Tuesday, November 13, 2007

Detachment

"Habis Gue …. " Demikian ungkap salah seorang teman saya sambil tertunduk lesu. Maklum, usaha nya sedang mengalami banyak cobaan. Saya bertanya, "Yang habis, Lu apa bisnis Lu?". Teman tadi langsung menjawab galak "Apa beda nya … !!". Ya, apa beda nya? Bagi seorang pengusaha, apalagi kelas pemula seperti kami, memang sulit memisahkan antara kami sebagai pemilik bisnis, dengan bisnis yang kami kelola. Bisnis yang kami bangun adalah mimpi yang dari nol kami perjuangkan mati-matian. Kami bukan hanya sebagai pemilik, namun juga sekaligus tenaga penjualan, bagian delivery, pelayanan pelanggan, hingga bagian keuangan. Dari bangun tidur sampai tidur lagi hanya bisnis ini yang kita pikirkan dan kerjakan. Bagaimana mungkin memisahkan kami dengan bisnis kami?

Demikian melekatnya sang pemilik bisnis kepada usahanya. Umumnya yang paling gampang dilihat adalah, uang bisnis adalah uang pemilik, utang bisnis pun adalah utang pemilik. Makanya tidak heran, ketika usaha nya sedang sehat pemilik ikut sehat, namun sebaliknya ketika usahanya sakit, pemiliknya ikutan sakit. Nah ini yang jadi sedikit merepotkan. Karena memang yang namanya bisnis, fluktuasi sering terjadi. Akhirnya, jika maksud menjalankan bisnis sendiri adalah untuk mencapai kebebasan waktu, kebebasan keuangan, bebas dari stress pekerjaan, dsb. Akhirnya malah tidak bebas waktu, tidak bebas keuangan, bahkan hidup menjadi "stress-full".

Tentu bukan hal seperti itu yang kita inginkan. Bisnis seharusnya justru mencerahkan dan membawa kebahagiaan. Dalam hal ini ada satu prinsip dasar dalam mengelola bisnis dengan bebas-stress yang sering dilupakan, yaitu prinsip "bebas dari keterikatan" (detachment).

Anda Bukan Bisnis Anda

Ini prinsip dasar yang harus Anda pegang. Bahwa Anda bukanlah bisnis Anda. Anda juga bukan pekerjaan Anda. Mengidentifikasikan diri Anda dengan bisnis atau pekerjaan Anda seperti mengidentifikasikan pemain sepak bola dengan seragam tim-nya. Seragam tim bisa berganti-ganti, namun seorang pemain bola yang baik akan selalu menjadi pemain bola yang baik. Demikian pula diri Anda yang sejati adalah mulia, bahagia dan berkelimpahan. Bisnis hanyalah salah satu sarana untuk mengalami keberlimpahan Anda. Bisnis bisa naik dan turun, bisa rame bisa sepi, bisa datang dan pergi. Namun diri Anda yang sejatinya selalu berbahagia dan berkelimpahan itu, tidak akan pernah tergoyahkan.

Lihatlah para konglomerat yang bisnisnya babak-belur selama krisis moneter. Bisnisnya bisa bangkrut, disita bank, dilikuidasi, dsb. Namun mereka tidak pernah "habis". Karena mereka bukanlah bisnis mereka. Mereka sudah mengenali diri mereka yang sejati. Yang tidak tergoyahkan, dan mampu bangkit memulai bisnis yang lain lagi.

Menjaga Jarak

Menjaga jarak dengan bisnis Anda merupakan dasar untuk selalu bersikap obyektif. Karena sangat terlibat dan melekat dengan bisnis, seringkali kita sebagai pemilik usaha sulit bersikap obyektif terutama ketika masalah membelit bisnis kita. Misalnya, jumlah hutang yang sudah tidak masuk akal dibanding dengan hasil usaha, kita justifikasi dengan "kalau mau sukses ya harus berani berhutang". Dan ketika masalah terjadi, tiba-tiba saja kita tidak sanggup lagi mengurai benang kusut, dari mana mulai nya dan bagaimana nanti ujungnya. Karena subyektif, biasanya yang dikemukakan adalah opini dan ungkapan emosional. Misalnya, bahwa "ini perlu untuk usaha", "kalau mau sukses ya harus siap berkorban", dsb. Dan bukan fakta-fakta obyektif yang dapat menyelamatkan usaha Anda. Bahkan ada teman saya yang nyata-nyata usaha nya merugi dan aktifitasnya menggerus cash-flow setiap bulan, masih melakukan hal yang sama tanpa upaya perbaikan. "This is my way ...!" demikian kalau diingatkan.

Dengan menjaga jarak, kita mengamati usaha kita sebagai orang lain. Bayangkan saja kita adalah orang lain yang sedang melihat fakta-fakta usaha secara obyektif. Berapa revenue nya, berapa besar cost nya, berapa profit nya, berapa kewajiban hutangnya, berapa prospek yang datang per bulan, berapa customer yang dapat di tangani per bulan, dst. Dari fakta-fakta obyektif tadi akan lebih mudah bagi kita untuk merencanakan perubahan, pertumbuhan usaha, ataupun penyelesaian masalah.

It's Just a Business

Pada akhirnya, ... ini hanya bisnis kok. Hanya alat bagi kita untuk memberi dan menerima di dunia yang fana ini. Anda tidak perlu meratapi ketika ia pergi. Tidak perlu juga pongah dan menepuk dada ketika dia datang. Mirip permainan. Tidak perlu nangis garuk-garuk aspal kalau kalah, tidak perlu juga terbahak-bahak sampai lemas kalau menang. Hanya bisnis saja. Jadi kalah atau menang bersikap biasa-biasa saja. Hari ini kalah, besok masih bisa menang di permainan yg lain. Bisnis adalah permainan yang luar biasa mengasyikkan, apalagi jika dijalani dengan prinsip yang bebas stress. Jadi, tunggu apa lagi: Ayo main yang bagus !! (FR).

5 comments:

Eka said...

Seperti biasa Pak ,
Postingnya selalu :
inspiring dan easy-to-understand.

Eka
http://www.pernik-unikdiary.blogspot.com

GaulKeren said...

Wow... luar biasa... thanks pak guru.

GaulKeren said...

Wow... luar biasa... thanks pak guru.

Yoyox Sancoyo said...

Pak Guru, catatannya inspiring and nendang banget.... mohon ijin untuk saya posting di blog saya ya pak.

yoyox
http://yoxjourney.blogspot.com

mentari said...

bang, saya membaca yang bakat bisnis tidak tergantung pada dna, membangkitkan kembali harapan saya trms

pagi-mentari.blogspot.com