Friday, October 26, 2007

Creative Mind

Konon, di jaman kisah seribu-satu malam, Abunawas pun pernah memutuskan untuk menjadi wirausaha. Abunawas tidak mau lagi menjadi si "Tangan di Bawah", dan bertekad bulat menjadi mereka yang dalam posisi "Tangan di Atas" alias pengusaha. Tidak tanggung-tanggung, Abunawas memutuskan untuk membuka toko pakaian di sebelah toko pakaian Nasarudin yang sudah sangat terkenal di kota Baghdad. Pada hari pertama buka, toko Abunawas pun ramai dikunjungi pembeli. Nasarudin yang sudah menjadi pedagang pakaian selama 25 tahun itu pun dibuat gundah gulana. Maka supaya tidak kehilangan pelanggan, Nasarudin pun memasang papan di depan toko nya, bertuliskan: "Toko Nasarudin: sudah melayani rakyat Baghdad sejak 25 tahun lalu". Tidak mau kalah, keesokan harinya Abunawas pun memasang papan di depan toko nya, dengan tulisan: "Toko Abunawas: Baru buka kemarin, tidak menjual stok lama". Nah, toko Abunawas pun makin rame!

Sesungguhnya dalam berbisnis yang namanya kehadiran pesaing adalah hal yang sangat lumrah. Malah aneh kalau ada bisnis yang gak ada pesaingnya. Namun rupanya dalam kisah di atas, Nasarudin merespon kehadiran pesaing bisnisnya dengan sikap yang berlandaskan pola berpikir "competitive mind". Pikiran yang berdasarkan pada paham kelangkaan (scarcity). Bahwa sumber-daya itu langka, makanya kita harus melakukan kompetisi habis-habisan untuk menguasainya.

Paham ini sungguh kuat berakar dalam otak kita semua. Lihat saja definisi ilmu ekonomi yang banyak ditulis di buku-buku teks misalnya, kita akan menemukan definisi seperti: "allocation of scarce resources to satisfy unlimited wants", atau "study of the choices people make to cope with scarcity", atau "study of how to use our limited resources to satisfy our unlimited wants", dan sebagainya. Kata kunci nya adalah, "keterbatasan sumber daya" dan "kebutuhan yang tidak terbatas". Jadi dapat dibayangkan, dengan paham seperti ini, maka dorongan berkompetisi yang muncul adalah dorongan untuk mengalahkan lawan, atau nanti tidak kebagian. Yang pada akhirnya hanya akan memunculkan ketakutan, keresahan, kekhawatiran, dan sebagainya. Kalau Anda sudah paham prinsip Law of Attraction, bisa dibayangkan vibrasi yang akan terpancar dari pikiran seperti ini.

Sebetulnya ada alternatif yang lebih baik dari pola pikir "competitive mind" yang berlandaskan pada rasa takut (fear) dan kelangkaan (scarcity) ini. Yaitu pola pikir "creative mind", yang berlandaskan pada paham kelimpahan (abundance), bahwa bahwa alam semesta menyediakan sumber daya yang melimpah-ruah. Yang justru tidak akan pernah ada habisnya jika manusia mampu melakukan eksplorasi. Jika competitive mind membatasi diri untuk memperebutkan hal-hal yang sudah ada dan tersedia, maka creative mind justru mendorong kita untuk menciptakan hal-hal yang baru yang mungkin sebelumnya belum pernah ada. Kalau Anda ingin berhasil mengembangkan usaha, maka justru menggunakan "creative mind" ini adalah salah satu rahasia penting, seperti diungkapkan oleh Wallace Wattles dalam bukunya Science of Getting Rich: "…man must pass from the competitive to the creative mind; otherwise he cannot be in harmony with the Formless Intelligence, which is always creative and never competitive in spirit."

Jika kita amati, orang-orang yang sukses luar biasa dalam bisnisnya terbukti menggunakan prinsip ini. Mereka memasuki bisnis dengan "menciptakan" sesuatu yang baru. Menciptakan hal-hal yang sebelumnya belum pernah terpikirkan, dan kemudian sukses. Sebut saja Henry Ford, Colonel Sanders atau Bill Gates sebagai contoh. Anda juga bisa mencari contoh sendiri di sekitar Anda. Sebaliknya pebisnis yang menggunakan "competitive mind", umumnya terjebak pada penyakit "me-too" yang kronis. Ketika orang ramai mendirikan bank, mereka ikut mendirikan bank. Ketika ramai orang mendirikan maskapai penerbangan, semua bikin maskapai penerbangan. Karena tidak terdorong untuk menciptakan hal yang baru, ujung-ujungnya adalah perang tariff, mengorbankan kualitas, dan akhirnya sama-sama kehilangan bisnis.

Bahkan tidak cukup dengan perang harga, di beberapa lingkungan bisnis, tidak jarang kompetisi dilakukan dengan cara yang sudah tidak mengindahkan etika bisnis lagi. Sabotase, mata-mata, pencurian ide, penjiplakan, dsb. Semuanya dilakukan karena ketakutan bahwa jika tidak melakukan hal demikian nanti kalah dari competitor dan tidak kebagian. Karena paham kelangkaan tadi.

Penganut "competitive mind" juga umumnya enggan bekerjasama. Mereka selalu takut "pihak lain" akan merebut kue rejeki yang di mata mereka sudah sempit itu. Sebaliknya, penganut "creative mind" umumnya sangat terbuka untuk melakukan kerjasama. Karena yakin, dengan kerjasama akan tercipta hal-hal baru yang akan mendatangkan bisnis lebih banyak lagi.

Tentu tidak ada salahnya memasuki bisnis yang sudah banyak pemainnya, dan kemudian berkompetisi. Karena kompetisi sendiri tidak akan bisa kita elakkan. Namun bisnis Anda akan lebih dahsyat lagi ketika Anda menggunakan "creative mind", bukan "competitive mind". Dengan dorongan untuk menciptakan hal yang baru, maka Anda tinggalkan rasa takut bahwa Anda akan dikalahkan kompetitor. Anda akan selalu yakin bahwa masih banyak peluang yang menunggu di eksplorasi. Anda akan selalu terbuka bekerjasama dengan siapapun. Sehingga vibrasi yang memancar dari diri Anda adalah vibrasi positif yang harmonis dengan vibrasi alam semesta yang pada dasarnya selalu kreatif itu. Dan semoga dengan demikian, keberhasilan akan semakin cepat Anda raih. (FR)

Thursday, October 25, 2007

Menikmati Perjalanan

Waktu lebaran kemarin saya mudik. Bersama istri dan kedua anak saya, kami menempuh lebih dari 10 jam perjalanan bermobil untuk menuju rumah orang tua saya. Banyak teman saya di Jakarta dan Bandung merasa heran dengan agenda tahunan saya ini. Apakah tidak buang-buang waktu dan tenaga? Kenapa tidak pakai pesawat terbang saja biar cepat?, atau kenapa tidak pulang kampung di hari lain saja?. Ya, saya mengerti, bagi mereka yang tidak pernah mengalami mudik memang yang terbayang adalah macet dan lelahnya perjalanan mudik. Namun buat saya perjalanan mudik itu begitu indah dan menyenangkan. Karena saya menikmati perjalanannya. Jika Anda tidak bisa menikmati perjalanannya, maka perjalanan apapun akan terasa berat.

Perjalanan mudik bahkan kadang saya analogikan seperti perjalanan menuju tujuan yang kita cita-citakan. Dalam perjalanan mudik kita sering melewati jalur-jalur yang tidak mudah dilalui, kemacetan luar biasa, tanjakan yang padat merayap, hujan deras, jalan longsor, belum kalau ban bocor, ditabrak motor dari belakang, air radiator tiba-tiba habis, anak nangis terus, anak pipis di mobil, dan sebagainya. Tidak kita kehendaki memang, namun peristiwa-peristiwa tadi adalah hal-hal yang kemudian terjadi, dan mau tidak mau kita nikmati. Peristiwa-peristiwa tadi adalah asam-garamnya perjalanan yang justru menambah indahnya perjalanan.

Anda mungkin pernah menonton film "Click" (2006). Di film tersebut tokoh utama yang dibintangi komedian luar biasa Adam Sandler, memiliki "universal remote control" yang dapat digunakan untuk mengendalikan peristiwa di sekitarnya. Persis menggunakan remote control di DVD player, Michael Newman yang diperankan Adam Sandler bisa dengan mudah menghentikan, memundurkan, dan memajukan segala peristiwa disekitarnya. Jadilah Michael yang tidak sabar untuk menjadi CEO di perusahaan tempatnya bekerja keasyikan mempercepat peristiwa-peristiwa yang semestinya terjadi tapi tidak ingin dialami. Namun, sekalipun kemudian berhasil menjadi CEO, ternyata Michael mendapati ujung kehidupannya penuh kehampaan dan penyesalan. Ia kehilangan moment-moment penting yang seharusnya dialaminya. Ia tidak ada ketika anjing kesayanganya mati, tidak hadir ketika ayahnya meninggal, dan mendapati hubungan dengan istri nya berakhir dengan perceraian, dan anak-anak yang lebih dekat dengan suami baru istri nya. Michael mencoba mencapai tujuan dengan melewati prosesnya. Dan ternyata dia kehilangan begitu banyak hal yang memang hanya akan diperoleh jika ia mau menikmati prosesnya, bukan sekedar hasil akhirnya. Michael mencoba untuk menghindari perjalanan, namun ternyata justru peristiwa-peristiwa dalam perjalanan yang membuat hasil akhir menjadi indah.

Demikian juga banyak teman saya, sesama pemilik bisnis baru, yang sering mengeluhkan betapa berat perjalanan menjadi pengusaha. Mulai dari keluhan bahwa ternyata untuk menjadi pengusaha harus bekerja lebih keras dan lebih sibuk dibanding saat menjadi pegawai, kehabisan cash untuk gaji karyawan hingga susu anak sendiri tidak terbeli, kartu kredit yang dulu waktu jadi karyawan tdk pernah dipakai kini mentok semua, hingga cicilan mobil dan rumah sudah jatuh tempo sementara cash-inflow dari bisnis tidak ada. Padahal mimpi sudah ditulis besar-besar: Punya asset senilai 11 digit pada tahun sekian. Yang tak kunjung tercapai. Sementara istri mulai complaint karena kebutuhan rumah tangga ternyata tidak bisa dipenuhi dengan selembar "daftar impian", foto Mercy dua pintu impian, dan gambar rumah mewah impian. Seandainya ada "universal remote control" seperti yang dimiliki Adam Sandler, pasti enak sekali bisa menekan tombol Fast-Forward untuk melewati berbagai peristiwa saat ini yang terasa begitu berat. Tinggal klik, beres. Langsung nyampai target 11 digitnya, ditambah Mercy plus rumah mewah. Sayangnya remote control tadi cuma ada di film. Dan lagipula, Anda pasti tidak mau kehilangan moment-moment perjalanan yang sesungguhnya bisa begitu indah tadi.

Percayalah, semua pengusaha pernah mengalami bagian perjalanan yang berat tadi. Anda bisa baca di semua biografi pengusaha sukses. Bahkan hingga sudah mencapai sukses luar biasa pun, tantangan demi tantangan berat masih terjadi. Dan moment-moment tadi akan terasa indah ketika Anda menghadapi dan berhasil melampauinya. Tidak akan pernah menjadi moment yang indah ketika Anda memutuskan untuk lari, menyerah atau berhenti. Ibarat perjalanan mudik yang terkendala jalanan yang macet. Puas rasanya ketika mencoba jalur alternative dan berhasil sampai di tujuan lebih cepat. Namun Anda tidak akan menikmati kepuasan tadi jika memutuskan untuk berputar arah dan kembali pulang, hanya karena satu kemacetan.

Bagi saya, memutuskan untuk menjalankan bisnis sendiri adalah seperti memulai sebuah perjalanan. Di tengah jalan tentu banyak peristiwa yang terjadi, ada kejutan-kejutan, ada tujuan yang berhasil tercapai, ada yang tidak, ada peristiwa yang tidak saya kehendaki namun ternyata positif buat bisnis saya, ada juga yang negatif.Tapi ya dinikmati saja. Seperti menikmati perjalanan mudik. Rangkul dan akrabi penderitaan, kalau kata Om Bob Sadino. Ojo gumunan (jangan mudah terkejut oleh peristiwa baru), kalau kata Pak Harto dulu. (hehehe … kok sedikit gak nyambung ya?) Peristiwa yang positif buat bisnis, sudah tentu kita syukuri dan rayakan. Yang negatif, ya kita cari jalan keluarnya, dan nanti ketika berhasil mengatasinya, kita syukuri dan rayakan juga. Kalau gak berhasil mengatasi?, tetep kita syukuri pengalamannya. Jadi apapun peristiwanya, bersyukur dan nikmati terus. InsyaAllah perjalanan panjang tidak terasa, dan ternyata kita sudah sampai tujuan. (FR).