Saturday, March 31, 2007

Belajar Tidak Mengatakan Tidak

Beberapa waktu lalu dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung saya mampir di salah satu tempat makan di rest-area untuk makan malam. Saya memesan nasi goreng teri medan, yg tertera di menu. Dulu saya sering memasak sendiri nasi goreng teri medan. Ini salah satu favorit saya. Memang enak. Tapi jika teri nya terlalu banyak, maka Anda bukan makan nasi + teri lagi, tapi serasa makan nasi + garam. Terlalu asin. Makanya biasanya saya punya special request: teri nya di pisahin dari nasi nya. Jadi baru saya campur sendiri waktu makan. Seingat saya, semua selalu mengatakan “Ya” dengan request saya tadi. Tapi tempat makan di rest area yang cukup terkenal dan punya banyak cabang di mall2 itu kemarin mengatakan “Tidak” pada saya. Menurut pelayan nya itu tidak bisa dilakukan. Saya coba jelaskan kembali pelan2, karena dalam logika saya, sebelum dicampur nasi, toh teri nya asal nya juga terpisah. Jawab nya tetap tidak bisa. Ya sudah saya mengalah, tidak apa-apa. Malu juga berdebat soal teri, hahaha …

Saya kemudian jadi teringat artikel yg pernah saya baca tentang Hotel Burj Al Arab di Dubai. Ini hotel supermewah yang oleh kalangan media sampai-sampai dinobatkan sebagai hotel bintang tujuh. Satu-satunya di dunia. Tidak hanya kemewahannya, pelayanan hotel ini sulit ditandingi hotel mewah manapun di seluruh dunia. Saran saya, Anda harus masuk kan hotel ini dalam buku impian Anda. Hampir semua milyuner dan selebriti kelas dunia pernah kesana. Yang membuat Burj Al Arab sulit ditandingi adalah prinsip pelayanan mereka: "We never say no as a first response."

Tentu bukan maksud saya membandingkan Burj Al Arab dengan rest area di tol Cikampek. Sudah pasti jauh berbeda. Namun ada baiknya kita semua belajar menerapkan prinsip yang juga diterapkan hotel terbaik di dunia. Belajar untuk tidak mengatakan tidak. Paling tidak pada kesempatan pertama.

Memang saya amati, ketika menghadapi permintaan pelanggan yg beda, kata “tidak” rasanya lebih mudah meluncur pada kesempatan pertama, dibanding kata “ya”. Apalagi kalau permintaan pelanggan jauh dari standar delivery kita, lebih enak bilang “tidak” biar cepat selesai. Minta kok aneh-aneh, bilang saja “gak bisa”, beres. Begitu sikap yg umum kita temui. Padahal dalam setiap kata “tidak” yang kita ucapkan tadi, bisa-bisa melayang satu peluang.

Di bisnis jasa konsultan IT yang saya tekuni, jujur saja kecenderungan untuk mengatakan “tidak”pada pelanggan ini sangat kuat. Kadang-kadang permintaan klien memang aneh-aneh, tidak masuk akal, berubah-ubah, dsb. Maklum, banyak pengguna jasa IT yg “tidak tahu apa yg mereka mau”. Makanya konsultan yg tidak sabar, dengan cepat akan mengatakan Tidak, biar cepet.

Sebetulnya kita bisa saja menolak permintaan customer yang aneh-aneh, tanpa mengatakan tidak. Malah kadang-kadang penolakan kita jika disampaikan dengan elegan, jadi peluang bisnis baru.

Semua bisa dijawab Ya (asal biayanya cocok)

Misalnya Anda adalah tukang ojek yg sedang mangkal di sebuah gang di Jakarta. Tiba-tiba datang seseorang kepada Anda, dan berkata: “Mas tolong dong, saya mau ke Surabaya“ Apa reaksi Anda. Gila apa? Masa ke Surabaya naik ojek? Reaksi yang umum adalah langsung berkata tidak, beres. Tapi bagaimana jika ternyata orang tadi siap membayar Rp.10 juta jika Anda mau membantu dia ke Surabaya. Wah ini lain cerita, Anda bisa bawa dia ke Bandara pake ojek, beliin tiket pesawat, antar dia sampai cek-in, dan Anda mungkin bisa “cuan” Rp.9 juta. Jadi semua sebetulnya bisa dijawab Ya, asal biayanya cocok.

Saya paling sering melakukan ini. Pada waktu presentasi produk kami, sering saya dihujani permintaan-permintaan ajaib. Bisa ini gak Pak, bisa itu gak Pak, bisa dirubah begini gak pak, bisa diilangin itunya gak Pak, dst. Padahal belum tentu beli. Saya selalu katakan “ya, secara teknologi bisa”. Sambil dalam hati bilang “asal Anda mau bayar ongkosnya”. Pernah ada juga prospek yang cukup jeli menanyakan kenapa saya bilang ya atas semua permintaan dia, ya saya jawab saja, betul semua bisa, asal Bapak siap menanggung biaya nya. Dia pun tertawa mengerti.

Tawarkan alternatif

Semua orang tidak suka dengan jawaban Tidak. Tapi pasti mau mempertimbangkan pilihan-pilihan. Sebelum mengatakan “Tidak”, ada baiknya tanyakan dulu kebutuhan calon pelanggan, dan berikan alternatif. Besar kemungkinan, malah alternatif tadi yang di ambil.

Saya dan istri saya mengamati, bahwa setiap kami ke counter salah satu outlet jeans dan t-shirt terkenal yg berinisial G (supaya tidak jadi iklan), hampir selalu kami membeli sesuatu. Sekalipun item yg kami cari tidak ada. Pelayannya pintar sekali memikat kami dengan menyodorkan alternatif2 lain dari model yg kami tanyakan.

Manfaatkan Jaringan Kerja

Jaman saya kuliah, saya sering beli buku di pasar Palasari Bandung. Para penjual buku disana jarang mengatakan “tidak ada” untuk setiap judul buku yang ditanyakan. Kalaupun mereka tidak punya di stok, mereka akan suruh kita tunggu, dan mereka segera carikan dari kios2 yang lain. Kalau nurutin males, mungkin bilang gak ada lebih gampang. Tapi mereka memilih bilang Ya, baru mencarikan buku nya. Mereka bisa begitu karena memanfaatkan jaringan kerja yang sangat kuat disana.

Saya sering menerima permintaan melakukan pekerjaan diluar keahlian tim kami. Saya selalu berusaha katakan Ya, dgn memberikan referensi kepada kawan saya yang bisa melaksanakan. Dengan demikian saya bisa membantu klien, kawan saya, dan lumayan, tidak melakukan apa-apa tapi bisa dapat bagian.

Tentu saja, pada satu titik kita terkadang harus mengatakan Tidak. Jika sudah tidak ada alternatif yang bisa ditawarkan. Sekalipun demikian, Anda masih bisa tetap menggunakan kata “Ya“, dengan tambahan kondisi2 yang Anda tetapkan. Manusia secara alamiah tidak suka dengan penolakan. Dengan demikian, calon pelanggan Anda akan lebih senang mendengar kata “Ya!“, atau “Bisa!“, dari mulut Anda. InsyaAllah, banyak “Ya“ banyak rejeki.

Catatan Tambahan:

Catatan tambahan ini saya tulis setelah menerima beberapa feed-back dari rekan saya. Pertama, dengan belajar untuk tidak berkata tidak, tentu bukan kita terus jadi "over promise". Semua di iya in, padahal tidak mampu kita deliver. Bukan begitu maksudnya. Yang kita katakan ya, haruslah yang betul2 dapat kita deliver ke pelanggan. Kedua, dengan berkata ya, bukan berarti kita berbhohong kepada pelanggan. Konteks nya disini adalah justru untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Sedangkan jika kita berbohong atau over promise, justru bukan kepuasan pelanggan yang kita dapat.

Contohnya begini. Usaha saya adalah di bidang software dan implementasi. Jika ada pelanggan saya menanyakan kepada saya, apakah saya bisa sekalian menyediakan server? Jawaban apa yang harus saya berikan? Saya bisa berkata tidak (karena memang saya tidak jualan hardware), tapi saya juga bisa berkata, YA saya akan sediakan server sekalian, melalui partner kami. Saya lebih suka jawaban kedua. Poin nya adalah, sebelum kita berkata TIDAK kepada pelanggan, ada baiknya untuk memikirkan dahulu: 1. apa betul kita tidak bisa, 2. apa sesungguhnya esensi permintaan pelanggan tadi, mungkin ada perspektif lain, 3. apakah tidak ada alternatif lain, 4. apakah kita tidak memiliki partner yg bisa, dst. Jadi kita men-challenge diri kita untuk lebih kreatif, sebelum akhirnya, jika amat sangat terpaksa, mengatakan tidak.

Jadi, pastikan, respon pertama Anda bukanlah kata "Tidak" atau "Tidak Bisa".

Thursday, March 29, 2007

7 Langkah Menuju Kemerdekaan

Banyak yang menanyakan kepada saya: Pak bagaimana sih cara nya untuk resign?. Mereka bilang bahwa resign itu sulit dengan berbagai alasan, misalnya: mereka tidak bisa resign karena sungkan dengan atasan, tidak enak dengan rekan kerja, kasihan bawahan, takut dianggap tidak professional, dan sebagainya.

Kebetulan saya sangat berpengalaman melakukan resign. Selama karir saya menjadi karyawan, saya sudah pernah mengajukan resign sebanyak 7 kali. Maklum, saya gampang sekali tertarik offering yang lebih gede. Ya, bahkan saya pernah hanya bekerja selama 2 minggu sudah resign, karena tertarik opportunity baru. Saya juga pernah resign, namun kembali ngelamar ke perusahaan lama, dan masih diterima, eh kemudian saya malah resign lagi. Betul-betul karyawan yg tidak patut dicontoh. Barangkali karena calling nya memang bukan menjadi karyawan.

Hikmah nya adalah, saya jadi punya pengalaman segudang tentang resign yang akan saya share kepada Anda:

1. Tetapkan Keputusan
- Temukan alasan yang tepat untuk resign. Jangan resign hanya karena emosi sesaat. Nanti Anda akan menyesal. Justru resign harus diputuskan dengan “sadar” setelah Anda melakukan pertimbangan matang. Anda harus paham dengan segala konsekuensi setelah resign. Ajak rundingan orang-orang terdekat Anda, tapi ingat, Andalah yang harus membuat keputusan.
- Berdoalah. Mohonlah kepada Tuhan bahwa jika keputusan resign yang Anda ambil ini membawa kebaikan kepada diri Anda dan keluarga Anda, maka Anda akan dimudahkan dalam prosesnya.
- Jadilah orang yang decisive, jangan indecisive. Tidak ada tempat di dunia ini bagi Hamlet si peragu. Timbang sana-timbang sini, sampai akhirnya tidak pernah membuat keputusan. Guyon dari kami yang gampang resign adalah: Kalau kebanyakan mikir malah gak resign-resign. Kalau udah kadung resign nanti juga terpaksa mikir. Hehehe …
- Jika Anda sudah menikah, sepakati bersama dengan Istri/Suami keputusan ini dengan segala konsekuensi nya. Jika Istri/Suami Anda yang akan resign, tolong didukung. Beri kepercayaan 100% bahwa ini adalah keputusan terbaik. Dan yg penting jangan saling menyalahkan di kemudian hari. Jika Suami/Istri Anda tidak mendukung, beri pengertian. Kerahkan ilmu rayuan. Kalau gak bisa ngerayu kirim email ke saya, nanti saya kasih tau caranya.

2. Sampaikan Secara Verbal
- Setelah Anda mantap dengan keputusan Anda. Sampaikan niat Anda secara lisan kepada kolega dan atasan. Hindari rumor yang tidak perlu. Maka sebaiknya Anda menyatakan dengan lisan kepada atasan ataupun kolega, kapan Anda akan resign. Jika atasan menolak, sampaikan argumen Anda dan sampaikan bahwa keputusan Anda sudah bulat. Jangan terlihat ragu-ragu dan goyah lagi. Sekali lagi ingat, keputusan di tangan Anda.
- Sampaikan juga secara lisan kepada anggota keluarga terdekat. Terutama Ibu. Seorang Ibu secara naluriah tidak ingin anaknya sengsara. Mereka ingin kita mapan. Beri pengertian dengan baik. Jika Ibu Anda kurang percaya, gunakan orang ketiga yg beliau segani.Dulu saya pertama kali resign, minta tolong Kakak sulung saya bantuin ngomong. Resign-resign berikutnya sih Ibu saya sudah biasa.
- Gunakan kesempatan menyampaikan secara lisan ini untuk mohon doa restu pada orang tua, mertua, kakak2 dsb. Semoga langkah resign kita membawa kepada kebaikan.

3. Sampaikan Secara Resmi
- Setelah masa penyampaian lisan lewat, saatnya membuktikan keseriusan dengan mengajukan secara resmi lewat surat. Ikuti prosedur resign sesuai ketentuan perusahaan. Kalau ada ketentuan “one month notice“, patuhi.
- Susun surat dengan baik dan sopan. Tunjukkan apresiasi kepada perusahaan lama Anda. Jangan bertele-tele, sampaikan dengan lugas. Ucapkan Bismillah saat menandatangani nya. Dan setelah itu, point of no return.
- Biasanya di fase ini atasan Anda akan men-challenge lagi. Sekali lagi tunjukkan keputusan Anda sudah bulat. Pernah, waktu resign surat saya malah disobek2 atasan saya supaya tidak jadi diajukan ke SDM. Ya saya print lagi, dan ajukan lagi, sampai beliau terpaksa menerima.

4. Hormati Tawaran Balik
- Jika Anda karyawan yang dianggap baik, hampir pasti ada offering yang akan diajukan kepada Anda. Dalam hal ini, kembali ke point satu. Apa alasan Anda untuk resign? Kalau sekedar memperoleh kenaikan gaji, Anda layak mempertimbangkan offering tadi. Tapi jika niatnya adalah ber-hijrah menjadi pengusaha, offering apapun tidak akan sepadan.
- Jika offering nya demikian menggiurkan, sementara Anda sudah pengen sekali jadi pengusaha, ingat baik2 cerita ini:
Jeff Bezos sebelum mendirikan Amazon.com adalah eksekutif DE Shaw dengan gaji sekitar $80,000 per bulan. Ya, per bulan, saya tidak salah ketik. Dan ketika resign, owner DE Shaw sempat menawarkan kenaikan dan posisi nomor satu di DE Shaw. Tapi Jeff Bezos bulat dengan keputusannya. Yang dikatakan Jeff Bezos adalah: “Nanti jika sudah berumur 80 tahun, saya tidak akan ingat berapa gaji saya di DE Shaw tahun 1994, tapi saya pasti ingat dan menyesal kalau tidak terjun ke bisnis internet.”
- Apapun keputusan Anda, berikan tanggapan dengan hormat atas offering tadi.

5. Lakukan Serah Terima
- Lakukan serah terima pekerjaan dengan baik. Jika masih ada pekerjaan Anda yang masih pending, segera tuntaskan sebelum hari terakhir Anda. Serah terimakan kunci, laptop kantor, dsb dengan berita acara. Dikemudian hari ini terkadang menimbulkan masalah yg tidak perlu.
- Sebaiknya Anda membuat memo serah terima sekalipun tidak diminta. Sampaikan dalam memo tadi status terakhir pekerjaan Anda, poin-poin yang masih harus dilakukan setelah Anda pergi, lokasi file, dsb. Anda tidak ingin kan, disuruh balik-balik ke kantor lama lagi setelah Anda resign?
- Bawa pulang barang2 pribadi Anda, hapus berkas-berkas Anda di komputer, dan minta Admin sistem menghapus user Anda di jaringan.

6. Pamit Dengan Baik-Baik
- Hari terakhir Anda bekerja, datanglah lebih pagi. Gunakan kemeja terbaik Anda. Ini hari besar Anda. Anda harus pamit dengan optimisme memancar dari wajah Anda.
- Pamitlah secara face to face, terutama ke tim Anda, atasan Anda, kolega yang selama ini mendukung Anda, termasuk rekan kantor yg pernah memusuhi Anda. Tatap mata mereka, salam dengan hangat, dan ucapkan pamit dengan baik. Anda boleh terharu, tapi jangan cengeng berlebihan. Jika ada teman Anda yg kelihatan pengen nangis tepuk bahu mereka, katakan bahwa mereka akan baik-baik saja. Pamitlah dengan dignity.
- Jangan lupa pamit lewat email untuk rekan dan kolega yang tidak bisa Anda salamin satu persatu. Sampaikan juga email pemberitahuan bahwa Anda sudah tidak bekerja di perusahaan tersebut kepada customers dan partners Anda, silaturahmi harus tetap dijaga.

7. Rayakan Kemerdekaan Anda!
- Thats it! Anda sudah resign. Melangkahlah keluar dari perusahaan Anda dengan tegak. Hirup napas dalam-dalam, nikmati segarnya napas kemerdekaan. You are free now. No more absen, dikejar2 bikin laporan atau meeting di perusaan itu. Jutaan orang ingin melakukan seperti yg Anda lakukan tapi tidak berani. And you just did it! Congratulation!
- Rayakan dengan keluarga/ teman. Biasanya teman kerja yg lama minta makan2. Layani. Memang pantas di rayakan. Kalau budget Anda terbatas ya beliin aja Pizza.

Demikian catatan saya tentang cara mudah untuk resign. Apakah Anda juga sedang ingin resign? Selamat mencoba 7 langkah diatas!

Wednesday, March 28, 2007

Think Like A Child

Sasha, anak saya yang pertama, punya sebuah “buku impian” yang ditulis diam2 di kamarnya. Kemarin, saya memperoleh privilege untuk membaca buku impian nya. Dan saya cukup kaget dengan apa yang ditulis anak saya. Isinya dahsyat. Mulai dari nama SMP favorit (dengan tulisan besar2 dibawahnya: Diterima!), nilai yang ingin dicapai lulus SD nanti, dengan siapa dia ingin menikah (ya, padahal dia baru 11 tahun), keinginan punya pesawat terbang sendiri, rumah di Hollywood dan Itali, bahkan dicantumkan juga punya uang sebesar $ 96 trilyun. Ya, dia menulis dalam dollar dan nol dua belas. Bapak nya saja tidak berani bermimpi se-dahsyat itu. Hampir saja saya nyletuk: “Emang kamu siapa? Paris Hilton?”

Saya jadi teringat cerita ikon internet marketing Indonesia, Anne Ahira, sewaktu mengikuti seminar internet marketingnya beberapa waktu lalu. Ahira kecil juga adalah pengkhayal yang hebat. Saking ingin nya keliling dunia, ia pernah menempelkan foto diri nya di kalender yang berisi gambar2 kota dunia. Jadi waktu kecil Ahira sudah punya “foto” dirinya didepan obyek wisata dunia, seperti misalnya di depan Golden Gate, Menara Eiffel, dsb. Gambar-gambar tadi di fotocopy dan ditempel di dinding. Ahira kecil ngotot, sekalipun Ibu nya mencoba meyakinkan bahwa keliling dunia hanyalah mimpi bagi anak seorang buruh pabrik dan penjual gado-gado.

Dan belakangan, Ahira dan Ibu nya menangis terharu setelah melihat foto Ahira yang dimuat di Kompas yang menggambarkan dia sedang di depan Golden Gate. Pose nya sama persis dengan foto khayalan Ahira sewaktu kecil. Luar biasa. Thoughts become Things.

Pikiran anak-anak memang sangat jernih. Saya yakin sewaktu kecil kita semua berani bermimpi dengan segala kepolosan kita. Tanpa ada ketakutan-ketakutan apakah mimpi kita akan menjadi nyata atau tidak. Barangkali konsep-konsep seperti: berpikir positif, law of attractions, dsb. sebenarnya sudah diinstall oleh Tuhan di otak kita semua sejak kita lahir. Hanya lambat laun pikiran jernih tadi hilang. Hingga saat kita dewasa, seringkali sangat sulit untuk diinstall ulang.

Anak-anak berpikir dengan cara yang berbeda dengan kita. Ada sebuah cerita, seorang konsultan yang sedang membantu memecahkan masalah di sebuah perusahaan yang sudah listed di bursa suatu ketika ikut menghadiri manajemen meeting untuk memecahkan suatu masalah. Sang konsultan membuat sebuah titik di papan tulis. Dan bertanya:“gambar apa ini?“. Seluruh anggota manajemen kompak dengan jawaban:“sebuah titik hitam di papan tulis putih“. Sang konsultan tiga kali mengulang pertanyaan yang sama, dan mendapat jawaban yang sama. Sang konsultan pun geleng-geleng kepala.“Kemarin saya menanyakan pertanyaan yang sama di sebuat TK, dan mendapat 50 jawaban yg berbeda...“ Ya, bagi anak-anak, titik hitam tadi dapat menjadi mata seekor burung, bola semut, lalat nemplok, dsb. Kreatifitas para pemimpin puncak perusahaan tadi kalah jauh dengan anak TK. Padahal kreatifitas sangat diperlukan dalam memecahkan masalah.

Tidak heran jika Picasso sampai pernah berkata: "Every child is an artist. The challenge is to remain an artist after you grow up". Ya, pelan-pelan kita berubah menjadi orang dewasa dengan meniadakan kehebatan cara berpikir anak-anak yang super kreatif itu.

Menurut pengamatan saya, anak-anak ternyata selalu menerapkan 3B yang seringkali sudah kita lupakan:

Berimajinasi
Anak-anak adalah gudang nya imajinasi. Hari ini mereka bisa menjadi guru, besok menjadi perawat, besok lagi menjadi pembalap, dsb. Hari ini bisa perang-perangan di tengah hutan, besok bisa di dalam pesawat angkasa. Imajinasi ternyata sangat penting dalam dunia pemasaran. Saya teringat cerita salah seorang teman saya yang pekerjaannya seorang marketer. Sebelum merumuskan strategi marketing. Bahkan jauh pada saat produk baru sedang di rumuskan, tim mereka berimajinasi. Misalnya dengan membayangkan bahwa produk tadi adalah sesosok manusia. Berapa umurnya, apa hobby nya, pekerjaanya, kemana kalau “hang-out”, minumnya apa, makanya apa, dst. Ini yang kemudian menjadi bahan untuk mengembangkan materi-materi iklan. Karena sudah memiliki imajinasi tentang “karakter“ produk tadi, maka penyusunan program marketing menjadi lebih mudah.

Buat anak-anak, tidak ada yang tidak mungkin. Imajinasi mereka spontan dan tidak terlalu memikirkan “the how” nya. Karena bagi anak-anak semuanya mungkin terjadi. Justru orang dewasa yang sering “menyabotase” pikiran jernih mereka dengan kata2: “ah, mana mungkin”.Bayangkan kalau cara berimajinasi anak-anak ini kita terapkan dalam menetapkan visi kita kedepan. Kita tidak akan diganggu dengan pikiran-pikiran negatif “ah mana mungkin” tadi.

Bermain
Bagi anak-anak semuanya hanyalah permainan. Dengan demikian tidak ada “masalah” bagi anak-anak. Semua hal bisa dilihat dari sisi yang menyenangkan. Lihat saja, sewaktu bencana banjir di Jakarta yang baru lalu, anak-anak yang justru ceria bermain di tengah banjir. Anak-anak lebih pandai melihat sisi menyenangkan dari setiap “persoalan”. Coba kalau ini kita terapkan dalam keseharian. Betapa “persoalan” akan lebih mudah kita hadapi. Semua menjadi permainan yang menyenangkan.

Saya dulu punya teman yang hampir putus asa karena punya banyak hutang. Saya juga sudah bingung mau ngomong apa. Ketika saya ucapkan kata-kata:” its just a game man …”, ternyata dia langsung bangkit kembali. Dia mendapat inspirasi bahwa bisnis yg dia jalani toh hanyalah permainan. Bahwa skor nya saat ini minus, hanyalah skor, dan mulai sekarang dia bisa bermain lebih bagus untuk mendapay skor yang lebih besar. Its just a game. And its fun!

Belajar
Siapa bilang anak-anak malas belajar. Justru mereka belajar setiap waktu. Saya pernah baca berita suatu penelitian di MIT yang menyimpulkan bahwa cara belajar anak2 itu seperti para scientist. Mereka sangat tertarik hubungan kausalitas. Bagaimana kalau saya melakukan ini, apa reaksi nya. Ini adalah dasar eksperimen. Dan banyak eksperimen yang mereka lakukan. Bagaimana kalau mobil-mobilan ini ban nya dicopot? Bagaimana kalau rambut boneka Barbie ini dipotong, dsb. Rasa ingin tahu yang besar ini, sebenarnya bisa menjadi pendorong kesuksesan yang luar biasa jika kita pertahankan hingga dewasa.

Anak-anak belajar secara alamiah untuk menjadi lebih baik. Seorang bayi yang belajar berjalan, setiap kali jatuh akan bangkit kembali. Berapa kali seorang anak terjatuh dari sepeda? Apakah dia akan berhenti dan meratap. Tidak, dia akan tertawa, bangkit lagi, dan bersepeda lebih baik. Ini adalah proses belajar yang luar biasa. Berani mencoba, berani jatuh dan berani mengevaluasi diri, ini yang sayangnya sering hilang pada saat kita menjadi manusia dewasa.

Jadi, kalau Anda sekarang adalah anak-anak, Anda mau menjadi siapa? Menjadi Spiderman? Batman? Donald Trump? Atau mau jadi Paris Hilton? Selamat berimajinasi.

Monday, March 19, 2007

Rahasia Si Untung

Anda pasti kenal tokoh si Untung di komik Donal Bebek. Berlawanan dengan Donal yang selalu sial. Si Untung ini dikisahkan untung terus. Ada saja keberuntungan yang selalu menghampiri tokoh bebek yang di Amerika bernama asli Gladstone ini. Betapa enaknya hidup si Untung. Pemalas, tidak pernah bekerja, tapi selalu lebih untung dari Donal. Jika Untung dan Donal berjalan bersama, yang tiba-tiba menemukan sekeping uang dijalan, pastilah itu si Untung. Jika Anda juga ingin selalu beruntung seperti si Untung, dont worry, ternyata beruntung itu ada ilmunya.

Ilmu beruntung tadi sedikit diungkap pada seminar Luck Factor yang diselenggarakan oleh Komunitas Tangandiatas dan dibawakan oleh Bp. Ahmad Faiz Zainuddin dari LoGOS Institute (www.seftlogos.com) pada tanggal 15 Maret lalu. Dalam seminar tadi Pak Faiz terutama merujuk pada hasil penelitian Professor Richard Wiseman yang telah dibukukan dengan judul “The Luck Factor”, selain memberikan beberapa intrepretasi dan tambahan sesuai konsep LoGOS yang beliau rumuskan.

Penasaran dengan ilmu keberuntungan Prof Wiseman, saya mencoba menggali lebih dalam hal-hal yang tidak sempat dibahas di seminar tadi. Kalau ingin hidup Anda seperti si Untung, simak baik-baik:

Professor Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris, mencoba meneliti hal-hal yang membedakan orang2 beruntung dengan yang sial. Wiseman merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial. Memang kesan nya seperti main-main, bagaimana mungkin keberuntungan bisa diteliti. Namun ternyata memang orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka yang sial.

Misalnya, dalam salah satu penelitian the Luck Project ini, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada dua kelompok tadi. Orang2 dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan tugas ini. Sementara mereka dari kelompok si Untung hanya perlu beberapa detik saja! Lho kok bisa? Ya, karena sebelumnya pada halaman ke dua Wiseman telah meletakkan tulisan yang tidak kecil berbunyi “berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini“. Kelompol sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar. Bahkan, lebih iseng lagi, di tengah2 koran, Wiseman menaruh pesan lain yang bunyinya: “berhenti menghitung sekarang dan bilang ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan $250!“ Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi! Memang benar2 sial.

Singkatnya, dari penelitian yang diklaimnya “scientific“ ini, Wiseman menemukan 4 faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:

1. Sikap terhadap peluang.
Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang datang. Bagaimana hal ini dimungkinkan? Ternyata orang-orang yg beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.

Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permata nya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: “Mr. Buffet!“ Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung. Tapi Helzber berpikir lain. Ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permata nya. Maka Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian Buffet setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.

2. Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan.
Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan “hati nurani” (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari “gut feeling“. Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan. Makanya orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur. Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan semakin tajam.

Banyak teman saya yang bertanya, “mendengarkan intuisi” itu bagaimana? Apakah tiba2 ada suara yang terdengar menyuruh kita melakukan sesuatu? Wah, kalau pengalaman saya tidak seperti itu. Malah kalau tiba2 mendengar suara yg tidak ketahuan sumbernya, bisa2 saya jatuh pingsan. Karena ini subtektif, mungkin saja ada orang yang beneran denger suara. Tapi kalau pengalaman saya, sesungguhnya intuisi itu sering muncul dalam berbagai bentuk, misalnya:

- Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami. “Gue kok tiba2 deg-deg an ya, mau dapet rejeki kali”, semacam itu. Badan kita sesungguhnya sering memberi isyarat2 tertentu yang harus Anda maknakan. Misalnya Anda kok tiba2 meriang kalau mau dapet deal gede, ya diwaspadai saja kalau tiba2 meriang lagi.
- Isyarat dari perasaan. Tiba-tiba saja Anda merasakan sesuatu yang lain ketika sedang melihat atau melakukan sesuatu. Ini yang pernah saya alami. Contohnya, waktu saya masih kuliah, saya suka merasa tiba-tiba excited setiap kali melintasi kantor perusahaan tertentu. Beberapa tahun kemudian saya ternyata bekerja di kantor tersebut. Ini masih terjadi untuk beberapa hal lain.
- Isyarat dari luar. “Follow the omen” demikian kalau kata Paulo Coelho di buku the Alchemist. Baca “isyarat2” dari luar yang datang pada Anda. Saya juga beberapa kali mengalami. Misalnya pernah saja tiba2 di TV saya kok merasa sering melihat iklan suatu perusahaan tertentu, kemudian ketemu teman kok membicarakan perusahaan itu lagi, di jalan melihat iklan perusahaan tadi. Belakangan perusahaan tadi ternyata menjadi klien saya. Jadi kalau akhir2 ini Anda sering berpapasan dengan Mercedez S Class dua pintu, barangkali itu suatu pertanda.

3. Selalu berharap kebaikan akan datang.
Orang yang beruntung ternyata selalu ge-er terhadap kehidupan. Selalu berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain. Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana, tanya orang sukses yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis kedepan. Pasti mereka akan menceritakan optimisme dan harapan.

4. Mengubah hal yang buruk menjadi baik.
Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya. Dalam salah satu tes nya Prof Wiseman meminta peserta untuk membayangkan sedang pergi ke bank dan tiba-tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok bersenjata. Dan peserta diminta mengutarakan reaksi mereka. Reaksi orang dari kelompok sial umunya adalah: “wah sial bener ada di tengah2 perampokan begitu”. Sementara reaksi orang beruntung, misalnya adalah: “untung saya ada disana, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media dan dapet duit“. Apapun situasinya orang yg beruntung pokoknya untung terus. Mereka dengan cepat mampu beradaptasi dengan situasi buruk dan merubahnya menjadi keberuntungan.

Sekolah Keberuntungan

Bagi mereka yang kurang beruntung, Prof Wiseman bahkan membuka Luck School. Saya yakin Anda semua sudah beruntung dan tidak perlu bersekolah di Luck School. Tapi ada baiknya mengintip sedikit, latihan2 apa yang diberikan di Luck School.

Salah satu yang menonjol dari orang sial adalah betapa mereka sering mengabaikan hal-hal yang positif di sekitar mereka. Misalnya salah satu pasien Prof Wiseman, adalah seorang wanita single parent, yang sangat sial. Ketika diminta menceritakan hidupnya akan segera nyerocos menceritakan setiap detil kesialannya. Betapa sulitnya memperoleh pasangan, sudah ketemu pria yang cocok tapi si pria jatuh dari motor, di lain kesempatan si pria jatuh dan patah hidungnya, sudah hampir menikah, gereja nya terbakar, dan sebagainya. Pokoknya benar2 sial. Padahal, dalam setiap interview, si wanita datang membawa 2 orang anak yang sangat lucu2 dan sehat. Sebagian besar dari kita akan merasa sangat beruntung memiliki 2 anak tadi. Tapi tidak bagi si wanita sial tadi. Karena 2 anak lucu tadi tidak ada dalam pikiran si wanita, yang otaknya sudah penuh dengan “kesialan”.

Latihan yang diberikan Wiseman untuk orang2 semacam itu adalah dengan membuat “Luck Diary“, buku harian keberuntungan. Setiap hari, wanita tadi harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi. Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka. Awalnya mungkin sulit, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yg mereka tuliskan. Dan ketika mereka melihat beberapa hari kebelakang Lucky Diary mereka, semakin mereka akan sadari betapa mereka beruntung. Dan sesuai prinsip “law of attraction”, semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky events yang datang pada hidup mereka.

Jadi, sesederhana itu rahasia si Untung. Ternyata semua orang juga bisa beruntung. Termasuk Anda. Siap mulai menjadi si Untung hari ini?

Monday, March 12, 2007

10 Pertanyaan Paling Menantang

Sewaktu menikah, kata orang kami berdua merupakan “pasangan ideal”, karena istri saya pegawai negeri dan saya karyawan bank swasta. Sudah punya karir, punya anak dua, punya rumah, punya mobil, kurang apa? Begitu kebanyakan teman dan keluarga bilang ke saya ketika saya memutuskan menjadi pengusaha. Paling susah jika ada acara kumpul2 keluarga atau teman. Biasanya muncul pertanyaan ataupun pernyataan luar biasa yg rada2 susah dijawab. Ada yang sempat saya jawab, ada yang bikin saya speechless. Berikut diantaranya:

1. Kenapa sih jadi pengusaha?
Jawab: Karena terlanjur! Hahaha … Jujur saja, tadinya karena terlanjur bikin perusahaan, jadi terpaksa serius. Ya begitulah hidup, kadang2 ada saja yang terjadi diluar rencana. Tapi setelah saya renungkan, menjadi pengusaha adalah pilihan hidup saya. Saya tetap menghormati pilihan hidup orang lain. Jadi karyawan juga tidak ada salahnya. Tapi saya pribadi pilih jadi pengusaha. Karena hanya dengan menjadi pengusaha, saya bisa melakukan banyak hal yang tidak mungkin saya lakukan ketika menjadi karyawan, misalnya:
- Memiliki potensi pendapatan yang sangat besar. Sementara kalau terus jadi karyawan, setinggi apapun jabatan saya pendapatan saya terbatas.
- Hanya dengan menjadi pengusaha saya dapat memberikan kesempatan buat orang lain untuk mencari nafkah di perusahaan saya. Istilahnya, bisa menjadi saluran rizki buat orang lain.
- Lebih banyak waktu bersama anak2 dan keluarga saya, sementara pendapatan terus mengalir. Sementara kalau jadi karyawan waktu saya habis tersita untuk perusahaan.

2. Bukankah hidup pengusaha itu susah, tidak bahagia?
Jawab: Ya, ada pengusaha yang tidak bahagia. Banyak juga karyawan yang tidak bahagia. Bahagia sebetulnya kan bukan soal profesi kita apa. Bahagia adalah pilihan hati kita mau bahagia atau tidak. Saya sih pilih bahagia.

3. Tapi kan pusing dan capek mikirin usaha?
Jawab: Ya, memang pusing kalau cuma dipikirin. Makanya usaha tidak untuk dipikirin saja, tapi juga dijalanin. Kalau sudah dijalanin sih pusing nya ilang kok. Diganti sama deg2 an ... hehehe. Dulu sebelum tahu ilmu nya saya juga capek. Dulu tidak ada delegasi ke tim, jadi semua saya jalanin sendiri. Saya ikutan dari mulai jualan, melakukan implementasi, sampai nagih. Caaape’ deeeh. Tapi sekarang dengan delegasi ke tim, alhamdulillah saya bisa lebih rileks.

4. Jadi pengusaha kan bisa bangkrut?
Jawab: Semua ada risiko nya. Jadi pengusaha penuh risiko. Jadi karyawan apalagi. Malah, yang harusnya paling takut perusahaan bangkrut itu justru para karyawan. Kalau perusahaan bangkrut, karyawan langsung dipecat. Kalau perusahaan saya bangkrut, belum tentu saya pribadi ikut bangkrut. Lagi pula saya sedang belajar menciptakan multiple streams of income, supaya sumber pendapatan saya tidak hanya dari satu usaha saja.

5. Gak takut banyak saingan?
Jawab: Dulu ya, saya takut saingan. Tapi setelah dijalani ternyata persaingan itu tidak menakutkan sama sekali. Malah positif buat kita karena memacu kita untuk selalu lebih baik. Kalau kita selalu lebih baik dari saingan, tidak ada lagi yang perlu ditakutkan.

6. Jadi karyawan kan lebih tentram?
Jawab: Ya ini kan soal pilihan. Mungkin jaman orang tua kita dulu menjadi karyawan cukup menentramkan dari segi finansial. Tapi dengan laju inflasi, semakin besarnya biaya sekolah, semakin tingginya biaya hidup, dan sebagainya, kalau saya terus jadi karyawan, justru saya tidak akan bisa tentram lagi ketika anak2 saya kuliah nanti.

7. Sudah punya karir kok ditinggalkan, apa tidak bersyukur kepada Tuhan?
Jawab: Saya sangat bersyukur atas apa yang Allah telah berikan kepada saya. Bahkan, dengan menjadi pengusaha saya semakin memahami arti bersyukur. Dulu, saya tinggal menunggu tanggal 25 semua beres, menghabiskan nya juga enteng saja. Kini, saya semakin dapat mensyukuri setiap rupiah yang saya terima. Betapa dibalik setiap rupiah tadi adalah rizki dari yang Maha Penyayang. Lagipula, menjadi pengusaha memungkinkan saya mengembangkan seluruh potensi yang Allah sudah berikan kepada saya. Itulah salah satu cara saya bersyukur.

8. Gak punya darah pengusaha kok jadi pengusaha?
Jawab: Ya, dulu memang kebanyakan pengusaha tradisional hanya meneruskan usaha orang tua nya. Maka muncul mitos soal darah pengusaha ini. Kenyataannya sekarang siapapun bisa jadi pengusaha. Karena mengelola usaha itu ternyata ada ilmunya dan bisa dipelajari. Saya memang masih belajar, tapi siapapun yg mau belajar insyaAllah pasti bisa.

9. Kenapa gak merangkap saja punya usaha tapi tetap jadi karyawan?
Jawab: Ya. Mungkin saja begitu. Saya juga pernah begitu. Tapi kok malah tidak maksimal. Usaha tidak berkembang, jadi karyawan juga gak tenang. Mungkin masalahnya di fokus. Kalau saya bekerja untuk perusahaan orang lain, semestinya dedikasi saya 100% untuk perusahaan itu. Dengan “nyambi“, saya kok merasa “selingkuh“ gitu. Itu kalau saya lho, mungkin orang lain tidak.

10. Kok sering dirumah, sebenernya kerjanya apa sih?
Jawab: Hehehe ... begini Oom, memang jaman sekarang sudah maju. Pertama, jasa yang perusahaan saya berikan memang lebih banyak pakai otak daripada otot, jadi saya bisa menyelesaikan sebagian besar kerjaan saya dimanapun lewat internet. Kedua, sebagian besar kerjaan yang butuh kehadiran fisik sudah saya delegasikan pada tim saya yang lebih muda dan lebih pinter, dan saya bayar mahal pula. Jadi saya tinggal memonitor saja. Memang sekarang mungkin aneh, tapi makin lama akan makin banyak orang yang bekerja seperti saya.

Sunday, March 11, 2007

Santaplah Makanan Anjing Anda Sendiri.

Yang bener saja, masa manusia menyantap makanan anjing? Tentu bukan begitu maksudnya. Ini saya kutip dari salah satu resep untuk menghasilkan produk yang revolusioner dari Guy Kawasaki. Maksud sebenarnya adalah: gunakan produk Anda sendiri, sebagaimana pelanggan Anda menggunakan produk Anda. Ungkapan lama ini konon dulu asalnya dari iklan2 makanan anjing di AS pada awal era TV yang masih serba live, dimana hingga iklan berakhir seringkali anjingnya sendiri ternyata ogah menyantap makanan yg diiklankan.

Kalau diperhatikan, para penghasil produk unggulan memang selalu memastikan bahwa konsumen memperoleh pengalaman yang optimal dengan produk mereka. Salah satunya dengan menggunakan sendiri produk mereka. Guy Kawasaki memberikan contoh, setiap hari sekitar 300 karyawan Gillette bercukur di shaving-lab mereka dengan menggunakan aneka produk alat cukur yang mereka hasilkan. Ini sudah menjadi ritual yang membanggakan bagi mereka. Karyawan pusat pengembangan Porsche sampai2 menolak jalan menuju ke kantor mereka yang berkelok-kelok dan berlobang diperbaiki. Karena justru setiap hari, jalan tadi menjadi ajang bagi mereka untuk menjajal Porsche mereka. Karyawan pabrik sepeda Cannondale, didorong untuk pulang-pergi dengan sepeda mereka. Di film The Aviator yang menceritakan kehidupan salah satu ikon industri penerbangan Howard Hughes, kita menyaksikan betapa Hughes selalu menerbangkan sendiri pesawat2 baru nya. Meskipun dengan resiko hampir kehilangan nyawanya.

Dengan mencoba dan mengalami sendiri, pengusaha sekelas Howard Schultz, pendiri dan chairman Starbuck bahkan berhasil menemukan hal-hal yang telah hilang dari Starbuck. Sebagai penggemar kopi, sejak lama saya memperhatikan bahwa Starbuck belumlah memberikan pengalaman menikmati kopi yang dicari oleh penggemar kopi sejati. Benar saja, pertengahan Februari 2007 lalu, chairman Howard Schultz mengirimkan memo kepada CEO Jim Donald, yang isinya menegaskan kekecewaan Schultz atas hilangnya tradisi Starbuck yang sebenarnya. Memo yang bocor keluar dan sempat menghebohkan AS tadi salah satu bagian nya berbunyi: “Some people even call our stores sterile, cookie cutter, no longer reflecting the passion our partners feel about our coffee. In fact, I am not sure people today even know we are roasting coffee.” Wow, betul-betul otokritik yang luarbiasa. Semoga setelah ini saya bisa lebih menikmati Starbuck.

Dalam skala yang jauh lebih kecil, saya dan keluarga juga mencoba menerapkan hal ini. Karena klinik dan spa yang kami kelola menjual produk2 aromaterapi, maka kini setiap pagi dan sore, di rumah kami menyalakan burner aromaterapi. Kami jadi tahu persis berapa lama lilin burner akan habis, beda nya burner berbahan logam dan keramik, berapa tetes minyak essential yang diperlukan, termasuk efek-efek yang terasa dengan menghirup aroma tertentu. Hampir seluruh produk dan jasa klinik juga telah kami coba sendiri. Bagaimana rasanya treatment penghilangan lemak dengan meso-lipo, facial dengan alat microdermabrasi hingga akupuntur, kami sudah rasakan sendiri. Kami membuktikan sendiri secara langsung apa yang selama ini kami promosikan, sekaligus kami menjadi pihak pertama yang menemukan beberapa kelemahan yang harus diperbaiki.

Apakah Anda seorang pengusaha restoran, pengrajin aksesoris, pengusaha salon, atau pemilik toko pakaian jadi. Saya sarankan Anda untuk selalu menggunakan produk Anda sendiri. Apalagi jika produk Anda adalah pakaian atau aksesoris, Anda dapat menjadi “kapstok berjalan” untuk sekaligus mempromosikan produk Anda. Cara ini beberapa waktu lalu sukses dijalankan oleh istri saya ketika ikut jualan produk aksesoris dari Mozly. Dengan memakai sendiri produk2 aksesoris Mozly, calon pelanggan lebih tertarik, bahkan tak jarang langsung meminta produk yang saat itu sedang dipakai istri saya.

Singkatnya, banyak sekali keuntungan yang akan Anda peroleh dengan selalu menggunakan produk sendiri. Jadi, selamat menikmati “makanan anjing“ Anda.

Saturday, March 10, 2007

Rudy

Indonesia dipastikan tidak akan memperoleh gelar pada turnamen bulu-tangkis paling bergengsi All England 2007. Sudah empat tahun berturut-turut pahlawan-pahlawan bulu tangkis Indonesia belum berhasil membawa pulang gelar dari All England.

Saya jadi teringat masa-masa kecil saya dulu. Waktu itu All England merupakan event yang sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh rakyat Indonesia. Sekarang mungkin bahkan banyak orang Indonesia yg tidak tahu ketika All England berlangsung. Prestasi pahlawan-pahlawan bulutangkis seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Iie Sumirat, dkk betul-betul sangat membanggakan. Apalagi jika Rudy Hartono yang main, seakan aktivitas seluruh negeri terhenti untuk mengikuti jalannya pertandingan. Seluruh perhatian, emosi, harapan dan doa tertumpah pada perjuangan seorang Rudy.

Padahal pada masa itu televisi belumlah sepopuler sekarang. Saya dan keluarga sempat mengalami masa-masa ketika pertandingan bulutangkis hanya bisa diikuti melalui radio. Ya, jadi bukan menyaksikan pertandingan tapi mendengarkan pertandingan. Disitulah “ciamik” nya penyiar olahraga RRI waktu itu. Kita mendengarkan pertandingan dengan imajinasi. Betul2 terasa hidup, seakan kita ikut menyaksikan perjuangan Rudy dkk. Pada saat itu kami sekeluarga akan berkumpul mengerumuni radio bersama2, dengan ketegangan, teriakan, deru nafas dan degup jantung yang sama. Betul-betul suasana kebersamaan yang luar biasa.

Rudy sendiri menjadi juara All England sebanyak 8 kali, 7 kali diantaranya berturut-turut, sebelum dominasinya di dunia bulutangkis diserahkan kepada pahlawan Indonesia yang lain, Liem Swie King. Tidak dapat disangkal, Rudy adalah pemain bulutangkis terbesar sepanjang jaman. Majalah TIME bahkan sampai menobatkan Rudy sebagai “Asian Hero”, betul-betul pengakuan yang layak. Dan jika kita ingin sukses seperti Rudy, mungkin ada baiknya kita belajar dari kunci keberhasilan seorang Rudy Hartono.

Saya pernah membaca bahwa ketika ditanya kunci keberhasilannya. Rudi menjawab singkat: “berdoa”. Lho kalau cuma berdoa, bukankah kita semua berdoa. Ternyata menurut Rudy, dia berdoa tidak hanya sebelum bertanding tetapi juga selama bertanding, sehingga akan membangkitkan percaya diri dalam hati dan pikiran.

Selain berdoa, Rudy juga setiap saat mengucapkan rasa syukur. Ini tidak hanya ketika Rudy memenangkan pertandingan. Bahkan untuk setiap poin yang ia peroleh selama bertanding, ia ucapkan: “Terima kasih Tuhan untuk poin ini.” Dan ini akan terus ia ucapkan hingga skor terakhir dan pertandingan berakhir. Rudy percaya penuh bahwa manusia berusaha namun Tuhan yang memutuskan.

Ternyata seorang juara sejati tidak pernah putus berdoa dan bersyukur. Saya yakin ini yang membuat Rudy sangat tegar dan persisten dalam setiap pertandingan. Saya teringat betul, dalam tekanan hebat melawan musuh2 bebuyutannya seperti Svend Pri atau Prakash Padukone, Rudy tetap tenang dan yakin. Mungkinkah itu yang mulai hilang dari diri kita?

Lantas, dalam “pertandingan” kehidupan kita sehari-hari entah itu dalam bisnis atau pekerjaan kita, sudah kah kita juga percaya apa yang dikatakan Rudy?

Friday, March 09, 2007

G r a t i s ! !

Nah, Anda pasti penasaran kan, apanya yang gratis? Pasti langsung scroll-down ke bawah apa ada link yang kasih free voucher, free-ebook, atau freeware? Bukan. Saya bukan sedang memberikan penawaran gratis produk atau jasa tertentu. Saya sedang duduk di salah satu café di Bandung, menikmati black coffee kesukaan saya dan nulis blog menggunakan koneksi internet wi-fi gratis. Betul-betul gratis. Tidak seperti di Jakarta yang kebanyakan mall dan cafe nya hanya menyediakan koneksi wi-fi yang harus bayar, hampir semua mall di Bandung sekarang memiliki fasilitas wi-fi gratis. Dan saya senang yang gratis. Tidak hanya saya, pasti semua orang senang dengan gratisan.

Saya jadi teringat salah satu strategi Long Tail nya Chirs Anderson bahwa setiap orang pasti suka dengan hal yang gratis. Jadi strategi memberikan gratisan bisa sangat diandalkan untuk memperpanjang long-tail Anda. Seperti ISP yang menyediakan wi-fi gratis yang sedang saya nikmati ini. Sebagian besar pendapatannya diperoleh dari customer rumahan dan corporate, namun masih mau “repot-repot” menyediakan wi-fi gratis di mall-mall. Akibat langsung yang saya rasakan adalah meningkatnya awareness saya terhadap keberadaan ISP tadi. Belum lagi kestabilan koneksi dan kecepatan pada wi-fi gratis nya akan membuat siapapun akan berpikir, kalau gratis nya saja kenceng gini, gimana kalau langganan di rumah. Betul-betul strategi yang baik, apalagi infrstruktur wi-fi sekarang sudah relative murah.

Salah satu penawaran gratis menarik lain yang pernah saya lihat adalah gratis Business Check-Up yang sering diberikan oleh ActionCoach pada seminar-seminarnya. Setiap pemilik usaha yang ingin maju pasti ingin di check-up kondisi bisnisnya. Apalagi oleh coach ternama. Gratis lagi.

Sebagai pemilik bisnis, meskipun kecil-kecilan, kita semua sebetulnya juga bisa menerapkan strategi gratisan ini. Tentu dengan berbagai pertimbangan, supaya strategi gratisan-nya dapat memperpanjang ekor, bukan malah merugikan diri sendiri. Dari sisi pemilik usaha, pada dasarnya produk gratisan nya sendiri dapat dialokasikan sebagai salah satu komponen biaya. Sehingga dari awal bisa dilakukan justifikasi apakah akan menguntungkan atau tidak. Tapi yang paling penting sebenarnya adalah tujuan apakah yang ingin dicapai melalui pemberian gratisan tadi?

Kita dapat menggunakan 5 area penting pada model “Business Chassis” nya Brad Sugars, untuk memetakan strategi gratisan kita: Peningkatan Lead Generation, Peningkatan Conversion Rate, Peningkatan Number of Transactions, Peningkatan Average Sale, dan Peningkatan Profit Margin.

Lead Generation.
Lead adalah calon pelanggan Anda. Siapapun yang datang kepada Anda atau tertarik pada produk atau layanan Anda. Anda harus meningkatkan Lead sebanyak-banyaknya. Strategi gratisan dapat Anda pergunakan untuk meningkatkan Lead.
- Cara paling sederhana adalah memberikan sesuatu yang gratis dan pada saat Anda memperkenalkan produk Anda. Ini yang paling sering dilakukan orang. Kelemahannya adalah, kadang orang suka dengan barang gratisan nya, tapi justru cepat melupakan produk yang Anda tawarkan.
- Cara yang sedikit advanced dan umum diterapkan dalam bisnis online adalah, Anda dapat memberikan sesuatu yang gratis, namun sebelumnya calon pelanggan harus mengisikan data pribadinya terlebih dahulu. Database calon pelanggan yang terkumpul dapat Anda manfaatkan dalam Lead Generation, misalnya dengan secara rutin mengirimkan newsletter, perkenalan produk dsb.

Conversion Rate.
Setelah calon pelanggan datang, maka tugas selanjutnya adalah membuat mereka menjadi pelanggan Anda, atau secara riil melakukan pembelian. Kalau Anda disiplin melakukan pencatatan berapa jumlah Lead dan berapa yang melakukan pembelian, maka Anda akan memiliki angka Conversion Rate. Ini juga dapat ditingkatkan melalui strategi gratisan.
- Misalnya gratis produk tertentu untuk pembelian sekarang juga. Gratis produk tertentu untuk pembelian pada tanggal tertentu, dsb. Yang inti nya mendorong Lead take decision melakukan pembelian sekarang.

Number of Transactions.
Pelanggan yang melakukan lima kali pembelian, tentu efeknya akan jauh berbeda dengan hanya satu kali pembelian. Disini disiplin pencatatan sekali lagi sangat penting. Anda harus memiliki data berapa jumlah transaksi yang dilakukan oleh pelanggan Anda. Sehingga Anda dapat memonitor berapa jumlah transaksi yang dilakukan pelanggan Anda. Hal ini juga dapat kita tingkatkan melalui strategi gratisan.
- Misalnya Potong rambut lima kali gratis satu kali. Beli tiga selimut gratis satu. dsb.

Average Value Sale.
Selain banyaknya pembelian, hal yang cukup penting adalah rata-rata nilai penjualan nya sendiri. Semakin tinggi rata-rata nilai penjualan tentu semakin baik. Strategi gratisan juga sangat efektif dalam hal ini.
- Gratis produk tertentu jika nilai pembelian mencapai angka tertentu. Misalnya gratis tas cantik untuk pembelian busana senilai 1 juta rupiah. dsb. Intinya adalah untuk mendorong atau memaksimalkan nilai belanja pelanggan.

Profit Margin.
Ini sedikit challenging, bagaimana mungkin meningkatkan profit margin dengan memberikan barang gratisan. Ternyata bisa saja.
- Misalnya naikkan harga jual produk Anda dan tambahkan barang gratisan sebagai bonus. Dengan memberikan gimmick, nilai produk yang lebih tinggi tidak akan jadi concern pelanggan.

Bagaimana menerapkan strategi gratisan di atas? Apakah satu demi satu atau bersamaan? Jawabannya tentu tergantung tujuan yang hendak kita capai. Dan ini terkait dengan hasil testing dan measurement yang kita lakukan sebelumnya. Jika dari hasil testing dan measurement kita identifikasikan bahwa lead generation yang perlu ditingkatkan, maka kita lakukan penerapan strategi gratisan untuk lead generation. Selanjutnya setelah diterapkan, dalam waktu tertentu sebaiknya dilakukan kembali testing & measurement untuk melihat improvement yang terjadi.

Jadi, setelah memahami strategi gratisan ini, Anda siap memberikan program gratisan untuk saya?

Wednesday, March 07, 2007

Marah

Akhirnya saya mengalami marah. Ya, ini termasuk peristiwa langka buat saya. Sudah berbulan-bulan saya tidak marah. Malah sejujurnya saya lupa kapan terakhir saya marah. Ada teman saya yang menyebut saya “sumbu panjang” karena pada situasi yang seharusnya saya marah, saya belum juga marah. Teman saya yang lain pernah mengatakan saya memiliki boiling point yang tinggi, meminjam salah satu judul acara di MTV.

Di kantor, saya tidak pernah marah, paling jauh saya memberikan teguran dengan nada keras, tapi bukan marah dengan nada tinggi dan emosional. Di rumah, saya jarang marah sama istri. Terakhir marahan mungkin sudah lebih dr setahun yg lalu, persisnya saya lupa. Saya juga hampir tdk pernah memarahi anak. Waktu anak saya yg pertama lahir, kakak tertua saya menasehati saya: Kalau nanti mau memarahi anak, tolong lihat baik2 wajah anak kita sambil mengingat siapa yg udah ngasih anak itu, niscaya kemarahan kita hilang. Nasehat itu ampuh hingga sekarang. Malah saya pernah mau marah ke anak saya, setelah saya menatap wajah anak saya untuk mengingat2 penciptanya, saya jadi tertawa sendiri, soalnya ekspresi anak saya lucu banget. Seolah Tuhan waktu itu sedang ngeledek saya “marah ni yee ..” lewat ekspresi anak saya.

Ayah saya malah tidak pernah marah di depan saya. Seumur hidup, saya belum pernah dimarahi sama Ayah saya. Dulu saya suka iri sama teman2 saya yang sering dimarahi Ayahnya. Teman2 Ayah saya di kantor pun sampai bingung dan bertanya pada Ibu saya:”seperti apa Bapak kalau marah?”. Karena bertahun2 bekerja bersama mereka tidak pernah melihat Ayah marah. Bahkan atasan Ayah waktu itu sengaja memancing Ayah supaya marah, dengan kata-kata yg menyakitkan. Bukan nya marah, Ayah ngeloyor meninggalkan atasan nya begitu saja. Mungkin Ayah saya waktu itu juga marah, tapi beliau memilih pergi dibandingkan teriak2an yg tidak berguna. Selain jarang marah, Ayah saya juga jarang sakit. Pasti ada korelasi positif antara marah dan sakit.

Ada teman saya yang menasehati saya, kalau marah itu tidak baik ditahan-tahan. Lebih sehat kalau sekali-kali kemarahan dilepaskan. Padahal saya juga tidak bermaksud menahan marah. Memang marahnya saja yang tidak muncul-muncul. Kalaupun muncul modelnya beda dengan kebanyakan orang marah. Ekspresi marah saya biasanya diam dan berbicara ketus dan tegas.

Tapi kemarin saya akhirnya marah “beneran”, saya membentak orang dan memukulkan tangan ke meja (sakit juga sih). Ini prestasi buat saya. Belum pernah saya semarah itu. Penyebabnya juga sepele, sebelumnya saya juga sudah sering mengalami tapi tidak pernah marah. Kemarin, tiba2 saja ada dorongan untuk marah. Dan saya biarkan keluar. Pada saat marah saya rasakan kemarahan itu, ooo begini to rasanya. Betul2 tidak nyaman dan gak perlu. Memang cuma beberapa detik, tapi kata-kata yang tidak perlu terlanjur keluar, dan rasa sakit di tangan yang gak perlu (saya baru ingat, meja nya dari marmer). Saya menyesal.

Umumnya orang setelah marah baru menyesal. Sore nya saya di telpon atasan orang yang saya marahi tadi untuk mohon maaf atas kekecewaan saya. Tapi saya malah merasa sangat menyesal dan meminta maaf juga. Betul saya menyesal. Marah saya tidak sebanding dengan kesalahan yang telah dilakukan. Kata-kata keras yang keluar ibarat paku yang terlanjur saya tancapkan di hati orang itu, dan setelah dicabut tetap meninggalkan luka. Untunglah kemarahan saya cepat sekali berlalu. Saya paham betul emosi dan pikiran negative dapat merusak hari saya, sesuai prinsip law of attraction. Jadi cepat2 saya niatkan untuk kembali tenang, damai, dan bahagia. Saya ucapkan “swicthword“ saya untuk kedamaian: BE. Langsung damai datang, dan marah hilang.

Apapun profesi Anda, pengusaha atau karyawan, untuk bisa selalu dalam kondisi damai dan tenang itu penting. Pikiran yang kacau akibat kemarahan menjadi tidak jernih. Deepak Chopra mengibaratkan ini ibarat samudra yang sedang dilanda badai. Ombaknya setinggi bukit. Jika Anda lempar batu sebesar mobil juga tidak akan terlihat dampaknya. Sebaliknya, pikiran yang tenang ibarat danau yang sangat tenang. Anda lempar kerikil pun gelombangnya akan terlihat merambat keseluruh danau. Jika Anda sedang menanam benih sukses dalam pikiran, pastikan sedang dalam keadaan tenang seperti danau yang tenang. Kalau tidak ya percuma, seperti melempar batu ke samudra ditengah badai tadi. Makanya saya segera evaluasi kenapa kemarahan saya bisa keluar.

Saya baca2 literatur, ternyata penyebab marah adalah: “Anger comes out as a response to feelings of dissatisfaction, frustration and unhappiness, which usually arise when we dislike a person, an object or a situation.” OK, jadi marah itu adalah suatu respon, sumbernya perasaan kecewa, frustasi atau ketidakbahagiaan. Kalau situasi saya kemarin, yang pasti saya tidak sedang frustasi, juga sedang bahagia, tapi masih bisa marah juga. Jadi mungkin sumbernya lebih pada kekecewaan, karena service yang saya terima tidak sesuai harapan saya.

Karena marah itu respon, artinya bisa kita control. Karena respon itu terserah kita. Pada situasi yang sama, kita bisa memilih untuk marah atau memilih untuk tenang. Berikut beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk mengontrol kemarahan:

1. Rasakan.
- Kemarin saya merasakan ada moment sesaat sebelum marah. Ada baiknya kita melatih untuk menyadari moment marah akan datang ini , sehingga bisa langsung take control. Karena kalau kadung meledak akan susah dikendalikan.
2. Hentikan.
- Stop apa yang sedang kita lakukan saat itu. Kalau pemicu kemarahan ada di depan Anda, ya tinggalkan saja. Kalau Anda marah ketika sedang berdebat, segera hentikan debatnya. Jangan ucapkan lagi kata2, tinggalkan meeting Anda kalau perlu.
3. Alihkan Perhatian.
- Alihkan perhatian pikiran kita kepada sesuatu yang lain. Misalnya dengan menarik napas dalam2 dan hitung sampai sepuluh. Kalau Anda sedang berdiri sebaiknya duduk, ini dapat mengurangi kemarahan. Kalau Anda sedang duduk, minum air. Jika tidak ada air minum, ya minimal pejamkan mata sambil bernafas dalam-dalam dan teratur. Atau kalau buat muslim saya sarankan sambil bernafas dalam2 ber-istighfar. Mengingat2 Tuhan terbukti efektif mencegah marah kita meledak ke luar. Kalau masih mau meledak juga ambil wudhu dan shalat, atau lakukan meditasi kalau bisa nya meditasi. Begitu kena air wudhu juga biasanya marahnya hilang.
- Salah satu cara untuk mengalihkan perhatian: Ngaca. Waktu saya kecil kalau sedang marah, sama ibu saya disuruh ngaca. Memang ternyata jelek bener muka kita kalau marah. Makanya kebanyakan orang yg marah tidak mau ngaca. Jadi coba saja ngaca, mungkin kita akan malu sendiri melihat muka kita yg berlipat.
4. Sembuhkan.
- Setelah marah reda. Segera sembuhkan sakit di hati ketika sedang marah. Jika Anda belum punya, beli saja buku “Piece of Mind“ nya Sandy MacGregor. Disitu Anda dapat belajar cara membangun tempat kedamaian Anda, dan mengakses kembali secara cepat. Anda juga dapat menciptakan dan menggunakan jangkar emosi. Ini perlu latihan berulang-ulang, sebelum jadi otomatis bagi Anda.
- Atau cara paling sederhana adalah dengan mengingat-ingat saat2 paling bahagia Anda. Intinya adalah kembalikan rasa damai dan bahagia di hati Anda, karena marah akan pergi begitu damai dan bahagia datang.
- Anda juga harus memaafkan orang-orang yg memicu kemarahan Anda. Kalau belum bisa mengucapkan maaf secara langsung, maafkan dalam hati. Kekuatan memaafkan ini dapat menyembuhkan rasa marah.
5. Biarkan (Let it Go).
- Ini prinsip detachment. Kita marah karena situasi tidak sesuai keinginan kita. Padahal kita kadang tidak tahu maksud Tuhan yg sudah pasti baik. Maka biarkan saja, percayakan pada Tuhan. Makin kita attach pada apa yg kita inginkan, makin kita marah. Kalau kata Ayah saya dulu:”Yo wis ben lah. Bismillah kersaning Allah”.

Semoga bermanfaat.(FR)

Tuesday, March 06, 2007

Long Tail vs 80/20

Chris Anderson mengatakan bahwa dengan semakin berkembangnya Long Tail business, aturan 80/20 akan semakin ditinggalkan. Namun untuk saat ini, saya lihat baik aturan 80/20 ataupun Long Tail dua2 nya berlaku sesuai konteks nya. Bukan sesuatu yang hitam-putih, dimana jika yg satu kita pegang, yang lain kita tinggalkan. Jika market dimana kita berkiprah yang ada adalah big head dan short tail, dipastikan aturan 80/20 sangat kuat berlaku. Yang ingin disampaikan oleh Anderson adalah fakta bahwa kini sisi ekor ternyata semakin panjang karena 3 kekuatan yang telah saya ungkapkan pada review sebelumnya. Jika selama ini kita mengabaikan sisi ekor, Anderson mengingatkan semua orang bahwa model bisnis ekonomi baru justru harus memperhatikan ekor yg semakin panjang.

Beberapa rekan menanyakan contoh bisnis apakah yang berjalan sesuai konsep ini? Setelah membaca buku ini, saya baru sadar bahwa ternyata Long Tail ada dimana2, hanya mungkin kita tidak menyadarinya:

- Bisnis SDGI (http://www.sdgisolutions.com/) yang saya jalankan sendiri ternyata menggarap sisi Long Tail. Solusi yang kami tawarkan, yaitu sistem untuk IT Asset Management (ITAM) dan IT Service Management (ITSM) oleh perusahaan2 IT yang jauh lebih besar bukanlah prioritas yang masuk dalam aturan 80/20 mereka. Kontrak2 senilai puluhan ribu hingga ratusan ribu dollar buat mereka masuk ke sisi “ekor”, dibanding kontrak2 jutaan dollar yang lebih mereka prioritaskan. Akibatnya alokasi resources untuk menggarap sisi long tail ini juga sangat minimal. Ini peluang bagi kami, yang fokus mengerjakan solusi ITSM/ITAM. Jika menyangkut solusi ITSM/ITAM, kami menjadi lebih kompetitif, menikmati margin yang lebih baik, dan memiliki kualitas delivery yang lebih baik. Kami tidak seterkenal perusahaan2 IT yang besar, namun kalau sudah menyangkut ITSM/ITAM perusahaan2 sekelas Telkom, FIF, Yamaha, dsb mencari kami. Dan permintaan untuk solusi2 tadi terus tumbuh, bahkan ruang gerak kami tidak lagi dibatasi wilayah geografis. Kami juga bisa melakukan hal yang sama untuk perusahaan2 di luar Indonesia. Inilah ciri Long Tail.
- Teman2 anggota komunitas Tangandiatas yang menjual produk2 seperti selimut, busana muslim, baju renang muslim, pernak-pernik, dst. secara online, pada dasarnya juga sedang merambah sisi Long Tail. Berapa persenkah penjualan baju muslim atau pernik-pernik pada toko2 besar seperti Sogo, Metro, dsb. Dipastikan ada pada sisi ujung dari ekor kurva penjualan mereka. Bagaimana dengan selimut? Sama saja? Baju renang muslim? Wah mungkin malah gak jual. Namun di tangan teman2 TDA produk ini semua dapat dibeli kapan saja dan darimana saja. Untuk menjual selimut atau sprei mungkin dulu Anda harus punya kios di Tanah Abang, tapi kini seorang Work at Home Mom dapat tetap jualan apapun, kapanpun, sambil mengasuh anak dirumah. Ini juga ciri Long Tail.
- Perbankan adalah salah satu industri yang sangat kaku menerapkan 80/20. Pengalaman saya waktu masih kerja di bank, dengan mudah kredit puluhan milyar kita berikan kepada para debitur “besar“. Alasan kami waktu itu, dengan effort yang sama kita mendapat pendapatan bunga dan fee yang jauh lebih besar dibanding mengurusi kredit untuk UKM. Risiko nya juga lebih terkendali karena mereka adalah nama-nama besar. Ini adalah salah satu contoh diskriminasi 80/20. Krisis perbankan membuktikan kesalahan asumsi tadi. UKM justru yang terbukti survive dalam krisis. Bank2 yang kemudian menengok kepada Kredit UKM dan Mikro adalah penganut bisnis Long Tail. Dan kedepan saya yakin jauh lebih prospektif. Memang cost untuk mengelola kredit kecil lebih besar. Namun dengan teknologi, sangat mungkin bank saat ini menerapkan mekanisme kontrol risiko terhadap UKM sebagaimana terhadap perusahaan konglomerat.

Menurut saya, ini tidak berarti kita mengabaikan aturan 80/20. Aturan 80/20 juga bisa berlaku dimana saja. Bisa jadi 80/20 berlaku dalam “ekor“ yg sedang kita garap. Bahkan menurut Anderson, dalam “ekor“ yang sedang kita garap juga mungkin masih ada “ekor“ lagi. Poin-nya adalah, jika selama ini kita lebih senang dengan kepala dan mengabaikan ekor, ada baiknya kita lihat sisi ekor, apalagi kalo ekornya puaaaanjaaaang. Pasti lebih sedap dari kepala nya.(FR)

Sunday, March 04, 2007

The Long Tail: Berakhirnya Aturan 80/20?

Dunia kita selama ini telah dikendalikan oleh kultur “Hit“. Anda pasti akrab dengan istilah Top-10, Top-20 atau Top-40, semua memiliki makna yang sama: The Law of Vital View . Prioritaskan yang sedikit namun vital. Semua pebisnis faham benar prinsip ini. Dari 100 item barang yang terjual, mungkin hanya 20 item yang menyumbang 80% pemasukan. Jadi prioritaskan yang top-20 tersebut. Dari 100 nasabah bank, mungkin hanya 20 orang atau bahkan kurang, yang menyumbang 80% simpanan. Jadi prioritaskan yang 20 orang tadi. Adalah ilmuwan berkebangsaan Italia, Vilfredo Pareto yang pada akhir abad ke 19 sampai pada kesimpulan bahwa 80 persen pendapatan masyarakat ternyata dikuasai oleh hanya 20 persen populasi. Prinsip 80/20 yang kemudian sering disebut sebagai prinsip Pareto tersebut kemudian ternyata diakui berlaku untuk hampir setiap bidang dengan berbagai variasi nya.

Jika digambarkan dalam bentuk kurva, maka kurva distribusi tadi akan membentuk lengkungan dari sisi kiri yang tebal (kepala/head), yang ke arah kanan makin menipis (ekor/tail). Secara tradisional, kultur “Hit” mengajarkan kepada kita bahwa bagian “kepala” yang tebal tadi adalah yang vital, disinilah berkumpulnya hit, berkumpulnya 20% yang harus menjadi pusat perhatian. Sementara bagian “ekor”, karena hanya menyumbang sedikit, bukanlah prioritas. Jika Anda selama ini memiliki cara pandang seperti itu, maka bersiap-siaplah untuk menata ulang bisnis Anda. Melalui buku “The Long Tail: Bagaimana Pilihan Tak Terbatas Menciptakan Permintaan Tak Terbatas”, Chris Anderson secara cerdas telah mengungkap kecenderungan baru bahwa ekonomi kita kedepan akan lebih banyak ditentukan oleh bagian “ekor“ yang ternyata semakin panjang: The Long Tail.

Ekor Yang Semakin Panjang

Melalui penelitian yang mendalam dengan menggunakan data-data dari angka penjualan track musik secara online, Anderson menemukan sebuah kenyataan yang menakjubkan. Track-track musik yang menjadi “hit” memang menempati posisi teratas permintaan, namun apakah track-track yang lain penjualan-nya kosong sama sekali? Ternyata tidak! Tetap saja terjadi penjualan untuk hampir semua item. Kios musik online seperti Rhapsody misalnya, menyediakan setidaknya 1,5 juta track yang bisa dibeli secara online. Dan penjualan terjadi tidak hanya untuk 100 – 200 track paling popular saja. Penelitian Anderson memperlihatkan bahwa penjualan terjadi dari track peringkat 1 hingga 900,000. Bahkan lebih dari itu, karena hampir setiap Rhapsody menambahkan track, terjadi penjualan. Ada tiga kekuatan utama yang menurut Anderson telah membuat ekor menjadi semakin panjang:

Demokratisasi Produksi. Selama ini, alat-alat produksi hanya dikuasai oleh pemilik modal besar. Hanya pemilik studio-studio besar yang dapat memproduksi karya-karya musik atau film. Hanya percetakan besar yang dapat menerbitkan buku-buku yang selama ini kita baca. Dan seterusnya. Namun, alat-alat produksi tadi semakin lama semakin terdemokratisasi. Perangkat video editing yang canggih dengan mudah dapat diperoleh dan digunakan oleh siapapun yang memiliki komputer di rumahnya. Demikian juga kamera video, alat rekaman, atau studio musik rumahan yang semakin lama semakin canggih namun semakin murah. Buku bahkan tidak selalu perlu dicetak, namun bisa diproduksi dalam format elektronis. Revolusi “open-source“ pada industri software membuktikan bahwa kolaborasi amatir – professional dapat menghasilkan produk yang handal. Banyak lagi contoh serupa disekitar kita. Semakin banyak produsen-produsen baru yang kecil dalam skala namun siap menyediakan produk layaknya perusahaan besar.

Demokratisasi Distribusi. Memajang sebuah produk pada rak memerlukan biaya yang jumlahnya harus masuk akal dibanding nilai penjualannya. Produk yang tidak terjual dan masih ada di rak adalah biaya. Hal ini yang kemudian dirombak oleh toko online seperti Amazone. Setiap item yang ada di Amazone tidak memerlukan rak fisik yang memerlukan biaya tertentu. Bahkan lebih jauh lagi Amazone mengembangkan konsep “print on demand”, dimana buku baru dicetak setelah dipesan. Artinya, sebelum ada yang memesan, buku yang dipajang di “rak” Amazone hanyalah sekumpulan bit informasi yang ada di server Amazone. Jika rak toko fisik dibatasi oleh wilayah, maka rak toko online dapat diakses dari belahan bumi manapun. Jika rak toko fisik dibatasi oleh waktu, Anda dapat mengakses toko online kapan saja. Dulu, hanya perusahaan ekspor-impor besar yang bisa menjual produknya ke pasar luar negeri. Kini ribuan pemilik toko online yang mengelola usahanya dari rumah melakukan hal yang sama. Metoda distribusi baru yang ikut membentuk ekor yang lebih panjang.

Menghubungkan Supply & Demand. Dahulu konsumen hanya dapat mengandalkan informasi dari iklan, daftar 10 besar, rekomendasi pakar dsb. Internet telah menciptakan kultur baru, bahwa konsumen berkuasa. Melalui ribuan blog, komentar pengguna, rekomendasi dari toko-toko online dsb. dengan mudah kini konsumen dapat mendengar sendiri komentar dari sesama pengguna ataupun review yang lebih independen. Inilah “wisdom of the crowds“ yang ikut mendorong terbentuknya ekor panjang.

Ekonomi Long Tail

Banyak perusahaan “aggregator Long Tail” yang telah membuktikan kesuksesan dalam menggali potensi di sisi ekor yang panjang. Jasa iklan Google Adwords/Adsense adalah bukti kekuatan sisi ekor panjang. Secara tradisional jasa periklanan ditawarkan kepada perusahaan besar dengan nilai kontrak ratusan ribu bahkan jutaan dollar. Adwords menyediakan jasa iklan kelas mikro. Anda dapat pasang iklan dengan bujet Rp. 50 ribu sekalipun. Namun dengan potensi “Long Tail” yang nyaris tanpa batas. Konsultan bisnis umumnya menggarap perusahaan kelas kakap yang sanggup membayar jutaan dollar. Namun, Brad Sugars dengan Action Business Coach nya malah menggarap sisi “Long Tail”dengan menjual jasa Coach kepada pengusaha-pengusaha dalam tahap tinggal landas yang jumlah nya di seluruh dunia nyaris tanpa batas. Long Tail betul-betul tidak dapat kita abaikan.

Kultur “hit” pada dasarnya berangkat dari sudut pandang ekonomi yang berbasis kelangkaan (economics of scarcity). Permintaan adalah tidak terbatas, sementara penawaran adalah terbatas. Fenomena long-tail justru berbicara sebaliknya. Tersedia pilihan tak terbatas yang menciptakan permintaan tak terbatas. Ini adalah ekonomi kelimpahan (economics of abundance). Maka untuk menjadi salah satu aggregator Long Tail maka rahasia utamanya adalah menyajikan ketersediaan yang nyaris tanpa batas, disertai bantuan untuk memilih. Berikut adalah beberapa kaidah untuk membangun usaha Anda menjadi aggregator Long Tail:

>> Menggunakan virtual inventory. Produk yang Anda tampilkan pada inventori, bisa saja lokasi fisiknya ada pada gudang supplier Anda.
>> Menggunakan “crowdsourcing“. Terbukti konsumen dengan senang hati membantu. Biarkan mereka ikut menentukan bagaimana produk Anda harus dikembangkan misalnya.
>> Menggunakan variasi metoda distribusi, produk dan harga. Ada konsumen yang suka online, ada yang ingin melihat secara fisik. Satu produk juga dapat dinikmati dengan berbagai cara. Orang berbeda bersedia membayar dengan harga berbeda untuk satu alasan. Ini adalah beberapa ciri permintaan tanpa batas pada ekonomics of abundance yang dapat dimanfaatkan.
>> Gunakan informasi. Sajikan informasi, review produk, rekomendasi, resensi, peringkat, dsb. Berikan semua informasi yang akan membantu konsumen dalam memilih.
>> Gunakan “dan” bukan “atau”. Prinsip kelimpahan adalah menawarkan keseluruhan bukan pilihan-pilihan terbatas. Keputusan lebih mudah dibuat jika Anda tawarkan “dan“.
>> Percayakan pada pasar. Lempar saja produk Anda ke pasar dan lihat bagaimana reaksinya. Format digital memungkinkan proses ini berbiaya rendah.
>> Keampuhan gratisan. Orang suka dengan free. Berikan sesuatu yang dapat digunakan secara gratis, misalnya membership gratis (tapi selain itu bayar), basic service gratis (premium service nya bayar), dan masih banyak lagi seperti ebook, knowledge update, dsb.

Masa depan bisnis ada pada sisi ekor yang panjang itu. Kini Anda dapat mulai mengidentifikasikan potensi bagian ekor panjang pada tempat Anda berkiprah, sambil mulai menata bisnis Anda untuk menjadi aggregator Long Tail yang handal. (FR)

Thursday, March 01, 2007

Menjadi Revolusioner

Guy Kawasaki (lahir di Honolulu, 1954) adalah mantan eksekutif Apple Computer. Di tangan Guy sebagai Chief Evangelist, pada waktu itu Apple terkenal dengan "evangelism marketing". Kalau Anda mengenal pengguna PC atau laptop Macintosh, Anda bisa perhatikan betapa "fanatik"nya pemilik Mac tadi. Sangat sulit "menggoyahkan iman" mereka untuk berganti ke produk lain, dengan sejuta alasan yang mereka akan segera kemukakan. Alih-alih mempertimbangkan berganti produk, mereka malah akan berkhotbah tentang sejuta keunggulan Apple Mac dibanding PC lain. Inilah "evangelism". Bukannya sekedar menjual, Apple telah menciptakan para evangelist atas produk nya.

Dengan track-record nya yang mampu mencetak jutaan evangelist Apple PC, maka buku Guy Kawasaki yang berjudul "Rules for Revolutionaries", yg sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Buana Ilmu Populer, segera mempesona saya. Ini buku wajib yang harus dibaca oleh siapa saja yang ingin menciptakan produk dan jasa yang revolusioner. Atau dalam penuturan Guy Kawasaki yang cerdas, kocak dan kadang kasar dilukiskan sebagai "manifesto baru kaum kapitalis": Mencipta Seperti Dewa, Memerintah Seperti Raja, Bekerja Seperti Budak. Bagaimana Guy Kawasaki menjelaskannya?

Mencipta Seperti Dewa (Create Like a God)

Untuk dapat mencipta seperti dewa , pertama Anda harus dapat berpikir berbeda dari orang kebanyakan. Dalam istilah Guy, kita harus dapat membuang "berhala-berhala" lama kita. Ambil contoh Kereta Api yang selama ini kita kenal adalah KA dengan 1 lokomotif dan gerbong2 yang mengikut dibelakangnya. Kalau mau lebih cepat, maka mesin lokomotifnya yang diperbesar dan diperbesar lagi. Namun KA supercepat ternyata dimungkinkan setelah "berhala" mesin di lokomotif tadi dibuang, dan dibuat inovasi dengan meletakkan mesin pada setiap gerbong. Berpikir beda juga dapat dilakukan dengan cara memisahkan bentuk dan fungsi. Ini yang terjadi melalui fenomena toko online. Sebuah toko fungsi nya adalah menjual. Maka apakah dia hadir atau tidak secara fisik adalah sekedar bentuk. Toko-toko online menolak tunduk pada bentuk, mereka kedepankan fungsi nya, yaitu berinteraksi dan melayani penjualan kepada pelanggan.

Tentu saja sebagai "dewa" Anda tidak cukup hanya berpikir beda. Bisa-bisa produk Anda sekedar aneh. Maka Anda juga harus menciptakan produk hebat yang memenuhi kriteria yang disingkat oleh Guy sebagai: DICEE. Deep (mendalam) – Indulging (mengasyikkan) – Complete (lengkap) – Elegant (elegan) – dan Evocative (membangkitkan kenangan). Produk yang hebat itu mendalam, punya fitur yang tidak serba tanggung, produk yang serba tanggung umumnya akan gagal di pasar. Produk yang hebat juga Indulging (mengasyikkan) menawarkan hal-hal dan experience baru yang membuat pelanggan merasa asyik untuk mengexplore setiap hal yang ditawarkan. Dan selain elegan, faktor evocative yang melibatkan emosi dan kenangan akan membuat pelanggan menjadi fanatik terhadap produk Anda.

Setelah itu Anda juga harus pastikan bahwa produk Anda terus diperbaharui. Guy menggambarkan bahwa semua orang tahu produk Apple sesungguhnya jauh lebih baik dari produk Microsoft, namun Microsoft berani merelease lebih dahulu produk mereka yang "tidak sempurna" tadi dan terus memperbaharuinya.

Memerintah Seperti Raja (Command Like a King)

Memiliki produk hebat (menurut pandangan Anda), tidak serta merta akan membuat pelanggan baru menubruk produk Anda. Sesungguhnya ada jurang yang sangat lebar antara calon pelanggan Anda dengan produk Anda. Membawa mereka menyeberang dengan selamat adalah tugas berikutnya. Dan penghalang antara produk Anda dan para calon pelanggan harus diruntuhkan, misalnya produk Anda meskipun hebat, tapi ternyata memiliki kompleksitas yang membuat calon pelanggan ragu. Maka hal ini harus disiasati. Guy sendiri misalnya, pernah memimpin perusahaan pembuat software database relational yang sangat hebat, namun gagal karena terlalu sulit digunakan pengguna baru.

Langkah paling penting dalam "Memerintah Seperti Raja" ini adalah menciptakan para evangelis bukan sekedar penjualan. Para evangelis bukan sekedar menggunakan produk Anda, namun juga fanatik dan akan terus menerus menceritakan kehebatan produk Anda kepada siapapun. Ada teman saya yang sangat fanatik dengan merk HP tertentu, sehingga tiap ada orang akan berganti HP dia akan nyerocos tentang berbagai kelebihan merk tersebut. Dibayar pun tidak, teman tadi sudah jadi evangelis produk HP yang ia gunakan. Ada beberapa tahapan yang dipaparkan Guy mengenai evangelisme, diantaranya adalah untuk selalu melibatkan faktor emosi disamping fakta sebenarnya tentang produk Anda. Saya lihat ini memang mulai kita gunakan. Misalnya, iklan produk yang menjanjikan "berat badan dijamin turun 3 Kg" sudah memberikan fakta, tapi "dijamin berat badan Anda turun 3 Kg dan makin disayang suami"
memberikan fakta dan emosi.

Selain itu Guy juga mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam "magnet kematian", yaitu sekumpulan asumsi yang dipercayai banyak orang namun sesungguhnya dapat menjebak. Salah satu contoh adalah magnet kematian "Produk terbaik unggul". Ya, tidak selamanya produk yg terbaik unggul, misalnya jika produk lawan nya sudah memadai bagi pelanggan, dipromosikan dengan baik, dan terus diperbaharui. Jika memang "produk terbaik unggul" berlaku, maka Bill Gates saat ini sudah pindah kerja ke Starbuck, sibuk membuat espresso dan tinggal di apartemen sewaan … demikian kata Guy.

Bekerja Seperti Budak (Work Like a Slave)

Guy mengajarkan bahwa seorang revolusioner akan "makan seperti burung, buang air seperti gajah". Betul2 perumpamaan yang aneh, dan Anda akan sering menemui perumpamaan yg aneh2 sepanjang buku ini. Maksudnya adalah, seorang revolusioner akan terus menerus mencari dan menyerap informasi tentang industri dan pelanggan dari manapun (seperti burung), dan menyebarkan dengan cepat dan dalam jumlah besar pengetahuan yang sudah ia dapatkan (seperti gajah). Informasi dan pengetahuan adalah kunci bagi revolusioner. Maka menyerap dari berbagai sumber dan menyebarkan memang suatu konsekuensi logis.

Guy menyarankan bahwa meskipun kita sudah sangat dibantu dengan teknologi, namun kita harus tetap "berpikir digital, dan bertindak analog". Artinya hal-hal yang sifatnya hubungan antar-pribadi harus tetap terjaga. Ini yang kadang terlupakan oleh para pengusaha yang memanfaatkan internet untuk berinteraksi dengan pelanggan. Guy memberikan contoh bagaimana industri hotel menerapkan ini, meskipun umumnya mereka telah menggunakan internet untuk memperluas interaksi dengan pelanggan, namun hal-hal yang sifatnya personal tetap terjaga.

Selain itu, Guy juga mengingatkan bahwa kita jangan pernah meminta pelanggan melakukan hal yang kita sendiri tidak mau lakukan. Pernahkah Anda mencoba menghubungi nomer telpon contact center penyedia produk atau jasa tertentu? Misalnya bank atau operator seluler. Anda akan diterima oleh mesin IVR (interactive voice response) dan dipandu untuk menekan angka tertentu. Kadang demikian bertele-tele nya panduan dari IVR, sehingga kita tidak sabar untuk menunggu kalimat "tekan 9 untuk berbicara dengan petugas kami". Dan ketika kita tekan 9, jawaban nya adalah "maaf seluruh petugas kami sedang sibuk …" Yah!. Jadi, jika Anda sendiri tidak mau mengalami hal tersebut, jangan buat pelanggan Anda mengalami hal yang sama.

Menarik mengikuti alur berpikir Guy Kawasaki yang "revolusioner" dalam buku ini. Guy Kawasaki sendiri sudah lama keluar dari Apple. Mungkin karena sifat revolusionernya, konon sekarang bahkan dia berhenti menjadi pengguna Mac dan beralih ke Linux. Sekarang Guy memilih menjadi seorang venture-capitalist melalui perusahaannya Garage.com yang menyediakan modal untuk perusahaan hi-tech pemula. Rupanya Guy juga sepakat bahwa "Tangan di Atas" lebih baik dari "Tangan di Bawah",

Blog Guy Kawasaki yang berjudul "How to Change the World" dapat diakses di http://blog.guykawasaki.com/

Barangkali ada diantara Anda yang sama revolusionernya seperti Guy Kawasaki?