Sunday, April 29, 2007

The Power of No

Waktu kecil mungkin Anda pernah menemani Ibu Anda ke pasar tradisional. Ingatkah Anda bagaimana Ibu-ibu kita jaman dulu menawar harga? Saya tahu, kalau Ibu-ibu jaman sekarang lebih sering berbelanja ke supermarket, yang harga nya tidak bisa ditawar. Garis besarnya pasti sama: Pertama, tawar setengah harga atau bahkan kurang, kemudian penjual akan mengatakan "TIDAK", dan menawarkan harga sedikit di bawah harga awal, kemudian Ibu kita juga akan mengatakan "TIDAK" dan pura-pura pergi meninggalkan kios, dan lima langkah kemudian sang penjual akan memanggil dengan meneriakkan harga terakhir (biasanya sedikit di atas harga yg ditawar Ibu), baru Ibu kita berbalik untuk mengatakan "YA", mungkin karena hari mulai siang. Kalau masih pagi, tawar2 an tadi bisa berlangsung lebih alot, berpindah dari kios ke kios. Anda mungkin berpikir bernegosiasi harga cara Ibu kita tadi kuno. Jangan salah, justru ditengah-tengah ratusan teori negosiasi modern, ternyata negosiasi a la Ibu-ibu di pasar tradisional tadi adalah yang paling efektif. Setidaknya demikian kata Jim Camp dalam buku nya "Start with NO".

Jim Camp menyarankan agar kita tidak terlena pada jargon "win/win" yang sering dikemukakan perusahaan besar sewaktu bernegosiasi dengan perusahaan yang lebih kecil. Kenyataannya, kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dari pendekatan "win/win" tadi hanya bertujuan menguntungkan perusahaan besar. Disinilah perusahaan kecil harus waspada menghadapi permainan para "pemangsa" dari perusahaan yang lebih besar. Dan itu dapat dicapai dengan memulai dengan kata TIDAK. Seperti Ibu kita di pasar dulu.

Camp mengidentifikasikan dua kelemahan yang umumnya kita miliki sewaktu melakukan negosiasi:

Pertama: Anda terlalu membutuhkan. Ya, sadarkah Anda bahwa ketika melakukan negosiasi, seringkali kita kita datang dengan "mu-peng", muka-pengen. Saya juga sering begitu. Bahkan sewaktu berangkat sudah kepikiran: "udah deh, mau ditawar berapa aja gw iya – in". Bagaimana tidak, kontrak sudah terbayang-bayang, asik … rekening bakal nambah, bisa nutup operational cost sekian bulan, bisa beli ini-itu, wah … pokoknya harus saya yang dapet. Belum lagi ketakutan kalau ada kompetitor yang masuk. Kita tidak siap menerima kenyataan kalau kesepakatan akan batal. Maka tidak jarang, ketika kita menyampaikan penawaran harga, dan calon klien kita setelah membacanya terlihat berkerut dan terbatuk2. Langsung saja kita berkata: "Mmm .. ngomong2 harga nya bisa di nego kok Pak …". Mungkin kliennya sampai heran sendiri, lho wong belum ditawar kok sudah mau nurunin harga? Menurut Jim Camp, dalam kondisi demikian Anda sudah menganggap kontrak yg ingin Anda dapatkan menjadi sebuah kebutuhan, bukan sekedar keinginan. Dan kalau sudah butuh, Anda siap berkorban apa saja. Mulai dari margin yang sangat tipis, hingga resources yg lebih banyak. Tidak jarang, setelah dihitung-hitung Anda bahkan sebenarnya rugi. Anda tentu tidak mau bernegosiasi untuk rugi. Jadi buang jauh2 "mu-peng" Anda. Gampangnya ingat saja Ibu Anda yg "pura-pura" tidak butuh dan meninggalkan kios waktu menawar.

Kedua: Anda terlalu "sempurna". Tahun 70-80 an, TVRI pernah memutar film detektif Mr. Columbo. Wah, mungkin Anda belum lahir, atau sudah tidak ingat. Jangan dibayangkan ini adalah detektif ganteng dan jagoan seperti tipikal film Hollywood. Mr. Columbo ini tidak gagah atau ganteng, justru dekil, naik mobil butut, memelas, dan sering lupa mengajukan pertanyaan kunci. Pokoknya "katro" habis. Namun berhadapan dengan orang dalam posisi "di bawah" seperti ini, orang merasa nyaman berbicara. Dan Mr. Columbo sangat gampang mendapat informasi. Dalam bisnis kita sering berusaha memberikan kesan hebat, sehingga berusaha tampil "hebat". Padahal orang cenderung merasa baik, justru ketika melihat orang lain kurang baik. Ini yang saya lupakan ketika mengawali bisnis saya. Dulu, jika melakukan presentasi, saya dan tim saya selalu berjas-berdasi, mirip the Beatles mau manggung. Dan hasilnya nol besar. Kini kami tampil apa adanya, tanpa jas, tanpa dasi, tak jarang saya hanya memakai kemeja lengan pendek. Tentu tetap rapih dan wangi, karena sudah bawaan. Ternyata kami malah bisa membuat banyak deal. Mungkin, para IT manager yang saya temui dulu tidak nyaman berbicara dengan "the Beatles.

Dengan memperbaiki dua kelemahan tadi, kini Anda siap menerapkan teknik negosiasi yang diawali dengan kata TIDAK. Kedengarannya memang kontroversial, namun sebenarnya logis. Bagi Jim Camp, negosiasi merupakan kesepakatan antara dua pihak, dimana masing-masing pihak memiliki hak veto - hak untuk berkata TIDAK. Jadi justru kita harus berawal dari kata TIDAK, sebelum kemudian menggali hal-hal yang bisa disepakati. Memulai dengan TIDAK artinya kita berorientasi kepada keputusan. Yang justru akan membuat negosiator lawan Anda langsung berpikir pada pokok persoalan, bukan yang lain. Karena dorongan emosi dan kebutuhan, seringkali kita akan langsung berkata "YA" di depan. Sambil membayangkan keuntungan, komisi, atau BMW baru yang akan Anda beli. Dalam keadaan demikian, negosiator ulung di depan Anda akan langsung menyodorkan berbagai "JIKA … "yang akan segera membelenggu Anda. Memulai dengan TIDAK bukan untuk mengorbankan siapapun, termasuk lawan Anda, namun justru untuk mendapatkan keputusan yang logis.

Tentu bukan berarti setelah Anda berkata TIDAK, lantas berhenti. Semua negosiasi tentu ujungnya adalah kesepakatan kedua belah pihak. Langkah-langkah selengkapnya menurut Jim Camp cukup panjang, seperti: menetapkan tujuan; bagaimana menggali dan menggunakan "pain" lawan,; bernegosiasi dengan bujet waktu, tenaga, uang dan emosi; hanya bernegosiasi dengan orang yang berwenang; hingga bahaya melakukan presentasi (waduh, saya baru tahu!). Namun, saya ingin memberikan catatan pada beberapa poin yang menurut saya sangat menarik:

Ajukan Pertanyaan. Awal berbisnis dulu, (eh, sejujurnya bahkan mungkin sampai sekarang), saya sering mengira bahwa dalam negosiasi, kita harus dalam posisi dominan. Dan itu artinya mendominasi pembicaraan. Ternyata pengalaman mengajarkan sebaliknya. Justru dengan sedikit bicara dan banyak bertanya, maka Anda dalam posisi mengendalikan. Banyak teknik yang diajarkan Camp. Diantaranya adalah "mengasuh". Dimana kita mengajukan pertanyaan dengan sikap yang membuat lawan merasa nyaman, didengarkan dan dihormati. Anda harus menjadi Mr. Columbo yang mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.Informasi tadi yang akan sangat penting untuk mendukung langkah2 Anda selanjutnya.

Netralkan Pikiran. Ini menurut saya yang paling sulit buat pemula. Dorongan untuk segera "closing the deal", bisa mengacaukan pikiran kita. Tiga pantangan agar memperoleh pikiran yang tenang dalam bernegosiasi adalah: Jangan ber-ekspektasi (berharap), Jangan ber-asumsi, Jangan bicara:

Terlalu berharap, baik harapan positif ataupun negatif, dapat berbahaya. Negosiator ulung pandai mengumbar harapan yang menjebak. Salah satu umpan yang klise adalah: "saya minta harga untuk pembelian dalam jumlah banyak". Dan ketika Anda setuju,sekaligus membuka kartu berapa harga ter-rendah Anda, mereka akan mengorder dalam jumlah kecil, dengan alasan bahwa pembelian akan dilakukan parsial. Dan ingat, kapanpun mereka dapat membatalkan kesepakatan. Saya pernah mengalami hal semacam ini, dan ternyata menurut Jim Camp, di Amerika juga sering terjadi hal yang sama. Ber-asumsi juga jelas berbahaya, karena asumsi adalah sekedar asumsi, lebih baik Anda lakukan verifikasi untuk memperoleh realitas yang sebenarnya. Sebaiknya kerjakan riset Anda.

Bagaimana dengan "jangan berbicara". Maksudnya adalah, Anda sebaiknya sesedikit mungkin berbicara, apalagi kalau Anda tidak tahu mau berbicara apa, lebih baik tidak berbicara. Saya jadi teringat salah satu bagian dari novel Godfather karya Mario Puzo. Sewaktu Don Corleone berunding dengan Virgil Sollozzo. Don didampingi putra tertuanya Sonny, dengan satu perintah tegas: jangan berbicara. Don yang sudah kenyang asam garam perundingan tahu, bahwa setiap kata yang keluar dari mulut Sonny dapat berbahaya. Dan betul saja, ketika Don secara tegas mengatakan TIDAK, atas usulan Sollozzo, dan Sollozo tengah mencerna ucapan Don, Sonny tidak tahan untuk mengucapkan komentar. Sebuah komentar tak perlu yang mengungkapkan fakta bagi Sollozzo, bahwa ada kemungkinan perbedaan pandangan antara Don dan anaknya. Bahwa keluarga Corleone mungkin tidak se-solid kelihatannya. Dan di kemudian hari, Sollozzo pun berani bertindak. Don Corleone ditembak.

Demikianlah kekuatan kata TIDAK, menurut Jim Camp. Cukup menarik untuk diaplikasikan. Yang jelas kata TIDAK, menyebabkan orang berpikir tentang poin apa yang menyebabkan dia ditolak. Saya ingin menutup catatan ini dengan sebuah cerita yang sangat relevan:

Ada seorang anggota US Marine (AL) yang bertugas untuk merekrut lulusan2 terbaik dari salah satu sekolah di Amerika. Anggota US Marine tadi mendapat giliran terakhir untuk melakukan presentasi, setelah anggota US Air Force (AU) dan US Army (AD). Ternyata dua presentasi sebelumnya telah menghabiskan sebagian besar waktu yg tersedia. Akhirnya sang perwira AL, yang tinggal memiliki waktu tidak lebih dari 5 menit tadi hanya mengatakan: "Maaf, Saya TIDAK melihat banyak kandidat yang bisa saya rekrut disini. Saya perhatikan paling banyak hanya 5 orang yang pantas menjadi anggota US Marine. Jika Anda merasa salah seorang diantaranya, hubungi saya setelah ini." Dan, sebagian besar siswa pun akhirnya melamar menjadi anggota US Marine!

No comments: