Waktu 17 Agustusan kemaren, saya sedang berada di Singapura untuk suatu meeting. Mungkin karena Singapura juga habis merayakan hari jadi nya, dan banyak bendera disana-sini, suasana “17-an” jadi terasa buat saya. Di media2 lokal juga banyak artikel2 menarik seputar ulang tahun Singapura. Negara yang infrastruktur nya termasuk paling modern di dunia ini ternyata dalam sejarahnya kenyang pendudukan, sebelum lepas dari Malaysia tahun 1965, cukup lama dikuasai Inggris, jauh sebelumnya lagi mereka bahkan ternyata sempat diduduki Majapahit (yang konon memberi nama “Temasek” atau Tumasik dalam bahasa Jawa), dan sebelumnya lagi Sriwijaya (Pangeran Sriwijaya adalah orang yang menamakan bekas kampung nelayan kumuh ini Singapura).
Salah satu artikel menarik yang sempat saya baca sekilas adalah wawancara dengan salah satu sesepuh People’s Action Party (PAP), partai berkuasa disana. Cerita nya masih seputar nasionalisme. Tapi beda dengan cerita2 sesepuh kita yang biasanya seputar perang, beliau (saya lupa nama nya, nama chinesse sih) malah cerita soal pengalaman mendengar pidato Bung Karno sewaktu Konferense Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Waktu itu bahkan belum ada negara Singapura, dan beliau harus puas hadir sebagai “pengamat” saja. Salah satu ucapan si Bung yang terus diingat oleh beliau adalah (dan kini teringat terus di benak saya) :
“Be Guided by hopes and determination, be guided by ideals, and yes .. be guided by dreams!”
Jujur saya merinding membaca nya. Menurut saya kalimat tadi luar biasa. Terbayang bagaimana semangat tadi menular ke seluruh pemimpin negara yang hadir tahun 1955 itu. “Spirit Bandung” ini yang konon menginspirasi banyak negara untuk merdeka dari penjajahan dan menentukan nasib sendiri. Spirit itu juga yang membawa Singapura memilih berdiri sendiri dan menjadi negara yang maju dan menyejahterakan rakyatnya.
Kalau dihitung2 negara2 AsiaAfrika kalau dijumlahkan memiliki jumlah daratan dan lautan terbesar dibanding benua lain (baca: menguasai largest natural resources on earth), dan memiliki human-power lebih dari setengah penduduk bumi. Semesti nya setelah merdeka, bangsa2 Asia Afrika bisa hidup dengan sejahtera sesuai dengan cita-cita kemerdekaan mereka. Fakta nya, justru bangsa2 Asia Afrika masih berkutat dengan kemiskinan dan konflik.
Kenapa? Jawaban mudahnya sih dengan menyalahkan “pihak lain” dan menempatkan diri sebagai korban. Tapi kalau begini kan gak ada beda nya dengan menjadi orang terjajah? Menyalahkan penjajah, dan meratapi nasib. Anugerah natural resources yang demikian melimpah dari Tuhan, akhirnya tidak dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan kita sendiri. Malah menyejahterakan orang2 dari negara yang tidak memiliki natural resources. Kira2 kenapa? Mari kita tilik dari kacamata perubahan.
Pada saat negara2 AA merdeka, dunia sedang berubah dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Kalau di jaman masyarakat agraris, hukumnya kurang-lebih adalah: siapa yang menguasai sumber daya alam maka dia yang menang. Maka ber-ramai2 lah negara saling berebut wilayah yang punya sumber-daya alam. Di era masyarakat industrial lain lagi, ternyata meskipun tidak punya sumber daya alam, asal kita punya teknologi dan orang, kita menang. Maka orientasi penguasaan beralih ke man, machine/materials, money (capital). Siapa punya capital juara nya. Tapi ini pun ternyata lambat laun berubah, ternyata ada yang lebih powerful dari capital, yaitu informasi dan knowledge. Muncul profesi2 baru berbasis informasi. Di jaman ini biro perjalanan yang tahu informasi tempat wisata dan bagaimana arrangement perjalanan bisa dibayar mahal. Stock-trader, forex trader, atau investment manager tidak pernah memiliki capital tapi dibayar mahal atas knowledge dan informasi yg dimiliki-nya. Iseng2 bikin software komputer dari garasi bisa jadi orang paling tajir sedunia. Inilah jaman informasi atau ada yg menyebut era knowledge-worker. Bahkan negara2 yang berbasis jasa dan perdagangan kini menjadi negara2 yang sangat sejahtera. Jadi mengandalkan kekayaan alam, “hari gini” sudah gak relevan lagi. Maka jangan heran di negara yang konon kaya raya akan sumber-daya alam, kaya minyak, gas alam, tanah nya subur, laut nya kaya, pada akhirnya mayoritas rakyatnya masih hidup dalam kemiskinan.
Ini mungkin makna dari kata2 Bung Karno dulu, yang pernah berucap akan membiarkan kekayaan alam kita ada di perut bumi, sampai insinyur2 kita bisa mengolah nya sendiri. Mungkin si Bung ingin kita punya knowledge yang cukup untuk mendayagunakan nya, sehingga kompetitif dibanding pihak lain. Beliau rupa nya sadar, power kita semestinya bukan di natural-resources nya tapi di knowledge orang2 kita sendiri.
Entah jaman apa lagi kedepan setelah jaman informasi ini. Dan entah kapan cita2 sesepuh2 pendiri negara2 Asia Afrika akan tercapai. Yang jelas kita harus selalu siap dengan perubahan, bahkan harus dapat memanfaatkan perubahan2 itu untuk sesuatu yang positif. Di era informasi ini begitu banyak cara2 baru yang muncul yang siap kita manfaatkan. Konon untuk berbisnis kita cuma perlu produk, pasar dan saluran. Saat ini lewat revolusi internet, market kita terbuka global. Sarana komunikasi demikian mudah. Jadi, sesungguhnya begitu banyak peluang bagi Indonesia dan negara2 Asia Afrika untuk bangkit dan sekali lagi “merebut” kemerdekaan dari bangsa2 yang punya knowledge dan informasi lebih dari kita.
Selamat ulang tahun Indonesia. Bagaimanapun wajahmu sekarang, aku tetap cinta kamu.
No comments:
Post a Comment