Monday, April 30, 2007

26 April

Selamat ulang tahun sayang. Tidak terasa kamu sekarang sudah 11 tahun. Rasanya baru kemarin Ayah menunggu Bunda semalaman menahan sakit menjelang kelahiran kamu. Rasanya baru kemarin Ayah mendengar tangisan pertama kamu yang keras membelah pagi subuh di Bandung yang sepi dan dingin. Rasanya baru kemarin, Ayah melihat untuk pertama kalinya wajahmu yang bercahaya kemerahan. Waktu itu Ayah langsung tahu, kamu istimewa.

Dan kemudian, Ayah pun melewati 11 tahun yang sangat luar biasa. Menyaksikan betapa kehadiran kamu selalu membawa keceriaan. Kamu pasti ingat foto-foto masa kecil kamu. Atau video kamu waktu nyanyi dirumah Kakung yang lucu banget itu. Kamu perhatikan deh, semua orang disekitar kamu melihatmu dengan takjub, dan tertawa. Kamu adalah keajaiban buat kita semua.

Kamu juga penghayal yang hebat. Dulu, waktu kita masih tinggal di rumah pertama kita yang kecil mungil. Kamu sering menepuk2 lantai rumah kita, sambil berkata :"cepat besar ya rumah …". Ah, rupanya kamu waktu itu kepengen punya rumah yang lebih besar. Dan kamu pikir rumah bisa tumbuh seperti tanaman. Tapi kamu memang benar. Putri secantik kamu, bagaimana mungkin tinggal di kamar sempit. Karena kamu ingin rumah yang lebih besar, bagaimana Ayah bisa menolak? Kamu begitu istimewa. Sementara, gaji Ayah waktu itu, meskipun lumayan, kalau ditabung-tabung mungkin baru 20 tahun lagi bisa membelikan kamu rumah yang lebih besar. Waktu itu Ayah langsung berpikir, bagaimana caranya?

Seolah petunjuk dari Tuhan, Ayah waktu itu melihat iklan sebuah buku di koran, judulnya "Rich Dad – Poor Dad". Isinya provokatif. Ayah langsung ke toko buku, membeli buku tadi, selain tentu majalah Princess buat kamu. Ayah betul-betul kaget dengan isi buku tadi. Apa yang selama ini Ayah cita-cita kan seolah dijungkir-balik kan sama Pak Robert yang ngarang buku tadi. Semula, Ayah ingin jadi CEO perusahaan multinasional. Kelihatannya sangat mungkin, melihat prestasi kerja Ayah waktu itu. Namun, ternyata kalau Ayah jalani, itu sama saja seperti tikus yang terjebak berlari-lari dalam sebuah roda. Nanti Ayah akan semakin sibuk dan gak sempat main dengan kamu. Belum lagi rumah besar kamu bagaimana? Ayah pun semakin penasaran. Bagaimana caranya?

Jadilah Ayah waktu itu makin sering ke toko buku. Ternyata banyak buku yang membahas bagaimana mencapai keberhasilan. Ayah beli satu demi satu. Tentu, selain majalah Princess buat kamu. Ayahpun jadi yakin, bahwa kita bertanggungjawab atas masa depan kita sendiri. Ayah sangat yakin bisa mewujudkan masa depan yang lebih baik. Ayah merasa harus segera melakukan sesuatu. Ayah tidak mau ragu-ragu. Waktu itu, segera Ayah putuskan untuk keluar dari pekerjaan dan membuat usaha sendiri. Waktu itu ucapan kamu yang Ayah ingat adalah: "wah Ayah jadi bos ya!" Terimakasih Nak. Kamu sudah mengapresiasi langkah Ayah.

Nak, ternyata kemudian Allah memberikan pelajaran berharga buat Ayah. Bahwa sekalipun kita merasa kuat atau hebat. Tidak selamanya apa yang kita rencanakan akan terjadi. Kecuali atas izin Allah. Rencana-rencana Ayah waktu itupun banyak yang tidak berjalan dengan baik. Sementara Bunda, Kamu dan Ade harus sudah kembali ke Bandung, karena Bunda kembali bekerja di sana. Jadilah kita harus terpisah. Malam-malam yang Ayah lalui adalah malam-malam yang sangat berat. Tanpa kehadiran kalian, dengan tekanan pekerjaan yang ternyata lebih berat dari yang Ayah kira. Tidak jarang Ayah menjadi ragu dan takut. Tapi setiap kali Ayah pulang ke Bandung dan melihat kamu dan Ade menjalani kehidupan, Ayah mendapat banyak pelajaran. Kalian selalu ceria, selalu tertawa, dan seolah tidak ada tempat bagi kesedihan dan ketakutan di hati kalian. Ayah pun jadi ingin seperti kalian. Kalianlah yang membuat Ayah tidak pernah memutuskan untuk menyerah.

Alhamdulillah, perlahan usaha Ayah berjalan sesuai rencana. Dan, seperti keinginan kamu, Ayah dan Bunda bisa membuat rumah yang lebih besar dari rumah kita dulu. Tepatnya enam kali lebih luas dari rumah kita dulu. Dan kamu punya kamar sendiri yang luas. Rumah kita memang untuk kamu sayang. Kamu bisa nonton Disney Channel kesukaan kamu, bisa browsing website idola kamu sepuas hati kamu. Dan cuma 20 menit ke sekolah kamu.

Ah Nak, kamu sudah 11 tahun. Dan semakin banyak saja kejutan buat Ayah. Entah apa yang ada di benak kamu sekarang. Kamu bahkan sudah tertarik nonton film the Secret, entah kamu paham atau tidak. Yang jelas kamu sangat terpesona dengan adegan anak yang menginginkan sepeda itu kan? Kamu juga diam2 mengambil dan mencoba membaca buku the Secret. Kamu juga sudah baca buku pemberdayaan anak-anak yang sangat luar biasa, "the Power of One" dari James Lee Valentine. Wah nak, Ayah tidak bisa membayangkan, kehidupan separti apa yang akan kamu jalani kelak. Pasti sangat luar biasa. Jaman memang sudah sangat berubah. Ayah perhatikan teman2 dekat kamu juga orang tua nya kebanyakan wirausaha seperti Ayah. Ada yang punya toko komputer, toko pakaian jadi. Ah, kamu dan teman-teman kamu ada di lingkungan yang luar biasa.

Makanya, Nak. Terus miliki ceria dan keberanian yang selalu Ayah lihat di mata bening mu itu. Sebentar lagi kamu akan ujian SD. Tapi kamu tidak usah terlalu pikirkan nilai kamu. Lakukan saja yang terbaik, dengan kejujuran dan keyakinan. Berapapun hasilnya, Ayah akan selalu bangga. Kamu juga tidak usah terlalu takut tidak keterima di SMP favorit. InsyaAllah kamu toh nanti tidak akan melamar pekerjaan. Justru kamu akan menciptakan pekerjaan. Ayah sudah baca coretan2 di buku mimpi mu. Luar biasa Nak. Beyond my dreams. Ayah yakin, kamu sedang menuju kesana. Amin.

Salam sayang,

Ayahnya Sasha.

Sunday, April 29, 2007

The Power of No

Waktu kecil mungkin Anda pernah menemani Ibu Anda ke pasar tradisional. Ingatkah Anda bagaimana Ibu-ibu kita jaman dulu menawar harga? Saya tahu, kalau Ibu-ibu jaman sekarang lebih sering berbelanja ke supermarket, yang harga nya tidak bisa ditawar. Garis besarnya pasti sama: Pertama, tawar setengah harga atau bahkan kurang, kemudian penjual akan mengatakan "TIDAK", dan menawarkan harga sedikit di bawah harga awal, kemudian Ibu kita juga akan mengatakan "TIDAK" dan pura-pura pergi meninggalkan kios, dan lima langkah kemudian sang penjual akan memanggil dengan meneriakkan harga terakhir (biasanya sedikit di atas harga yg ditawar Ibu), baru Ibu kita berbalik untuk mengatakan "YA", mungkin karena hari mulai siang. Kalau masih pagi, tawar2 an tadi bisa berlangsung lebih alot, berpindah dari kios ke kios. Anda mungkin berpikir bernegosiasi harga cara Ibu kita tadi kuno. Jangan salah, justru ditengah-tengah ratusan teori negosiasi modern, ternyata negosiasi a la Ibu-ibu di pasar tradisional tadi adalah yang paling efektif. Setidaknya demikian kata Jim Camp dalam buku nya "Start with NO".

Jim Camp menyarankan agar kita tidak terlena pada jargon "win/win" yang sering dikemukakan perusahaan besar sewaktu bernegosiasi dengan perusahaan yang lebih kecil. Kenyataannya, kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dari pendekatan "win/win" tadi hanya bertujuan menguntungkan perusahaan besar. Disinilah perusahaan kecil harus waspada menghadapi permainan para "pemangsa" dari perusahaan yang lebih besar. Dan itu dapat dicapai dengan memulai dengan kata TIDAK. Seperti Ibu kita di pasar dulu.

Camp mengidentifikasikan dua kelemahan yang umumnya kita miliki sewaktu melakukan negosiasi:

Pertama: Anda terlalu membutuhkan. Ya, sadarkah Anda bahwa ketika melakukan negosiasi, seringkali kita kita datang dengan "mu-peng", muka-pengen. Saya juga sering begitu. Bahkan sewaktu berangkat sudah kepikiran: "udah deh, mau ditawar berapa aja gw iya – in". Bagaimana tidak, kontrak sudah terbayang-bayang, asik … rekening bakal nambah, bisa nutup operational cost sekian bulan, bisa beli ini-itu, wah … pokoknya harus saya yang dapet. Belum lagi ketakutan kalau ada kompetitor yang masuk. Kita tidak siap menerima kenyataan kalau kesepakatan akan batal. Maka tidak jarang, ketika kita menyampaikan penawaran harga, dan calon klien kita setelah membacanya terlihat berkerut dan terbatuk2. Langsung saja kita berkata: "Mmm .. ngomong2 harga nya bisa di nego kok Pak …". Mungkin kliennya sampai heran sendiri, lho wong belum ditawar kok sudah mau nurunin harga? Menurut Jim Camp, dalam kondisi demikian Anda sudah menganggap kontrak yg ingin Anda dapatkan menjadi sebuah kebutuhan, bukan sekedar keinginan. Dan kalau sudah butuh, Anda siap berkorban apa saja. Mulai dari margin yang sangat tipis, hingga resources yg lebih banyak. Tidak jarang, setelah dihitung-hitung Anda bahkan sebenarnya rugi. Anda tentu tidak mau bernegosiasi untuk rugi. Jadi buang jauh2 "mu-peng" Anda. Gampangnya ingat saja Ibu Anda yg "pura-pura" tidak butuh dan meninggalkan kios waktu menawar.

Kedua: Anda terlalu "sempurna". Tahun 70-80 an, TVRI pernah memutar film detektif Mr. Columbo. Wah, mungkin Anda belum lahir, atau sudah tidak ingat. Jangan dibayangkan ini adalah detektif ganteng dan jagoan seperti tipikal film Hollywood. Mr. Columbo ini tidak gagah atau ganteng, justru dekil, naik mobil butut, memelas, dan sering lupa mengajukan pertanyaan kunci. Pokoknya "katro" habis. Namun berhadapan dengan orang dalam posisi "di bawah" seperti ini, orang merasa nyaman berbicara. Dan Mr. Columbo sangat gampang mendapat informasi. Dalam bisnis kita sering berusaha memberikan kesan hebat, sehingga berusaha tampil "hebat". Padahal orang cenderung merasa baik, justru ketika melihat orang lain kurang baik. Ini yang saya lupakan ketika mengawali bisnis saya. Dulu, jika melakukan presentasi, saya dan tim saya selalu berjas-berdasi, mirip the Beatles mau manggung. Dan hasilnya nol besar. Kini kami tampil apa adanya, tanpa jas, tanpa dasi, tak jarang saya hanya memakai kemeja lengan pendek. Tentu tetap rapih dan wangi, karena sudah bawaan. Ternyata kami malah bisa membuat banyak deal. Mungkin, para IT manager yang saya temui dulu tidak nyaman berbicara dengan "the Beatles.

Dengan memperbaiki dua kelemahan tadi, kini Anda siap menerapkan teknik negosiasi yang diawali dengan kata TIDAK. Kedengarannya memang kontroversial, namun sebenarnya logis. Bagi Jim Camp, negosiasi merupakan kesepakatan antara dua pihak, dimana masing-masing pihak memiliki hak veto - hak untuk berkata TIDAK. Jadi justru kita harus berawal dari kata TIDAK, sebelum kemudian menggali hal-hal yang bisa disepakati. Memulai dengan TIDAK artinya kita berorientasi kepada keputusan. Yang justru akan membuat negosiator lawan Anda langsung berpikir pada pokok persoalan, bukan yang lain. Karena dorongan emosi dan kebutuhan, seringkali kita akan langsung berkata "YA" di depan. Sambil membayangkan keuntungan, komisi, atau BMW baru yang akan Anda beli. Dalam keadaan demikian, negosiator ulung di depan Anda akan langsung menyodorkan berbagai "JIKA … "yang akan segera membelenggu Anda. Memulai dengan TIDAK bukan untuk mengorbankan siapapun, termasuk lawan Anda, namun justru untuk mendapatkan keputusan yang logis.

Tentu bukan berarti setelah Anda berkata TIDAK, lantas berhenti. Semua negosiasi tentu ujungnya adalah kesepakatan kedua belah pihak. Langkah-langkah selengkapnya menurut Jim Camp cukup panjang, seperti: menetapkan tujuan; bagaimana menggali dan menggunakan "pain" lawan,; bernegosiasi dengan bujet waktu, tenaga, uang dan emosi; hanya bernegosiasi dengan orang yang berwenang; hingga bahaya melakukan presentasi (waduh, saya baru tahu!). Namun, saya ingin memberikan catatan pada beberapa poin yang menurut saya sangat menarik:

Ajukan Pertanyaan. Awal berbisnis dulu, (eh, sejujurnya bahkan mungkin sampai sekarang), saya sering mengira bahwa dalam negosiasi, kita harus dalam posisi dominan. Dan itu artinya mendominasi pembicaraan. Ternyata pengalaman mengajarkan sebaliknya. Justru dengan sedikit bicara dan banyak bertanya, maka Anda dalam posisi mengendalikan. Banyak teknik yang diajarkan Camp. Diantaranya adalah "mengasuh". Dimana kita mengajukan pertanyaan dengan sikap yang membuat lawan merasa nyaman, didengarkan dan dihormati. Anda harus menjadi Mr. Columbo yang mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.Informasi tadi yang akan sangat penting untuk mendukung langkah2 Anda selanjutnya.

Netralkan Pikiran. Ini menurut saya yang paling sulit buat pemula. Dorongan untuk segera "closing the deal", bisa mengacaukan pikiran kita. Tiga pantangan agar memperoleh pikiran yang tenang dalam bernegosiasi adalah: Jangan ber-ekspektasi (berharap), Jangan ber-asumsi, Jangan bicara:

Terlalu berharap, baik harapan positif ataupun negatif, dapat berbahaya. Negosiator ulung pandai mengumbar harapan yang menjebak. Salah satu umpan yang klise adalah: "saya minta harga untuk pembelian dalam jumlah banyak". Dan ketika Anda setuju,sekaligus membuka kartu berapa harga ter-rendah Anda, mereka akan mengorder dalam jumlah kecil, dengan alasan bahwa pembelian akan dilakukan parsial. Dan ingat, kapanpun mereka dapat membatalkan kesepakatan. Saya pernah mengalami hal semacam ini, dan ternyata menurut Jim Camp, di Amerika juga sering terjadi hal yang sama. Ber-asumsi juga jelas berbahaya, karena asumsi adalah sekedar asumsi, lebih baik Anda lakukan verifikasi untuk memperoleh realitas yang sebenarnya. Sebaiknya kerjakan riset Anda.

Bagaimana dengan "jangan berbicara". Maksudnya adalah, Anda sebaiknya sesedikit mungkin berbicara, apalagi kalau Anda tidak tahu mau berbicara apa, lebih baik tidak berbicara. Saya jadi teringat salah satu bagian dari novel Godfather karya Mario Puzo. Sewaktu Don Corleone berunding dengan Virgil Sollozzo. Don didampingi putra tertuanya Sonny, dengan satu perintah tegas: jangan berbicara. Don yang sudah kenyang asam garam perundingan tahu, bahwa setiap kata yang keluar dari mulut Sonny dapat berbahaya. Dan betul saja, ketika Don secara tegas mengatakan TIDAK, atas usulan Sollozzo, dan Sollozo tengah mencerna ucapan Don, Sonny tidak tahan untuk mengucapkan komentar. Sebuah komentar tak perlu yang mengungkapkan fakta bagi Sollozzo, bahwa ada kemungkinan perbedaan pandangan antara Don dan anaknya. Bahwa keluarga Corleone mungkin tidak se-solid kelihatannya. Dan di kemudian hari, Sollozzo pun berani bertindak. Don Corleone ditembak.

Demikianlah kekuatan kata TIDAK, menurut Jim Camp. Cukup menarik untuk diaplikasikan. Yang jelas kata TIDAK, menyebabkan orang berpikir tentang poin apa yang menyebabkan dia ditolak. Saya ingin menutup catatan ini dengan sebuah cerita yang sangat relevan:

Ada seorang anggota US Marine (AL) yang bertugas untuk merekrut lulusan2 terbaik dari salah satu sekolah di Amerika. Anggota US Marine tadi mendapat giliran terakhir untuk melakukan presentasi, setelah anggota US Air Force (AU) dan US Army (AD). Ternyata dua presentasi sebelumnya telah menghabiskan sebagian besar waktu yg tersedia. Akhirnya sang perwira AL, yang tinggal memiliki waktu tidak lebih dari 5 menit tadi hanya mengatakan: "Maaf, Saya TIDAK melihat banyak kandidat yang bisa saya rekrut disini. Saya perhatikan paling banyak hanya 5 orang yang pantas menjadi anggota US Marine. Jika Anda merasa salah seorang diantaranya, hubungi saya setelah ini." Dan, sebagian besar siswa pun akhirnya melamar menjadi anggota US Marine!

Wednesday, April 18, 2007

Bisnis atau Kerja Bakti?

Anda pernah kerja bakti? Kerja bakti itu budaya yg bagus. Selain menambah keakraban antar peserta, kerjabakti dapat menyelesaikan banyak persoalan bersama. Kadang-kadang kerja bakti cukup melelahkan. Kita harus kerja keras berjam-jam untuk kepentingan bersama. Karena namanya juga kerja-bakti, maka Anda tidak boleh mengharap imbalan apa-apa atas kerja keras tadi. Karena memang tujuan kerja bakti bukan untuk mencari uang. Inilah beda nya kerja bakti dengan bisnis. Kalau dalam bisnis, kerja keras Anda tentu bukan for free. Namun banyak pelaku bisnis secara tidak sadar melakukan "kerja bakti", meskipun niatnya adalah berbisnis. Termasuk saya.

Saya dulu juga pernah mengalami kebingungan yang sama. Saya bekerja sangat keras. Dan karena saya bekerja sesuai passion saya di bidang IT, tentu saja saya sangat menikmati kerja keras saya. Tapi di kemudian hari, ketika tagihan2 masuk, saya lalu bingung mau membayar dengan apa. Ya, karena usaha saya waktu itu belum memberikan hasil financial yang berarti. Wah, kok jadi kerjabakti begini? Begitu dulu saya berpikir. Anda juga pernah mengalami hal yang sama? Anda tidak sendirian. Jadi mari kita sama-sama belajar untuk menjadikan bisnis kita bukan lagi kerja bakti.

Sebelumnya mari kita pahami dulu maksud dari "Bisnis" itu sendiri. Kalau menurut Brad Sugars, bisnis adalah suatu usaha komersial, yang menghasilkan profit, yang dapat berjalan tanpa kehadiran kita. Disini mulai jelas, usaha kita haruslah komersial (bukan LSM atau yayasan sosial), yang menghasilkan profit, dan bisa berjalan sendiri, meskipun kita sebagai owner tidak hadir. Sederhana kan? Jadi Anda tinggal lakukan saja self assessment sekarang, apakah bisnis Anda bisa berjalan dengan profitable, sekalipun Anda tinggal pergi jalan-jalan?. Belum bisa? Hahaha … sama dengan saya. Saya, juga masih menuju kesana. Memang kalau kata Brad Sugars, Anda harus menempuh perjalanan penuh disiplin untuk melalui 6 anak tangga menuju kondisi "bisnis terus jalan meski kita jalan-jalan" tadi.

Anak tangga yang pertama adalah Mastery. Ini merupakan penguasaan dasar yang akan membedakan bisnis Anda dari kerja bakti. Mastery yang akan membedakan apakah usaha Anda komersial atau mau jadi "yayasan sosial". Mastery memastikan bahwa kita melakukan delivery produk atau jasa kita dengan cara yang menguntungkan, produktif, dan cukup informasi untuk membuat keputusan penting. Yang harus Anda kuasai adalah:

1. Money Mastery. "Wah, kalau soal duit saya mah udah jago …" mungkin Anda berpikir begitu. Ya, membelanjakannya saya yakin Anda jago … hehehe. Bukan, disini bukan cuma soal membelanjakan uang. Tapi bagaimana Anda menguasai angka-angka keuangan Anda yang meliputi:

A. Break-Even. Yaitu mengetahui berapa jumlah penjualan, jumlah pelanggan, jumlah Rupiah, yang Anda perlukan untuk menutup angka break-even Anda. Sebelum tentunya ditambah prosentase untuk mendapat laba. Caranya mudah, Anda harus tahu dulu jumlah biaya bulanan yang Anda keluarkan untuk menjalankan usaha Anda. Kemudian Anda hitung untuk memperoleh Rupiah sejumlah biaya tadi, Anda perlu penjualan berapa besar. Nilai penjualan tadi Anda perkirakan dapat diperoleh dari berapa pelanggan, dan dengan rata2 penjualan berapa banyak.

B. Profit Margin. Nah kalau Anda sudah kuasai Break-Even mastery, dengan sendirinya Anda bisa set bujet untuk profit. Bahkan kalau usaha Anda retail, Anda bisa set bujet hingga bulanan, mingguan dan harian. Anda bisa tentukan berapa pelanggan per hari dengan rata2 nilai pembelian berapa, supaya Anda profit. Ujungnya disini adalah menentukan strategi-strategi untuk meningkatkan profit. Contoh strategi andalan untuk meningkatkan profit adalah "5 ways", dimana Anda dapat meningkatkan profit secara dahsyat dengan fokus pada 5 hal:
- Meningkatkan jumlah leads (calon pelanggan)
- Meningkatkan angka konversi (calon pelanggan menjadi pelanggan)
- Meningkatkan jumlah transaksi
- Meningkatkan rata2 nilai penjualan
- Meningkatkan margin

C. Reporting. Anda harus punya angka-angka penting Anda dalam laporan yang jelas untuk membantu pembuatan keputusan. Laporan membantu Anda memahami ada dimana posisi bisnis Anda.

D. Test and Measurement. Lakukan test dan pengukuran apakah strategi Anda berjalan dengan baik. Misalnya Anda melakukan strategi diskon untuk meningkatkan tingkat konversi. Anda harus catat dan ukur efektifitas strategi Anda. Sehingga apabila strategi diskon tadi ternyata tidak efektif meningkatkan tingkat konversi, Anda bisa segera ganti dengan strategi lain.

2. Delivery Mastery. Katakanlah Anda sekarang telah berhasil membuat calon pelanggan dan pelanggan antre untuk mendapatkan produk Anda. Apa jadinya jika Anda tidak konsisten dalam delivery Anda? Anda akan ditinggal dan mungkin mereka akan kapok. Kelangsungan dan konsistensi delivery produk dan jasa Anda akan menentukan apakah pelanggan Anda akan terus menjadi pelanggan Anda atau tidak. Bagaimana untuk memastikan anda konsisten dalam delivery. Gampang. Dengarkan pelanggan Anda. Apakah complain mereka? Kelompokkan dalam paling tidak 5 area complain, dan segera lakukan upaya perbaikan.

3. Time Mastery. Ini soal produktifitas. Produktifitas kita akan menentukan keberhasilan bisnis kita:

A. Goal Mastery. Pertama kita harus tahu sebenarnya usaha kita ini mau dibawa kemana. Anda harus punya:

Vision – Inspirasi utama kita, kemana kita akan menuju.
Mission – Bagaimana caranya mewujudkan visi kita: Bisnis kita apa, siapa tim kita, siapa pelanggan kita, apa yg membuat usaha kita beda dengan yg lain?
Culture Statements – Nilai2 yg penting bagi owner, tim member, pelanggan, dan keberhasilan bisnis. Yg menjadi aturan main bersama bagi Anda dan tim Anda.

Selanjutnya tulis tujuan2 Anda dan tonggak2 penting (milestone) yg akan membawa usaha Anda semakin dekat kepada Visi.

B. Self Mastery. Ini soal disiplin diri. Bagaimana supaya Anda tetap focus dengan cara membuat rencana kerja yg baik. Caranya? Coba lakukan time study sederhana. Berapa waktu yg Anda gunakan untuk bekerja setiap hari nya. Catat dalam waktu satu minggu. Kemudian tulis alokasi penggunaan waktu Anda. Berapa jam Anda menggunakan waktu Anda untuk berkomunikasi (email, chat, telp, etc), melakukan pekerjaan rutin, dsb. Anda akan kaget. Betapa banyak waktu yg kita gunakan secara kurang efektif. Anda kemudian bisa mengidentifikasi pekerjaan2 yang bisa Anda delegasikan, bisa Anda kurangi karena tidak penting dan sebagainya. Ujungnya adalah Anda akan bisa mendapatkan lebih banyak waktu yg bisa Anda gunakan untuk tugas penting seperti planning, ataupun kehidupan pribadi Anda dengan keluarga.

Nah, itu baru bahasan tentang Mastery. Panjang bukan? Kalau menurut Brad Sugars masih ada 5 anak tangga lagi yaitu: Niche, Leverage, Team, Synergy, dan Results. Wah masih jauh dong perjalanan? Tenang, tenang, ini gak sekaku hitungan matematis. Pelan2 terapkan saja dulu Mastery ini, Anda akan terbawa ke anak2 tangga berikutnya. Hingga Anda dapat menikmati usaha Anda sebagai Bisnis. Bukan kerja bakti.

Sunday, April 08, 2007

Bagaimana Membicarakan Bisnis Anda

Bisnis Anda apa sih? Anda pasti pernah mendapat pertanyaan seperti di atas. Entah Anda sedang arisan keluarga, reuni sekolah, atau sedang bersebelahan dengan kenalan baru di kereta. Pertanyaan demikian sering tiba-tiba muncul. Lalu apakah jawaban Anda? Seperti yang dikatakan Michael Port dalam buku “Book Yourself Solid”, saya yakin Anda akan menjawab dengan kategori profesi Anda, misalnya konsultan IT, pedagang pakaian jadi, internet marketer, pelatih fitness, dsb. Dan menurut Michael Port, itu ternyata salah.

Ya. Jawaban tadi bisa salah, karena bisnis Anda adalah lebih dari sekedar kategori profesi yang Anda sebutkan. Malah dengan menyebutkan kategori profesi, gambaran kabur tentang profesi Anda di benak lawan bicara Anda bisa2 membuat dialog Anda tidak menguntungkan. Michael Port memberikan ilustrasi menarik. Misalnya ada seorang pelatih Yoga, bertemu dengan seseorang yang mungkin memerlukan jasa latihan Yoga, namun pernah mengenal seorang instruktur Yoga yang kelakuannya kebetulan negatif. Apa yang terjadi ketika si pelatih Yoga mengenalkan diri dan menyebutkan pekerjaan nya: pelatih Yoga. Lawan bicara akan mundur teratur, jauh sebelum si pelatih Yoga sempat menceritakan apa manfaat berlatih Yoga.

Terus bagaimana seharusnya kita menjelaskan apa yang kita kerjakan? Michael Port dalam buku tadi menjelaskan langkah-langkah yang menurut saya sangat sederhana, praktis, tapi impact nya dahsyat:

Pertama, rumuskan secara baku, kalau perlu tuliskan dan hapalkan, hal-hal berikut ini:
1. Siapakah target market Anda?
2. Apakah masalah terbesar yang dihadapi target market Anda?
3. Bagaimana Anda memberikan solusi bagi target market Anda?
4. Sebutkan hasil dramatis yang pelanggan Anda peroleh
5. Sebutkan manfaat terdalam yang pelanggan Anda peroleh

Kedua, gunakan catatan baku tadi untuk menjawab pertanyaan “apakah bisnis Anda”. Rumus jawabannya begini:
“Tahukah Anda, bagaimana (1 - siapakah target market Anda) melakukan (2 - masalah terbesar). Yang saya lakukan adalah (3 - solusi Anda), sehingga mereka (4 - hasil dramatis). Sekarang klien saya (5 - manfaat terdalam)”.

Kalau kepanjangan Anda dapat menyingkat dalam versi yg lebih pendek. Misalnya: “Tahukah Anda, bagaimana (1 - siapakah target market Anda) melakukan (2 - masalah terbesar). Yang saya lakukan adalah (3 - solusi Anda), sehingga mereka (5 - manfaat terdalam)”. Atau, jika kesempatan Anda amat sangat pendek, gunakan rumus jawaban singkat tapi manis: “Saya membantu (1 - siapakah target market Anda) untuk mendapatkan (5 - manfaat terdalam)”.

Jika Anda perhatikan, jelas sekali model jawaban yang akan Anda sampaikan tidak lagi sekedar definisi profesi Anda, tapi sangat berorientasi pada pelanggan Anda dan manfaat yang mereka peroleh.

Kurang jelas? Anda perlu contoh? OK. Sebagai contoh, saya akan berikan pengalaman pribadi saya. Biasanya saya paling sulit menjawab pertanyaan apa bisnis yang dilakukan perusahaan saya: http://www.sdgisolutions.com/. Kalau saya bilang ini adalah “perusahaan IT”, saya malah ditanya harga komputer. Saya bilang saya jualan software, malah ditanya harga software bajakan di mall2, dsb. Serba salah, dan malah menciptakan dialog yg tidak bermanfaat. Dengan menerapkan ilmu Michael Port, berikut jawaban2 baru saya:

Q : Fauzi, bisnis kamu sebenarnya apa sih?
A : Oh ya, Om tentu tahu betapa besar investasi infrastruktur teknologi informasi perusahaan2 besar seperti Telkom, Yamaha, Federal, dsb. (1 - siapakah target market Anda)
Q : Ya ... pasti besar sekali.
A : Ya, dan asset IT yang besar tadi sangat rumit untuk dikontrol. Mereka bahkan sangat kesulitan memiliki data inventori PC yang mereka miliki, misalnya detil spesifikasi hardware nya, dan software yang terinstall di dalamnya. Ini bicara belasan ribu PC, sangat sulit kalau harus mencatat satu persatu. (2 - masalah terbesar)
A : Nah, yang saya lakukan adalah memberikan alat bantu buat mereka untuk melakukan manajemen asset IT mereka secara mudah. (3 - solusi Anda). Yang kegunaanya sangat banyak, mulai dari bagaimana memiliki data asset IT dengan scan otomatis, hingga melakukan instalasi software serentak di seluruh PC mereka di berbagai kota. (4 - hasil dramatis)
Q : Wah, canggih sekali solusi kamu itu.
A : Betul Om, makanya sekarang klien kami jadi sangat efisien dalam penggunaan asset IT nya. Tidak ada investasi IT yang sia-sia. Yang ujung-ujungnya sangat membantu menekan biaya IT mereka. (5 - manfaat terdalam)
Q : Hebat .. hebat. Ngomong2 ada teman Om yang jadi IT manager di salah satu Bank pemerintah. Kayanya dia perlu solusi kamu.
A : Oh ya Om?, boleh Om … kalau ada nomor HP nya nanti biar saya hubungi …

Nah kan, dari pertanyaan sederhana, dengan menjawab secara tepat, akhirnya bisa jadi bisnis baru. Mungkin Anda protes, ah itu kan di bisnis solusi seperti IT. Di bisnis pakaian jadi misalnya, mana bisa? Hmm ... bagaimana kalau kita coba saja:

Q : Bisnis apa sekarang Teh?
A : Kamu tahu kan sekarang banyak artis sinetron yang pada pake jilbab, kaya Inneke Koesherawati, Zaskia Mecca, dsb … Kerudung mereka kan selain keren, praktis juga modis, jadi banyak muslimah yang pengen meniru mereka.
A : Nah, Teteh menyediakan jilbab-jilbab kaya gitu. Jadi sekarang gak cuma artis sinetron, kamu juga bisa pake jilbab gaya kaya gitu. Jadi kamu bisa tampil secantik mereka.
Q : Ah, yang bener Teh? Kebetulan nih, saya lagi cari. Temen2 di kampus juga pada nyari tuh. Bawa sample gak?

Nah kan. Terbukti ampuh. Daripada sekedar menjawab “jualan kerudung“, “jualan pakaian jadi“ atau “jualan busana muslimah“, misalnya. Anda dapat membuat sebuah obrolan menarik yang jauh bermanfaat. Anda coba-coba saja sendiri untuk membuat jawaban baru atas pertanyaan tentang bisnis Anda.

Buku Michael Port “Book Yourself Solid” sendiri sebenarnya membicarakan tips untuk bisa laris manis (fully booked) bagi profesi2 seperti konsultan, pembicara publik, dsb. Tapi resep2 nya ternyata relevan dan bisa diterapkan untuk bidang-bidang lain. Selamat mencoba.

Tuesday, April 03, 2007

Gagal Adalah Sebuah Keputusan

Pernahkah Anda mengalami, dimana hasil dari usaha Anda tidak sesuai dengan harapan Anda. Pasti pernah. Saya juga pernah. Hal ini mungkin sangat biasa bagi para pebisnis. Target telah ditetapkan, strategi telah dipikirkan masak-masak, rencana telah disusun, dan tindakan pun telah dilakukan. Namun hasilnya? Ternyata tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Kalau hasilnya sama atau melebihi yang kita harapkan tentu tidak apa-apa, tapi kalau jauh dibawah yang kita harapkan, terkadang membuat kita berpikir, yah ... gagal deh.

Tapi sesungguhnya apakah gagal itu? Saya jadi teringat sebuah cerita. Anda mungkin pernah mendengarnya dari orang lain. Tapi tidak apa-apa, saya ulang saja. Ini tentang seorang dukun Indian tua yang terkenal sangat sukses. Seperti Anda tahu, tugas utama dukun Indian adalah melakukan tarian memanggil hujan. Tidak setiap kali dukun Indian menari akan terjadi hujan, makanya tingkat keberhasilan dukun Indian diukur dari berapa kali hujan terjadi dibanding berapa kali dia menari.

Nah, dukun Indian kita ini tingkat keberhasilannya mencapai 100%. Setiap kali dia menari, pasti terjadi hujan. Sementara tingkat keberhasilan dukun Indian lain, rata2 hanya 50% – 60%.
Berita kehebatan sang dukun tua tadi sampai ke telinga seorang dukun muda yang sangat berbakat. Dukun muda ini penasaran karena tingkat keberhasilannya baru 70%.
Jadi rata2 dari 10 kali dia menari, tujuh kali berhasil terjadi hujan. Penasaran, dukun muda ini pun memutuskan untuk "apprentice" kepada dukun tua.

Dipelajarinya setiap langkah, gerak, dan mantra yang diucapkan si dukun tua. Dukun muda pun melakukan duplikasi. Bahkan tidak berani ATM – Amati Tiru Modifikasi, tapi ATP - Amati Tiru Persis. Hingga dukun muda pun puas karena sudah bisa menduplikasi tarian pemanggil hujan milik dukun tua. Dukun muda pun kembali ke kampung nya.

Namun, setelah menerapkan seluruh ilmu dukun tua, ternyata tingkat keberhasilannya hanya naik sedikit menjadi 75% masih jauh dari 100%. Dukun muda pun kembali ke kampung dukun tua untuk protes, karena pasti masih ada rahasia yang disembunyikan. Dukun muda pun mendemonstrasikan tarian nya di depan dukun tua.

Dukun tua setelah mengamati mengkonfirm bahwa tarian dan mantra2 dukun muda sudah betul dan tidak ada yg salah. Dukun muda pun semakin bingung, apa perbedaan antara dia dan dukun tua. Dukun muda pun pamit pulang.

Sesaat sebelum dukun muda meninggalkan tenda, dengan mengisap pipa rokoknya dukun tua berkata: "Oh ya, sudahkah aku katakan, bahwa setiap aku menari, aku tidak pernah berhenti hingga hujan datang?" Ya. Tidak pernah berhenti! Itulah perbedaan antara sang dukun yang sukses 100% dengan yang lain.

Keputusan untuk berhenti, atau terus, itulah rupanya gerbang yang membedakan antara keberhasilan dan kegagalan. Ketika Anda menghadapi bahwa hasil yang Anda harapkan tidak sesuai rencana Anda, ada dua pilihan bagi Anda:

- Berhenti, dan mendeklarasikan kegagalan, atau
- Menganggap hasil tadi sebagai feedback untuk
merevisi strategi Anda, dan Anda mencoba kembali dengan strategi baru.

Jika Anda memilih gagal, maka pilihan pertama dapat Anda ambil. Sementara orang-orang yang tidak pernah gagal, akan memilih pilihan kedua. Mereka menjadikan hasil yg tidak sesuai harapan tadi sebagai masukan, menyusun strategi baru, dan mencoba kembali. Kalau hasilnya masih tidak sesuai, strategi kembali dirumuskan ulang, dan tindakan baru diambil. Demikian berulang-ulang. Hingga "turun hujan". Jadi gagal, dan juga berhasil, adalah sebuah keputusan. Terserah Anda.

Catatan: Versi asli artikel saya berikut, dimuat di bagian news Lepuspa.biz http://lepuspa.biz/more_news&news_id=3.html

Ngenger

Orang Jawa mengenal suatu tradisi yang disebut “ngenger”. Mungkin kalau Anda bukan orang jawa, akan jarang mendengar kata ini. Padahal sesungguhnya ngenger adalah suatu tradisi yang menurut saya luar biasa. Saya akan bercerita sedikit tentang ngenger.

Menurut filosofi orang Jawa, kesuksesan hanya dapat diperoleh jika kita mendekati orang yang telah memperoleh derajat kesuksesan. Makanya, pada jaman dulu, orang-orang di kampung di Jawa tengah sana jika ingin sukses, dia akan datang ke rumah orang yang sukses untuk menjalani ngenger. Dengan harapan, kelak akan bisa mengikuti kesuksesan “Bendoro“ atau orang yang diikutinya.

Orang yang menjalani laku ngenger, betul-betul menyerahkan hidupnya kepada Bendoro. Hubungan nya sekilas mirip-mirip antara majikan dan pembantu. Bahkan antara majikan dan budak. Pengenger pasrah dan ikhlas kepada Bendoro, sementara sebagai imbalan atas kesetiaannya, Bendoro memberikan kesempatan bagi Pengenger untuk merubah nasibnya.

Kalau ditelusuri kembali dalam cerita-cerita Jawa. Laku ngenger banyak dijalani oleh para penguasa tanah jawa, sebelum mereka memperoleh kesuksesan. Misalnya, tokoh Damarwulan, yang menjalani laku ngenger kepada Patih Majapahit. Atau Jaka Tingkir yang ngenger kepada Sultan Trenggana. Belakangan Jaka Tingkir berhasil bertahta di kesultanan Pajang sebagai Sultan Hadiwijaya. Kisah-kisah seperti ini memberi insprasi kepada orang-orang jawa di kampung, yang ingin meraih sukses, untuk melakukan ngenger.

Memang banyak kontroversi seputar ngenger. Orang jawa modern bahkan cenderung memandang negatif kepada ngenger. Karena berkesan sangat feodal dan tidak menghormati hak Pengenger. Namun lepas dari itu, sesungguhnya banyak nilai-nilai yang dapat kita pelajari dari ngenger, misalnya:

1. Kesetiaan. Kalau Anda menjalani laku ngenger, Anda harus total setia kepada Bendoro Anda. Dalam pengertian yang seluas-luasnya. Seluruh tenaga dan pikiran diberikan kepada Bendoro, sesuai dengan perintah yang diberikan Bendoro. Anda tidak mungkin mendua, atau mentiga, kesetiaan Anda hanya untuk Bendoro. Ini untuk menunjukkan kalau Anda percaya penuh bahwa Bendoro akan menunjukkan jalan kepada Anda. Bahkan kesetiaan Anda tidak bisa dibeli dengan uang. Karena para pelaku ngenger bahkan tidak boleh mengharapkan imbalan. Diterima untuk ngenger saja sudah suatu peluang buat mereka untuk sukses. Makanya dalam ngenger, aib menanyakan imbalan kepada Bendoro. Imbalan nanti akan dipetik ketika pelaku ngenger sudah berhasil naik tingkat menjadi Bendoro baru.

2. Kesabaran. Ngenger sesungguhnya adalah sarana bagi Bendoro untuk menggembleng dan menguji apprentice nya. Maka kesabaran dan keikhlasan menjadi kunci bagi keberhasilan sang pe-ngenger. Salah satu pantangan dalam tradisi ngenger adalah, “nggersula“ atau mengomel. Apapun perintah yang diberikan Bendoro, pengenger harus memegang prinsip: dengarkan dan ikuti. Bahkan kadang proses ngenger berjalan cukup lama, karena Bendoro melihat pelaku ngenger belum pantas naik tingkat, maka pengenger harus sangat berlatih menjaga kesabarannya.

3. Disiplin. Ngenger adalah peluang belajar langsung dari orang yang sudah berhasil. Maka disini dibutuhkan disiplin yang sangat kuat dari pe-ngenger untuk mematuhi apa yang diperintahkan Bendoro. Pola belajar pada laku ngenger adalah langsung praktek, bukan teori-teori. Pe-ngenger bisa langsung mengamati kebiasaan-kebiasaan Bendoro nya, bagaimana Bendoro nya membuat keputusan dan bertindak. Dengan demikian pe-ngenger akan memiliki bekal pengalaman yang cukup jika kelak Bendoro nya memandang ia sudah cukup pengetahuan untuk memegang tanggung-jawab yang lebih besar. Tanpa disiplin, akan sulit pengenger untuk menjadi Bendoro.

Anda pasti langsung bertanya-tanya? Lho kalau di jaman modern, ngenger ini kan jadinya mirip dengan “apprentice“? Ya ngenger mirip sekali dengan apprentice. Namun, jauh lebih dari itu. Menjalani laku ngenger memiliki protokol tertentu yang tidak boleh di langgar. Protokol kesetiaan, kesabaran dan disiplin tadi di antara nya. Ini yang sudah sulit dijalankan di jaman modern yang semua serba ingin “instant result“ ini. Ngenger tidak demikian.

Di kalangan pengusaha Jawa yang sukses, sebetulnya juga banyak ditemui fenomena ngenger. Pengusaha-pengusaha tadi setiap tahunnya menerima pengenger2 baru dari kampung. Mereka lambat laun akan terseleksi menjadi segelintir orang yang memiliki kesetiaan, kesabaran dan disiplin lebih dari yang lain. Jika waktu nya tiba, maka pengenger terpilih tadi akan diberi kesempatan menjalankan bisnisnya sendiri.

Jangan anggap ngenger itu mudah. Belum tentu Anda tahan menjadi pengenger. Boro2 ngomongin bayaran. Diperintah-perintah seenaknya, dimarah2in, sudah menjadi makanan sehari-hari pengenger. Ada almarhum paman saya yang sukses menjadi pebisnis, beliau dikenal tegas dan keras kepada kerabat yang ngenger di rumahnya. Menurut beliau, jika dengan ketegasan beliau saja sudah tidak tahan, bagaimana mau berhasil dalam berbisnis?

Namun jika Anda lulus ujian dalam ngenger, imbalan yang diberikan Bendoro adalah akses terhadap semua yang Bendoro miliki. Mulai dari bisnis, kekuasaan, jaringan pertemanan, kekerabatan, bahkan jika Anda beruntung, pernikahan. Ya, banyak kasus dimana pengenger akhirnya menikah dengan anak Bendoro.

Jadi, seandainya Anda diberi kesempatan memilih ngenger kepada orang2 paling sukses di dunia, Anda mau ngenger kepada siapa? Tapi ... siapkah Anda membayar harga nya?

Sunday, April 01, 2007

Power of Giving

Saya kemarin mencuri baca salah satu buku koleksi anak saya. Judulnya, “Hadiah Terindah”, yang merupakan seri pertama dari Chicken Soup for the Soul Graphic Novel, kumpulan kisah nyata yang dituangkan dalam bentuk komik. Ada salah satu cerita yang menarik buat saya:

Alkisah, ada seorang anak berumur belasan tahun bernama Clark, yang pada suatu malam akan menonton sirkus bersama ayahnya. Ketika tiba di loket, Clark dan Ayahnya mengantri di belakang serombongan keluarga besar yang terdiri dari Bapak, Ibu dan 8 orang anaknya. Keluarga tadi terlihat bahagia malam itu dapat menonton sirkus. Dari pembicaraan yang terdengar oleh Clark dan Ayahnya, Clark tahu bahwa Bapak ke-8 anak tadi telah bekerja ekstra untuk dapat mengajak anak-anaknya menonton sirkus malam itu. Namun, ketika sampai di loket dan hendak membayar, wajah Bapak 8 anak tadi nampak pucat pasi. Ternyata uang 40 dollar yang telah dikumpulkannya dengan susah payah, tidak cukup untuk membayar tiket untuk 2 orang dewasa dan 8 anak yang total harganya 60 dollar.

Pasangan suami istri itu pun saling berbisik, bagaimana harus mengatakan kepada anak2 mereka bahwa malam itu mereka batal nonton sirkus karena uangnya kurang. Sementara anak2 nya tampak begitu gembira dan sudah tidak sabar untuk segera masuk ke sirkus. Tiba2 Ayah Clark menyapa Bapak 8 anak tadi dan berkata: “Maaf Pak, uang ini tadi jatuh dari saku Bapak”, sambil menjulurkan lembaran 20 dollar dan mengedipkan sebelah mata nya. Bapak 8 anak tadi takjub dengan apa yg dilakukan Ayah Clark. Dengan mata berkaca-kaca, ia menerima uang tadi dan mengucapkan terimakasih kepada Ayah Clark, dan menyatakan betapa 20 dollar tadi sangat berarti bagi keluarganya. Tiket seharga 60 dollar pun terbayar. Dan dengan riang gembira, keluarga besar itupun pun segera masuk ke dalam sirkus.

Setelah rombongan tadi masuk, Clark dan Ayahnya segera bergegas pulang. Ya, mereka batal nonton sirkus, karena uang Ayah Clark sudah diberikan kepada Bapak 8 anak tadi. Malam itu, Clark merasa sangat bahagia. Ia tidak dapat menyaksikan sirkus. Tapi telah menyaksikan dua orang Ayah hebat.

Cerita di atas mengingatkan saya akan kekuatan memberi. The Power of Giving. Lebih tepatnya lagi “Giving and Receiving”. Karena memberi dan menerima, adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dari cerita diatas, ada dua kebahagiaan yang terjadi dalam aktifitas memberi. Yaitu kebahagiaan bagi yang menerima, dan sekaligus kebahagiaan yang diperoleh si pemberi. Bapak 8 anak yang “diselamatkan” oleh Ayahnya Clark, tentu pada saat itu akan merasa sangat bahagia. Tapi Ayah Clark sendiri juga merasakan kebahagiaan yang sangat luar-biasa.

Kekuatan memberi (dan menerima) ini demikian dahsyat karena merupakan esensi dari alam semesta itu sendiri. Tidak berlebihan apabila Deepak Chopra dalam 7 Spiritual Law of Success mencantumkan “Law of Giving” sebagai hukum kedua untuk sukses. Alam semesta berjalan menurut sirkulasi memberi dan menerima. Coba kita perhatikan. Dalam seluruh fenomena alam, berjalan hukum memberi dan menerima. Manusia menghirup oksigen, dan menghembuskan karbon-dioksida, sementara tanaman, menggunakan karbon-dioksida dalam proses fotosintesa, dan membebaskan oksigen.

Proses memberi dan menerima, membuat segala sesuatu di alam semesta ini berjalan, mengalir. Orang-orang jaman dahulu rupanya sangat memahami hal ini. Misalnya uang, alat tukar, dalam bahasa Inggris disebut currency, yang akar katanya adalah bahasa latin currere yang artinya mengalir.

Pertanyaan yang paling sering muncul adalah: Apakah yang harus saya berikan? Jawabannya sama dengan pertanyaan: apa yang Anda ingin dapatkan? Jika Anda ingin mendapatkan kasih-sayang, berikan kasih sayang, jika Anda ingin pengetahuan, sebarkanlah pengetahuan, jika Anda ingin uang, maka berikanlah uang. Ya, ini sesuai dengan prinsip memberi dan menerima di atas, apa yang mengalir keluar dari Anda, adalah apa yang akan mengalir kembali kepada Anda. Alam semesta mengikuti hukum ini. Bahkan yang mengalir kembali kepada Anda, selalu lebih besar dari yg mengalir keluar dari Anda, karena semesta jauh lebih besar dari Anda! Jadi jika Anda ingin banyak uang, berikan uang. Ada yg bertanya, lalu bagaimana jika uang Anda belum banyak? Wah, kalau begitu Anda perlu memberi lebih banyak lagi, hehehe ...

Seandainya giving belum menjadi habit, sebetulnya ada beberapa tips yg bisa Anda terapkan. InsyaAllah jika dilaksanakan secara rutin, akan memperkuat syaraf giving Anda:

1. Kemanapun Anda pergi untuk bertemu dengan seseorang, usahakan membawakan suatu hadiah. Apapun bentuk hadiah tadi. Hal ini sebenarnya sudah diajarkan oleh orang tua kita jaman dahulu, namun sering kita lupakan. Perhatikan saja, orang tua kita dahulu setiap berkunjung ke rumah teman atau saudara selalu membawa oleh-oleh. Anda juga bisa memulai kebiasaan ini. Mungkin sekedar membawa sebungkus coklat, bunga (lho ini mau nyatain apa ya?), atau doa. Ya, kalaupun terpaksa tangan Anda kosong, ya berikan saja doa ketika Anda bertemu dengan seseorang.

2. Syukuri setiap pemberian yang Anda terima hari ini. Lho, bagaimana jika hari ini saya tidak menerima pemberian apa-apa? Salah, Anda pasti menerima sesuatu dari alam semesta. Mulai dari udara pagi yang cerah, sinar matahari yang hangat, sapaan tetangga yang ramah, bahkan teguran dari orang tidak dikenal, bertemu teman lama yang Anda rindukan, dan masih banyak lagi. Ya tentu lebih konkret lagi apabila tiba-tiba hari ini ada yang memberikan handphone baru atau iPod baru kepada Anda. Jelas Anda harus syukuri apa yg Anda terima.

3. Berkomitmenlah untuk selalu berbagi apa yang Anda sebetulnya bisa berikan setiap saat:

- Cinta. Mungkin Anda langsung tertawa. Ah, kalau cuma cinta saya sudah berikan setiap saat untuk keluarga saya. Mungkin Anda benar. Yang harus Anda ingat adalah, seperti kata Stephen Covey, Cinta adalah kata kerja, bukan kata benda. Artinya, harus di praktek-kan. Ya, kalau Anda sudah memiliki cinta untuk orang-orang terdekat Anda, praktek-kan. Berapa kali Anda dalam sehari memeluk dan mengusap kepala anak Anda? Dan mengucapkan bahwa Anda sayang anak Anda?

- Tawa. Ini bukan hal sepele. Tertawa adalah ekspresi kebahagiaan. Bantulah orang-orang di sekitar Anda mengekspresikan rasa bahagia melalui tertawa. Berapa kali dalam sehari Anda tertawa? Tahukan Anda bahwa seorang anak tertawa rata2 150 kali dalam sehari, dan orang dewasa hanya 15 kali dalam sehari. Bergembiralah, bagikan tawa di rumah Anda, jika tidak nanti anak Anda lebih menyukai Mas Thukul daripada Anda.

- Pengetahuan. Anda pasti tahu sesuatu labih baik dari seseorang. Mungkin Anda jago mengurus ikan Arwana, bagikan. Anda pintar dalam mengurus tanaman Aglonema? Bagikan. Anda pintar memasak, tulis resep dan bagikan. Bagikan pengetahuan Anda, karena pengetahuan adalah gift dari Yang Maha Kuasa.

Banyak contoh di dunia ini, dimana orang memberikan pengetahuan nya, dan menuai banyak sekali manfaat, termasuk dalam finansial. Gary Craig, penemu teknik Emotional Freedom Technic, memberikan ebook nya secara cuma-cuma. Azim Jamal, seorang penulis dan pembicara terkenal di Kanada, menyumbangkan 100% dari hasil penjulan buku nya “Power of Giving” untuk charity. Ya, 100%, bahkan semula buku nya bisa di download gratis dalam bentuk ebook, sebelum publishernya meminta Azim menghentikan.

Saya tutup catatan kali ini dengan sebuah cerita humor Sufi berikut ini:

Alkisah ada seorang Sufi yang sudah merasa teramat dekat dengan Tuhan nya. Suatu hari ketika sedang berjalan, Sang Sufi berpapasan dengan seorang yang sangat miskin. Tubuhnya kurus kering, tinggal tulang berbalut kulit yang dibungkus dengan kain compang-camping seadanya. Badan nya tergeletak lemas di pinggir jalan, bibirnya mengering, menandakan sudah lama si miskin tidak mendapat makan. Melihat penderitaan si miskin, Sang Sufi pun berteriak protes pada Tuhan nya: “Ya Tuhan, mengapa Engkau tidak lakukan sesuatu untuk orang ini !!“. Sesaat kemudian, terdengar jawaban: “Ya! Makanya Aku ciptakan kamu!“.