Thursday, April 03, 2008

Kritik dan Keripik

Pada waktu meeting, saya sering mendapat kritik dari karyawan saya. Biasanya tentang cara saya menjalankan perusahaan. Terus terang saya kesal. Coba bayangkan, saya yang sudah belasan tahun di bisnis IT, yang merupakan pendiri sekaligus pemilik perusahaan, masa di ajarin bagaimana mengelola perusahaan sama "anak kemaren sore" yang baru kerja 3 tahun. Yang makan dari gaji yang saya bayarkan lagi. Apa gak kesal. Tahu apa mereka soal usaha yang saya bangun dengan susah payah ini. Jadi ketika mendengar kritik dari karyawan saya, meskipun wajah saya tetap tersenyum dan manggut-manggut, dalam hati saya kadang geram juga. Awas aja lu, gw pecat. Begitu kadang saya membatin.

Kritik yang lain kadang saya terima dari pelanggan. Ini lebih menyebalkan lagi. Pelanggan memberikan kritik lebih tajam dan tanpa tedeng aling-aling. Kalau karyawan masih ada takut2nya, nah kalau pelanggan nggak ada takutnya sama sekali. Wong mereka yang bayar saya. Jadi meskipun pilihan kata nya menyakitkan, saya terpaksa harus tetap tersenyum dan bilang "ya pak, ya pak, ya pak" terus. Persis CD rusak. Apa lagi kalau yang mengkritik itungan nya masih junior. Wah, kebanggaan diri saya langsung kena. Kurang asem, diceramahin sama keroco nih. Gak tau apa saya ini owner. Demikian kadang saya membatin.

Mungkin saya memang tidak tahan kritik. Dalam tes kepribadian yang pernah saya ikuti, saya ini tergolong tipe dominan. Salah satu ciri nya ya ini, saya sensi sekali dengan kritik.

Bukan pembenaran, tapi kesal karena di kritik menurut saya manusiawi. Namanya manusia, ingin nya ya perbuatannya dipuji orang lain. Pastinya kesal atau bahkan marah kalau perbuatannya disalahkan pihak lain. Apalagi kalau di kritik oleh orang yang menurut kita tidak lebih pandai dari kita. Siapa lu, ngritik gue? Mungkin demikian perasaan kebanyakan orang.

Meskipun kesal, namun saya tidak pernah marah kalau di kritik. Malah biasanya saya diam saja. Bukan apa2, saya sadar kok kalau kritik itu bermanfaat buat saya. Bahkan, jujur saja, saya memulai usaha saya dulu karena kritik. Ceritanya begini. Dulu sejak masih jadi karyawan memang saya sudah senang membicarakan berbagai peluang usaha. Karena saya bekerja di perusahan IT, biasanya ide usaha yang saya lontarkan masih seputar bisnis IT. Ide-ide usaha ini biasanya saya sampaikan dan diskusikan dengan kawan-kawan dekat saya. Suatu hari saya sedang asyik menyampaikan suatu ide usaha di sebuah kafe dengan seorang teman. Teman tadi tiba2 mengambil buku saku, membuka nya dan geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Kenapa? Tanya saya. Setengah mencibir dia berkata, bahwa saya punya lebih dari 30 ide bisnis (dia mencatat semua), dan tidak ada satu pun yang sudah saya jalankan. Plak! Rasanya saya seperti ditampar.

Saya waktu itu memang tipe pemikir. Bukan pelaku. Dan ide usaha yang saya "telor" kan ternyata cukup banyak. Saya sampai terkaget-kaget. Dan ironisnya, tidak satu pun yang saya jalankan. Saya asli omdo (omong doang) dan nato (no action think only). Kritik ini yang membuat saya malu sama teman saya, dan akhirnya mencoba merealisasikan salah satu ide bisnis saya tadi. Dan jadilah saya seorang pengusaha.

Jadi kritik meskipun menyebalkan, tapi buat saya perlu. Bahkan pujian malah membuat kita terlena, dan lupa memperbaiki diri. Sementara kritik akan menggugah kita dan membuat kita menjadi lebih baik. Ya, tapi kan harus "kritik yang membangun" . Tidak juga. Kritik ya kritik, mau disampaikan setajam pisau silet atau yang lunak enak di telinga, itu terserah pengkritik. "Membangun" nya itu terserah kita. Pilih mana? Kritik pedas yang membuat hidup Anda berubah total menjadi lebih baik, atau kritik setengah hati, yang membuat Anda tidak berubah dari keadaan sekarang? Ya, tapi tolong kritik disampaikan dengan solusi. Ini juga tidak wajib. Kritik ya kritik, terserah pengkritik nya. Solusi nya terserah kita. Apalagi orang-orang yang suka mengkritik biasanya memang gak bakat memikirkan solusi. Coba saja tanya orang-orang yang suka demo. Pasti tidak bisa memberikan solusi konkret. Biarkan saja. Mari kita belajar memikirkan solusi nya sendiri. Jadi nya kan yang makin pinter kita.

Pelaku itu ibarat pemain bola, dan peng-kritik itu ibarat penonton. Dua-dua nya perlu. Pertandingan bola tanpa penonton ya gak seru. Penonton tanpa ada pemain bola, mau nonton apa?

Karena sensi sama kritikan. Saya jadinya termasuk malas meng-kritik. Pertama, karena saya memang gak bakat ngasih kritikan. Kata orang saya kalau mengkritik malah jadi kaya orang marah-marah, padahal maksud saya bukan begitu, jadinya suka bikin salah paham. Daripada salah paham, lebih baik saya menyampaikan sesuatu yang baik, atau diam.

Kedua, saya sedang mencoba belajar menerapkan prinsip "non-judgement". Prinsip ini saya pelajari dari Deepak Chopra dalam "7 Spiritual Laws of Success". Inti nya, belajar untuk tidak "menghakimi" peristiwa, kejadian, maupun orang. Karena keterbatasan kita sebagai manusia, sesungguhnya kita tidak tahu "big picture" dari peristiwa yang kita hakimi tadi. Siapalah kita ini menghakimi peristiwa yang sudah digariskan Yang Maha Tahu. Apalagi menghakimi kesempurnaan ciptaan Yang Maha Sempurna. Saya tidak berani.

Lantas bagaimana kalau saya lagi kesal sama orang, atau ada peristiwa yang menurut saya tidak benar? Dari pada menyampaikan kritik saya lebih suka makan keripik. Ok .. Ok .. Ok .. Kesan nya "maksa" ya? Tapi ini beneran. Saya suka sekali makan keripik kentang (yang rasa plain), atau keripik singkong (yang plain juga). Rasa nya renyah dan keasyikan mengunyahnya bisa melupakan saya untuk mengkritik.

Tulisan ini menyebalkan Anda? Anda ingin mengkritik? Silakan … silakan, sampaikan kritik Anda, saya mau ambil keripik singkong dulu. (Fauzi Rachmanto)

6 comments:

Butik-Ceria said...

Salam kenal pak,

Saya paling senang membaca tulisan tentang IT dan boleh dibilang sejak dulu saya jg sering membicarakan peluang peluang usaha tapi tidak berjalan krn hanya sebatas dipikiran. Alhamdulillah sudah 2 tahun ini telor tsb sudah pecah dan sejak itu pula saya senang kripik pedas ..

Terima kasih atas sharingnya yg sangat menginspirasi

Best Regards

Inu Arya A
www.butik-ceria.com
jual sprei-Grosir Sprei Online

ardicikalmart said...

haha...saya dari tadi 'mikir' apa yah hubungan kritik sama keripik...sama2 enak, kritik bisa buat kita 'makan' keripik sepuassssnya, nah kalau keripik enaknya dimakan sambil rileks saja kalau dikritik, "emangnya gw pikirin" EGP lah...
saya jadi ingat petuah abah rama (http://cikalmart.blogspot.com/2007/04/kiat-sukses-jalan-sukses-vs-cara-sukses.html)
semua kritik itu membangun, mau kritik pedas, kritik nyeleneh, dll tinggal pilih saja mana yg perlu mana yg EGP...oke pak FR, GEP lah...kekeke

Fauzi Rachmanto said...

Pak Inu, thanks sudah mampir. Butik Ceria nya bagus banget Pak. Design web nya unik, pas dengan tema nya. Sukses Pak dengan Butik nya, dan more business to come.

Fauzi Rachmanto said...

Pak Ardi Cikalmart? Wah kehormatan bagi saya dikunjungi oleh punggawa Cikalmart. Sukses selalu untuk Cikalmart yg visi dan misinya sangat luar biasa.

Hendra N said...

Pak Fauzi.. tumben tulisannya bikin senyum-senyum sendiri nih, kocak tapi dalem (maksutnye?)
kita pernah ketemu di JPI Pak, surprise juga bisa ketemu dg 'suhu' virtual he he.
Saya lagi groundwork membuat bikerklub.com , oleh2 workshop toko online TDA...kalau udah jadi mampir2 ya Pak :)

Unknown said...

Pak Fauzi,

Keripik memang enak, lagian bisa mengenyangkan perut, tapi kritik memang gak enak tapi bisa mengenyangkan otak.

Wassalam,
Syamsul
http://www.syaarar.com