Monday, March 30, 2009

Surat Untuk Saudaraku

Saudaraku ...

Saya dapat memahami perasaan Anda. Sesungguhnya bukan hanya Anda, saya pun dahulu juga telah mengalami ujian yang sama. Berusaha dan belum berhasil, tidak punya uang, justru banyak hutang, sudah saya alami.

Padahal sudah membuat daftar impian, tujuan yang pasti, sudah membuat strategi, sudah berani mengambil tindakan … Nekat malah, karena saya melepas pekerjaan saya demi bisnis. Bukan keberhasilan yang diraih, namun justru kesulitan demi kesulitan. Pada waktu itu pun, saya merasakan rasa frustasi yang luar biasa.

Saudaraku …

Pertama-tama harus kita pahami tentang sunatullah, ketetapan Allah yang berlaku sebagai hukum yang berjalan di alam semesta ciptaanNya ini. Ketetapan ini berlaku tanpa memandang siapa pun pelaku nya. Misalnya: hukum grafitasi. Benda apapun, jika dilepaskan akan jatuh ke permukaan bumi. Siapapun yang menjatuhkan benda itu, apapun agama nya, bahkan atheis sekalipun, benda tadi akan jatuh ke permukaan bumi. Karena demikianlah sunatullah nya.

Sunatullah yang lain adalah, siapa yang ingin berhasil dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencapai nya, maka atas seizin Allah, keinginannya akan tercapai. Siapapun orangnya, apakah itu muslim, non-muslim, bahkan atheis sekalipun. Karena ini sudah merupakan sunatullah, sebagaimana hukum grafitasi. Maka saya tidaklah heran dengan keberhasilan Bill Gates ataupun Donald Trump, karena mereka memang melakukan usaha dengan sungguh-sungguh.

Lantas, mengapa ada orang yang sudah berusaha namun belum berhasil? Jika keberhasilan, sebagaimana grafitasi adalah sunatullah? Mengapa ini bisa terjadi? Pertanyaan nya adalah, betulkan ia sudah berusaha sesuai dengan cara-cara yang dilakukan orang yang berhasil? Jika belum, maka tentu saja dia masih belum akan mecapai keberhasilan. Sebagaimana kita melepas benda, namun benda tadi terikat dengan tali, maka hukum grafitasi bumi pun tidak bisa menarik benda tadi.

Lalu, bagaimanakah cara-cara orang yang berhasil itu? Keberhasilan orang-orang yang sukses dalam berbisnis itu meninggalkan jejak. Sehingga kita bisa mengikuti jejak-jejak tadi, untuk ikut mencapai kesuksesan.

Saudaraku, untuk memulai, sebagai tahap awal coba praktekkan beberapa sikap mental yang banyak kita temui pada orang-orang berhasil ini:

Ikhlas.

Orang yang berhasil, melakukan segala sesuatu dengan Ikhlas. Batin nya ikhlas, menerima apa yang telah Tuhan berikan untuk nya hari ini. Bahwa pasti ada kebaikan yang Tuhan semesta alam berikan hari ini. Sekalipun mungkin peristiwa hari ini “buruk” di mata kita. Karena buruk di mata kita, belum tentu buruk di mata Tuhan.

Alkisah, jaman dahulu kala, di sebuah kampung, ada seorang lelaki tua yang hidup dengan anak lelaki tunggalnya. Suatu ketika pemuda tadi jatuh dari kuda, dan kaki nya patah. “Malang benar nasib anakmu ...” Demikian kata orang kampung. Ternyata, keesokan hari nya, datanglah tentara kerajaan untuk mengajak seluruh pemuda yang sehat maju ke medan perang yang mengerikan, yang hampir dipastikan seluruh pemuda tadi akan pulang tinggal nama. Seluruh orang tua menangis meratapi nasib anaknya … Kecuali orang tua dari pemuda yang kaki nya patah tadi. Jadi sekarang siapa yang nasib nya malang?

“Kemalangan” ternyata hanyalah penilaian kita sebagai manusia yang lemah ini.

Jadi Saudaraku …. apakah hari ini usaha kita selalu gagal, banyak hutang, tidak punya uang? Saya yakin, pasti ada maksud baik Tuhan dari pengalaman kita hari ini.

Syukur.

Selain ikhlas, kita juga harus terima dan syukuri apa yang sudah kita alami dan miliki hari ini. Dan juga apa-apa yang sudah kita terima di masa lalu, dan apa yang akan kita terima besok.

Karena tidak ada guna nya batin kita menolak dan menyesali apa yang kita alami hari ini. Seringkali batin kita menjerit-jerit, “mengapa nasib ku seperti ini ….”, namun hal ini malah akan memperkuat penderitaan kita. “What you resist persist ... “demikian pepatah kata. Makanya, orang yang mengeluhkan penderitaannya, biasanya penderitaanya semakin buruk. Yang mengeluhkan hutang, hutangnya makin banyak, yang mengeluhkan bisnisnya sepi, bisnisnya makin sepi, yang mengeluhkan tidak punya uang, uang nya makin sedikit.

Sebaliknya, orang yang bisa mensyukuri apa yang mereka terima hari ini, maka insyaAllah justru kenikmatan yang dia terima akan bertambah.

Jadi, saudaraku … Mulailah dengan mensyukuri apa yang saudaraku sudah miliki hari ini. Tidak hanya materi, namun juga kesehatan, cinta, pengetahuan, keluarga, dan sahabat. Banyak orang yang kaya materi namun tidak memiliki yang saya sebutkan tadi.

Lepaskan.

“Let it Go … Let it God”. Kita diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Kaya, Maha Bijaksana. Maka lepaskanlah kembali semuanya kepada Dia. Kembalikan semuanya kepada Dia. Biarkan Tuhan yang mengatur hidup kita ini.

Kadang kita merasa lebih tahu dan lebih pintar dari Tuhan. Bahwa hidup kita harus seperti yang kita “tentukan”. Padahal Tuhan lah yang menentukan hidup kita.

Banyak kejadian sudah saya alami. Bahwa di satu titik kita menemui jalan buntu, ketika seluruh logika dan nalar tidak mampu lagi mencari penyelesaian, penyelesaian justru datang ketika kita pasrahkan kembali permasalahan kita kepada Allah.

Sedih karena ditolak calon pelanggan? Wajar, namun lepaskan kembali pada Tuhan, siapa tahu Yang Punya Hidup punya skenario lain, yaitu memberikan pelanggan yang lebih baik.

Amanah.

Amanah adalah selalu bisa dipercaya, menepati janji dan menunaikan tanggung-jawab. Seringkali kita tergoda untuk tidak amanah pada saat kita mengalami perjalanan hidup yang sulit.

Kepercayaan yang diberikan kepada kita, dengan mudahnya kita sia-sia kan, demi keuntungan sesaat. Seringkali demi uang yang jumlahnya tidak seberapa.

Kalau kita berhutang, maka kita wajib berusaha membayarnya. Dengan segala usaha yang kita mampu.

Saya juga pernah mengalami tidak mampu membayar hutang seperti saudara. Namun, saya berusaha dengan menemui pemberi hutang, dengan sikap yang baik, untuk membicarakan kembali jadwal pembayaran hutang saya.

Bahkan, saya juga pernah menawarkan barter, menukar hutang saya dengan keahlian yang saya miliki. Dan berhasil.

Yang penting adalah berusaha untuk amanah. Karena buah dari amanah, adalah nama baik dan kepercayaan, yang selama nya akan menjadi modal utama dalam bisnis kita. Donald Trump, misalnya, berhasil bangkit dari keterpurukan, karena nama baik nya dalam bisnis masih dipercaya investor.

Dan yang terakhir saudaraku, adalah ...

Memberi.

Berikanlah apa yang saudara sedang cari. Karena ia akan kembali dalam jumlah yang berlipat-lipat. Jika saudaraku mencari cinta, maka berikanlah cinta. Jika Anda mencari ilmu, berikanlah ilmu. Dan jika Anda mencari uang, berikanlah uang …

“Power of Giving” sudah dibuktikan oleh banyak orang. Dengan memberi, maka kita akan menerima. Bukan sebaliknya.

Maka, Bill Gates pun tidak ragu menyumbangkan lebih dari 28 milyar Dollar kekayaanya, dan apa yang terjadi? Bill Gates makin kaya, bukan tambah miskin.

Dua minggu lalu, saya mengalami sendiri hal ini. Saya memberikan sejumlah uang melalui transfer bank. Dan di tempat parkir mobil, masih di bank yang sama, saya menerima pemberitahuan dari staff saya lewat telephone kalau kami menerima order, senilai 100 kali lipat uang yang saya berikan. Kekuatan memberi benar-benar terbukti.

Demikian yang dapat saya bagikan saudaraku …

Sikap mental Ikhlas – Syukur – Lepaskan – Amanah - Memberi, ini telah menolong saya di masa-masa sulit dahulu, dam semoga bisa membantu Saudara mencapai apa yang dicita-citakan. Amin.

Salam,

Fauzi Rachmanto

Thursday, March 19, 2009

Segitiga Bermuda

Jika Anda melihat peta Amerika Serikat, di sisi Samudera Atlantik, Anda akan menemukan semenanjung Florida. Sebelah tenggara Florida, ada kepulauan Bahama, Kuba, Dominika, Haiti dan Puerto Rico. Arah timur laut dari Florida, ada kepulauan kecil, Bermuda. Jika kita menghubungkan secara imajiner antara Miami, Florida dengan Puerto Rico dan Bermuda, maka terbentanglah wilayah yang disebut “Segitiga Bermuda”, yang sering dijuluki sebagai “Segitiga Setan”.

Namanya cukup seram? Ya. Bagaimana tidak. Sejak abad ke-19 hingga hari ini, terhitung sudah lebih dari 1700 kapal laut dan kapal udara yang lenyap ketika melewati kawasan Segitiga Bermuda. Bahkan, dalam beberapa kasus kapal-kapal tersebut lenyap, hilang, tanpa bekas.

Penyebabnya apa? Banyak teori yang sudah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Dari mulai keterlibatan Alien, peninggalan teknologi Atlantis, semburan gas Metana, dan sebagainya. Apapun, toh kejadian yang sama masih terjadi hingga beberapa tahun belakangan ini.

Tapi saya tidak sedang ingin membicarakan teori yang menjelaskan Segitiga Bermuda di Samudra Atlantis sana.

Dalam bisnis, sesungguhnya juga ada “Segitiga Bermuda” mematikan yang telah banyak memakan korban perusahaan-perusahaan kecil yang baru mulai berlayar mengarungi kehidupan dunia usaha. Ini yang ingin saya bicarakan.

Kalau Anda punya banyak kenalan pelaku bisnis pemula, coba saja ingat-ingat. Pasti ada rekan Anda yang beberapa tahun lalu sedang semangat-semangat nya mengembangkan usaha nya, hari ini mungkin sudah tidak terdengar lagi kabar beritanya. Seolah lenyap begitu saja, seperti ditelan “Segitiga Bermuda”.

Ini yang bagi saya menarik untuk dibicarakan.

Keith R. McFarland dalam buku nya “The Breakthrough Company” menceritakan dengan jelas bagaimana sebuah perusahaan dapat mengarungi Segitiga Bermuda bisnis ini dan sukses menjadi pelaku bisnis luar biasa.

Usaha kecil dan menengah, sesungguhnya memiliki banyak keunggulan. Dari hasil riset McFarland, paling tidak ada tiga keunggulan usaha kecil dibanding perusahaan-perusahaan yang sudah besar dan mapan, yaitu: (1) Mereka memiliki biaya yang rendah, (2) Mereka mampu memberikan secara tepat apa yang diinginkan konsumen, dan (3) Lebih mampu bereaksi secara cepat.

Dari pengalaman saya mengelola usaha saya, System Design Group Indonesia (http://sdgisolutions.com), saya mengakui ketepatan hasil riset McFarland di atas. Perusahaan kami adalah konsultan Teknologi Informasi yang relatif kecil jika dibandingkan kompetitor-kompetitor kami. Dalam banyak kesempatan, “ke-kecil-an” kami tadi ternyata menjadi kekuatan.

Dalam hal biaya, sangat jelas. Pernah dalam sebuah kesempatan mengikuti tender di luar kota, saya harus bersaing dengan sebuah perusahaan IT papan atas di Indonesia. Untuk melakukan presentasi mereka datang dengan satu tim lengkap yang terdiri dari tiga orang, naik pesawat terbang rame-rame, dan menginap di hotel selama 3 hari. Saya, karena tidak punya banyak karyawan, cukup datang sendiri, dan cukup menginap satu malam. Dan perusahaan kami yang menang.

Karena jumlah klien dan konsultan kami relatif sedikit, klien kami juga memiliki keuntungan untuk dapat berinteraksi dengan lebih intens dengan konsultan yang ditugaskan bekerja di klien tersebut. Tidak ada jenjang birokrasi rumit hanya untuk memenuhi sebuah permintaan klien.

Dalam hal kecepatan, kami juga sering diuntungkan. Dalam beberapa kesempatan bernegosiasi, klien kami dapat lebih cepat memperoleh jawaban, karena saya langsung terlibat. Keputusan dapat saya berikan saat itu juga. Sementara kompetitor saya umumnya diwakili oleh tim penjualan, yang harus meminta persetujuan atasan, yang harus meminta persetujuan lagi kepada atasan di atas nya lagi. Capeek deeh ... kata Klien yang menunggu jawaban.

Kalau begitu, dengan segala keuntungan tadi, dimana bahaya nya? Dimana “Segitiga Bermuda” nya?

Justru 3 keunggulan tadi, dapat menjadi Segitiga Bermuda yang akan menenggelamkan sebuah usaha. Yaitu ketika sebuah usaha kecil beranjak tumbuh, dan tetap berasumsi memiliki keunggulan-keunggulan yang pada fase pertumbuhan usaha sebenarnya sudah tidak relevan lagi.

Misalnya keungguan biaya. Secara alamiah keunggulan ini akan lenyap ketika sebuah usaha mulai tumbuh. Sebagai akibat pertumbuhan, biaya karyawan juga bertambah, biaya promosi bertambah, biaya kantor bertambah. Hingga pada suatu titik, tidak ada lagi keunggulan dari segi biaya. Saya mengalami sendiri fase ini. Biaya karyawan yang membengkak, biaya transportasi yang membengkak, biaya marketing yang membengkak, adalah fakta-fakta yang tidak saya jumpai ketika usaha saya lebih kecil dari sekarang.

Demikian juga soal kecepatan. Ketika karyawan bertambah, tim berkembang, pendelegasian kewenangan mulai dijalankan, ada birokrasi yang mulai bekerja. Kecepatan merespon permintaan klien pun mulai terpengaruh. Jika tadinya saya melakukan sendiri pekerjaan penjualan, kini ada tim sales yang membantu saya. Ini tidak terelakkan. Akibatnya ada satu jenjang yang harus dilewati untuk dapat memberikan reaksi yang dahulu dapat diberikan seketika.

Lalu bagaimana?

Ini yang jadi pertanyaan saya juga.

Menurut McFarland, satu-satu nya jalan adalah menjadikan keunggulan-keunggulan yang ada pada saat sebuah usaha masih relatif kecil menjadi “keunggulan yang berkelanjutan”.

Caranya?

Pertama: Optimalisasi Biaya, bukan menekan biaya.

Biaya yang rendah, adalah keunggulan usaha kecil. Ketika usaha Anda beranjak besar, maka mau tidak mau biaya akan semakin besar. Ini yang harus dioptimalkan. Banyak yang salah kaprah hal ini dengan menekan biaya. Termasuk saya. Misalnya, awalnya saya enggan menambah jumlah karyawan pada saat klien mulai bertambah. Akibatnya, klien-klien lama malah tidak terperhatikan dan ini sangat berbahaya. Padahal mau tidak mau memang saya harus menambah jumlah tim konsultan. Namun, biaya karyawan yang saya keluarkan, toh dapat di optimalkan. Misalnya, saya menciptakan fungsi baru yaitu R&D yang melekat pada tim konsultan tertentu.

Contoh lain, istri saya yang membuat baju muslimah dengan merk "Lentik", melalui usaha nya Lepuspa.Biz (http://lepuspa.biz) menyewa sebuah tempat di sebuah mall di Bandung. Semakin rame toko nya, pihak manajemen mall dengan “jahat”nya menaik-kan biaya sewa. Tidak dapat dielakkan. Namun biaya nya bisa dioptimalkan. Misalnya jika semula cuma jadi outlet penjualan, tempat yang sama bisa sekalian untuk media promosi produk baju yang baru di launching, lengkap dengan X banner, leaflet, dsb.

Kedua, Menguasai Produk, bukan menambah Produk.

Pada saat tumbuh, untuk lebih memuaskan pelanggan yang makin beragam, godaan terbesar adalah melakukan diversifikasi. Ini juga saya alami. Klien-klien baru, dengan permintaan baru, menggoda sekali untuk memberikan produk baru untuk mereka. Padahal setiap produk baru adalah sumber biaya yang dapat menghisap cash perusahaan. Jika tidak hati-hati ini dapat berakibat fatal.

Itulah yang membuat perusahaan kami sampai hari ini hanya melayani solusi IT Service Management (ITSM) dan yang terkait, misalnya IT Asset Management. Apa tidak ada permintaan untuk solusi lain? Buanyaak. Tapi untuk mengembangkan ekspertise dalam bidang ITSM saja perlu bertahun-tahun, dan biaya tidak sedikit. Masuk ke produk lain juga akan memerlukan biaya dan usaha yang tidak sedikit.

Diversifikasi boleh, namun kuasai lebih dahulu dengan sebaik-baiknya produk yang saat ini menjadi andalan kita. Yang sering terjadi adalah, sebelum menguasai betul produk yang saat ini dijual, sudah tergoda produk lain. Akibatnya malah dua-dua nya tidak berjalan dengan baik.

Ketiga, Let your customer be your guide.

Kalau tetap ingin melakukan diversifikasi, biarkan pelanggan yang menjadi pemandu kita. Bukan kita. Saya pernah punya pengalaman pahit berjualan solusi IT yang menurut saya bagus. Menurut saya, bukan menurut pelanggan. Akibatnya tidak berjalan seperti yang diinginkan.

Keempat. Buang struktur organisasi yang tidak perlu.

Banyak usaha kecil yang ketika tumbuh, jadi keasyikan main kantor-kantor an. Kalau tadinya mudah mengakses bahkan owner nya sekalipun, sekarang kalau mau ketemu manager nya saja pelanggan harus bikin janji dengan sekretaris nya. Ini yang akan meruntuhkan kecepatan yang semula jadi keunggulan kita. Sudahlah. Kalau tidak perlu sekali, tidak perlu di ada-ada in.

That's it. Itulah empat panduan yang disampaikan Keith McFarland. Selamat mencoba, dan sukses melintasi “Segitiga Bermuda”.