jadi, jika kebahagiaan begitu penting, lalu apakah kebahagiaan itu?

Siapakah yang lebih bahagia, George Eastman pelopor proses fotografi, salah satu pelopor prinsip manajemen modern, dan pendiri Kodak, yang penjualan kamera nya menguasai dunia itu, atau Adolph Fischer, anggota serikat buruh dalam sejarah Amerika Serikat yang ditangkap atas tindakan yang tidak pernah dilakukan, diadili dengan saksi bayaran, dan dihukum mati? Anda, dan juga saya, tentu yakin George Eastman lebih bahagia. Namun kenapa justru Fischer yang mengatakan "Ini saat paling membahagiakan dalam hidup saya …" beberapa detik sebelum tali gantungan merenggut nyawanya. Dan George Eastman, mati bunuh diri di kamar kerja nya!

Kutipan di atas saya ambil dari buku "Stumbling on Happiness " yang ditulis secara sangat cerdas oleh Daniel Gilbert. Buku yang merangkum pemikiran-pemikiran mutakhir tentang kebahagiaan dengan cara yang sangat humoris ini memang dalam banyak detilnya mampu mengguncang pengetahuan dan keyakinan kita tentang kebahagiaan. Sayangnya tidak ada jawaban instan dalam buku "Stumbling on Happiness". Kalau Anda penggemar cerita detektif dan punya rasa penasaran yang tinggi, Anda akan sangat menikmati tulisan Dan Gilbert yang akan membawa Anda memasuki lorong-lorong pemikiran tentang kebahagiaan. Sebaliknya jika Anda penggemar buku self-help yang berharap mendapat tips praktis, Anda akan kecewa, karena buku ini sama sekali bukan buku self-help. Justru Gilbert sepanjang bukunya menyisakan pertanyaan besar, mengapa manusia selalu gagal untuk memperkirakan hal-hal apa sajakah yang akan membuat diri nya merasa bahagia di masa mendatang.

Kebahagiaan demikian penting, hampir semua sepakat. Always "feel good" demikian pesan di ujung film the Secret nya Rhonda Byrne. Gunakan "the Power of Positive Feeling", demikian pesan Pak Erbe Sentanu dalam bukunya Quantum Ikhlas. Bahkan lebih lanjut beliau mengatakan bahwa kebahagiaan adalah fitrah manusia. Namun mengapa begitu sering kita tidak merasa bahagia. Padahal kita paham kalau dalam hukum Law of Attraction dikatakan "likes attract likes", bahwa perasaan bahagia akan menarik hal-hal yang akan membuat kita bahagia. Namun mengapa begitu sulit untuk selalu menghadirkan rasa bahagia di hati kita.

Kadang kita merasakan kebahagiaan yang meluap, ketika kita sedang berkumpul dan bercanda bersama keluarga. Namun perasaan itu bisa lenyap begitu saja, ketika kita sendirian. Kita merasa begitu bahagia ketika berhasil mewujudkan yang kita inginkan, namun tidak berapa lama rasa cemas dan khawatir kembali menyergap hati kita. Kalau diibaratkan hati kita sebagai rumah, kebahagiaan seringkali hanya mampir sebagai tamu, menginap sesaat, dan pergi lagi, namun masih enggan menetap menjadi penghuni di hati kita. Wah, kalau begini, bagaimana kita bisa selalu "feel good"?

Ada yang mencoba menghadirkan kebahagiaan melalui kepemilikan materi, uang yang banyak, rumah yang mewah, mobil yang bagus. Namun justru semakin tidak bahagia, karena selalu merasa kurang uang, mobilnya kurang bagus, dan rumahnya kurang mewah. Belum lagi kalau mengalami kehilangan materinya. Ada juga yang mencoba mewujudkan kebahagiaan dengan berbagai aktifitas. Mulai dari ikut pesta, berwisata ke luar negeri, hingga nonton konser atau pertandingan olahraga. Namun, rasa bahagia berakhir ketika pesta berakhir. Kebahagiaan pergi ketika mereka harus kembali pulang ke rumah, atau ketika konser atau pertandingan berakhir.

Karena semua yang ingin dimiliki atau dilakukan tadi, ternyata hanya sekedar menghadirkan kesenangan. Namun bukan kebahagiaan.

Jadi, bagaimana menghadirkan kebahagiaan?

Dalam buku "How We Choose To Be Happy" yang ditulis Rick Foster dan Greg Hicks pertanyaan ini menjadi tema sentral. Bagaimana kita bisa menghadirkan kebahagiaan yang terus menerus di hati kita? Ternyata menurut Foster dan Hicks, setelah meneliti orang-orang yang luar biasa bahagia, ada 9 choices yang selalu dilakukan oleh orang-orang tersebut. Jika Anda ingin menghadirkan kebahagiaan secara berkesinambungan dan berkesadaran, Anda bisa mencontoh choices mereka. Cukup panjang kalau dibahas semua. Namun, menurut saya, untuk memulai, paling tidak Anda bisa mencontoh dua hal:

Berniatlah Untuk Bahagia. Kedengarannya begitu sederhana, namun betapa jarang kita lakukan. Bisakah Anda mulai sekarang, setiap hari, meniatkan dan berjanji dalam hati, bahwa hari ini Anda akan merasakan kebahagiaan, apapun pengalaman yang akan Anda alami? Dan sepanjang hari, jaga kesadaran Anda bahwa Anda sudah memilih untuk bahagia, apapun peristiwa yang terjadi di depan Anda. Setiap pagi ketika akan memulai hari Anda, ingatlah lagi komitmen Anda ini.

Bertanggungjawablah. Anda sendiri yang bertanggungjawab atas kebahagiaan Anda. Jadi, mulai sekarang, apapun peristiwa yang Anda alami, pilihan untuk bahagia atau tidak bahagia, ada di tangan Anda. Jangan pernah menimpakan kesalahan ke orang lain. Hilangkan kalimat bahwa: "saya jadi tidak bahagia karena si … " Orang-orang yang luar biasa bahagia, selalu merasa in control, bukan korban atas perbuatan orang lain atau peristiwa yang tengah di alami. Mereka mengendalikan hidupnya secara sadar, dan selalu memilih untuk bahagia.

Dua pilihan yang begitu mudah dibaca, namun cukup menantang untuk dipraktekkan. Saya juga sedang berlatih. InsyaAllah dengan menjalankan dua pilihan orang-orang yang luar biasa bahagia tadi, semoga kebahagiaan dapat lebih betah singgah di hati Anda. Untuk kemudian menetap. Selamanya. (FR)

Thursday, July 05, 2007

Menjadi Jenderal

Betapa besar perbedaan cara kerja seorang Jenderal di masa perang modern dengan Jenderal di masa lampau. Jika Anda pernah menyaksikan film "Ike: The Countdown to D Day", yang dibintangi Tom Selleck sebagai Jenderal Dwight D. Eisenhower, Sang Supreme Commander pada waktu serangan besar-besaran pasukan sekutu ke Normandia, Anda akan bisa menyaksikan bahwa Jenderal Eisenhower bekerja dengan luar biasa melalui pemikiran, strategi dan keputusan yang dibuat dengan penuh perhitungan di war-room nya. Ini berbeda dengan aksi Jenderal Gaius Julius Caesar atau Jenderal Mark Anthony misalnya, yang dapat Anda saksikan di film serial "the Rome". Pada masa kerajaan Romawi tadi, para Jenderal tidak hanya memikirkan strategi dan membuat keputusan, namun juga langsung melakukan aksi fisik di medan pertempuran. Maka di film the Rome Anda dapat menyaksikan Jenderal Mark Anthony yang langsung turun bertempur dan ikut berdarah-darah. Sesuatu yang sulit kita bayangkan akan terjadi pada Jenderal Eisenhower, ataupun Jenderal Norman Schwarzkopf, misalnya.

Anda yang memiliki bisnis juga adalah Jenderal bagi bisnis Anda. Karena mengelola bisnis prinsipnya tidak jauh beda dengan apa yang dilakukan para Jenderal tadi. Sebagai "Jenderal Bisnis" kita juga harus pandai menyusun strategi, mengalokasikan sumberdaya, dan membuat keputusan untuk mencapai tujuan. Kompetisi dengan para pesaing pada market yang terbatas juga mirip dengan pertempuran antar pasukan dalam memperebutkan wilayah tertentu. Dan konsekuensi dari keputusan yang dibuat oleh seorang jenderal bisnis pun bisa berupa kemenangan ataupun kekalahan. Hampir sama dengan hasil suatu peperangan. Idealnya, di jaman modern ini, seorang jenderal bisnis mampu bekerja seperti para Jenderal militer di masa modern seperti Eisenhower atau Schwarzkopf.

Buat saya ini masih menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah. Bagaikan Jenderal masa Romawi kuno, saya lebih sering ikut langsung dalam pertempuran-pertempuran di garis depan. Meskipun sudah berhasil untuk membatasi diri tidak terlibat langsung dalam delivery, namun hingga saat ini saya masih sangat terlibat dalam pemasaran dan penjualan. Ini yang kadang membuat saya mengalami kesibukan yang sedikit di luar batas. Dan ini saya akui sangat melelahkan. Seperti yang saya alami beberapa minggu ini. Kami mendapat begitu banyak opportunity yang sangat menantang. Tentu ini baik buat bisnis. Namun konsekuensinya, saya harus sering terjun langsung dalam mempelajari kebutuhan calon pelanggan, merumuskan konsep solusinya dalam bentuk proposal, hingga melakukan presentasi dan demo solusi yang kami tawarkan. Kadang hal ini memakan waktu yang tidak sedikit. Beberapa minggu ini saya selama beberapa malam hanya bisa tidur 2 – 3 jam, itupun besoknya harus segar kembali karena harus siap melakukan presentasi. Nah, presentasinya sendiri kadang bisa makan waktu seharian. Caaapee deh …

Ini mungkin sindrom pebisnis pemula seperti saya. Sebenarnya yang sekarang sudah lumayan, karena sebelumnya malah lebih parah lagi. Saya terlibat langsung di semua lini. Mulai dari proses jualan, proses delivery, hingga penagihan. Kalau istilahnya Brad Sugars, masih work in the business. Saya kemudian mulai untuk tidak terlibat dalam delivery, karena ini yang paling melelahkan, juga antara lain setelah terinspirasi oleh pemikiran Brad Sugars. Tapi rupanya di area penjualan, saya masih sering keasyikan bertempur.

Delegate !

Saya tahu, Anda pasti berpikir, kenapa saya tidak delegasikan tugas yang melelahkan tadi? Bukankah di berbagai bukunya Brad Sugars dengan jelas mengatakan, bangun system dan delegasikan ke tim. Bahkan kemampuan untuk melakukan pendelegasian ini oleh banyak pemikir seperti John C. Maxwell atau Jeffrey J. Fox dianggap sebagai ukuran kemampuan kepemimpinan seseorang. Jenderal Eisenhower sebelum "D Day" melakukan delegasi kewenangan yang jelas kepada pimpinan angkatan udara, angkatan laut dan angkatan darat yang akanmenjadi eksekutor keputusannya. Seorang Jenderal modern tahu persis, tidak mungkin ia melakukan semua sendirian, tanpa dukungan seluruh anggota tim. Singkatnya, seorang Jenderal bekerja dengan memberikan delegasi kepada tim.

Namun pelaksanaan pendelegasian tidak semudah teorinya. Saya sendiri juga masih terus mencoba. Dan mungkin saya termasuk orang yang sering gagal melakukan pendelegasian. Tapi tidak apa-apa, paling tidak saya jadi belajar. Dalam pengalaman saya, ada beberapa hal yang menjadi penyebab tidak berjalannya pendelegasian:

Pendelegasian tanpa kepercayaan. Pendelegasian artinya memberikan kepercayaan penuh kepada tim Anda untuk melaksanakan. Mungkin seringkali kita "gemas" dengan cara tim kita melaksanakan tugas yang tadinya biasa kita kerjakan. Dan dorongan untuk mengambil alih kembali tugas tadi kadang demikian besar. Tapi apabila ini kita lakukan, maka delegasi yang kita coba jalankan akan berakhir. Ini godaan yang paling sering saya alami. Saya sudah delegasikan, namun saya juga gemas, karena saya tahu saya bisa melakukan dengan lebih baik. Tapi jika semua hal saya ambil alih kembali, kapan jadi Jenderal nya ya?

Pendelegasian tanpa pengarahan. Ini sering sekali dilakukan oleh para Jenderal bisnis pemula seperti saya. Memberikan delegasi kewenangan dengan pola "saya gak mau tahu" dan "pokoknya urusan kamu". Padahal sebagai Jenderal kita harus memberikan arahan apa yang akan dicapai, kenapa harus dicapai, dan bagaimana mencapainya. Pelaksanan tugasnya yang kemudian di delegasikan. Tanpa arahan, tim yang menerima delegasi akan tidak tahu arah.

Pendelegasian tanpa persiapan. Ini juga kerap terjadi. Delegasi diberikan tanpa persiapan atas tim nya sendiri. Belum ada struktur organisasi dan pembagian tugas yang jelas, belum ada prosedur yang jelas, langsung di delegasikan kewenangannya. Bahkan kadang belum jelas apakah anggota tim nya sudah siap atau belum. Kalau belum siap, ya harus disiapkan. Mungkin perlu dilakukan pelatihan, atau di re organisasi dulu tim nya. Memberikan delegasi tanpa persiapan anggota tim, sama saja dengan menciapkan chaos.

Pendelegasian tanpa pengendalian. Pendelegasian tanpa control kadang bagaikan menciptakan api dalam sekam. Kita sudah ciptakan sistemnya, siapkan orangnya, memberikan pengarahan, dan memberikan delegasi penuh kepada anggota tim kita. Dan semua kelihatan berjalan dengan baik. Namun tiba-tiba customer Anda menghubungi Anda untuk menyatakan memberhentikan jasa yang diberikan perusahaan Anda, dan Anda pun kebingungan dimana salahnya. Ini sangat mungkin terjadi jika dalam pemberian delegasi, Anda tidak punya metode yang baku untuk mengukur hasil yang dicapai oleh tim Anda.

Semoga Anda bisa memetik manfaat dari pengalaman saya. Tanpa delegasi, bisnis jadi tidak sehat. Seorang Jenderal tidak seharusnya ikut larut dalam pertempuran sehingga melupakan fungsi utama nya untuk memimpin pasukan mencapai tujuannya. Seorang Jenderal harus lebih sering meluangkan waktu nya untuk hal-hal yang strategis, berpikir tentang masa depan, sehingga bisnis nya memiliki masa depan yang baik. Ah, rupanya masih banyak yang harus saya pelajari. Semoga kita semua mampu menjadi Jenderal bisnis sejati. (FR)